KANAL24, Jakarta – Kementerian Perindustrian menilai limbah abu sisa pembakaran batubara ( fly ash-bottom ash /faba) berpeluang untuk dijadikan sumber energi baru terbarukan (EBT) di tengah perkembangan teknologi yang saat ini sudah bisa menjadikan faba sebagai substitusi bahan baku produk industri.
“Faba bisa dimanfaatkan menjadi produk industri atau substitusi bahan baku. Indonesia mempunyai banyak peluang untuk memanfaatkan berbagai sumber energi di luar fosil dan batubara, yakni energi baru dan terbarukan,” kata Kepala Pusat Industri Hijau Kementerian Perindustrian, Teddy Caster Sianturi, di Jakarta, Minggu (14/7/2019).
Dia menyebutkan, industri manufaktur berperan penting dalam implementasi konsep ekonomi berkelanjutan ( circular economy ), sehingga pemanfaatan faba dinilai mempunyai kontribusi besar dalam penerapan pola produksi dan konsumsi berkelanjutan.
Teddy mengatakan, pemanfaatan faba sebagai substitusi bahan baku maupun substitusi sumber energi sejalan dengan standar industri hijau yang bisa berperan meningkatkan daya saing sektor manufaktur, sesuai implementasi program prioritas pada peta jalan Making Indonesia 4.0.
“Dalam perkembangannya, faba dapat diolah menjadi produk lain yang bermanfaat, seperti genteng dan paving block . Masalahnya, prosedur yang ditetapkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ( KLHK ) terlalu rigid. Karena didasarkan pada Peraturan Pemerintah No 101/2014 yang memasukkan faba sebagai limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun),” papar Teddy.
Dia menyebutkan, sejauh ini pemerintah sudah beberapa kali menggulirkan sejumlah paket penyederhanaan peraturan berbentuk paket kebijakan ekonomi, namun khusus untuk faba masih tetap dikategorikan sebagai limbah B3. Sehingga, pengusaha mengalami kesulitan untuk melewati prosedur terkait pemanfaatan kembali limbah abu batubara tersebut.
Padahal, jelas Teddy, batubara telah dimanfaatkan sebagai sumber energi alternatif untuk menggantikan penggunaan minyak dan gas bumi yang sebelumnya sangat membebani APBN .
Terlebih lagi, cadangan batubara lebih besar dan masih bisa digunakan hingga 50 tahun ke depan, sedangkan cadangan minyak dan gas hanya bisa bertahan sekitar 20-30 tahun ke depan.
Sejalan dengan hal tersebut, sejumlah industri seperti tekstil dan produk tekstil (TPT), petrokimia, semen dan pupuk serta industri manufaktur lain juga mulai mengganti sumber energinya ke batubara.
Termasuk juga PT PLN (Persero) banyak membangun PLTU yang energi primernya adalah batubara.
“Tingginya penggunaan batubara, maka faba akan menggunung. Padahal, banyak pembangunan infrastruktur yang dapat memanfaatkan faba sebagai bahan dasar atau campuran untuk pembangunan jalan dan sebagainya,” ujar Teddy.
Dengan demikian, menurut Teddy, Kementerian Perindustrian akan berinisiatif mengajukan pembentukan Peraturan Presiden yang bisa mengakomodasi kepentingan industri.
“Diharapkan Menteri Koordinator Perekonomian atau Menteri Koordinator Maritim bisa mewadahi menteri-menteri terkait. Sehingga, faba dapat dimanfaatkan menjadi sesuatu yang bermanfaat,” papar dia. (sdk).