oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Pada suatu kesempatan Nabi Ibrahim kedatangan tiga orang tamu, anak muda yang ganteng, gagah dan berwibawa yang ternyata ketiganya adalah malaikat yaitu malaikat Jibril, malaikat Mikail dan Malaikat Israfil yang menyerupai manusia untuk memenuhi perintah Allah menyampaikan berita gembira kepada Nabi Ibrahim berupa kelahiran seorang anak dari rahim Sayyidatina Sarah yang sudah berumur lanjut yang kelak akan lahir Nabi Ishaq dan lahir pula cucu yaitu Nabi Ya’qub bapak dari Nabi Yusuf. Kisah tentang tamu ini diabadikan dalam alQuran surat adz Dzariyat ayat 24. Disebutkan :
هَلۡ أَتَىٰكَ حَدِيثُ ضَيۡفِ إِبۡرَٰهِيمَ ٱلۡمُكۡرَمِينَ
Sudahkah sampai kepadamu (Muhammad) cerita tamu Ibrahim (malaikat-malaikat) yang dimuliakan? ( Adz-Dzariyat, Ayat 24)
Dalam surat adz Dzariyat ayat 24-27 dengan sangat indah menjelaskan adab dalam menjamu dan menerima menghormati tamu (publik). Hal ini memberikan pelajaran atas pentingnya pelayanan prima terhadap para masyarakat sebagai objek layanan diperlakukan selayaknya “tamu (guest)” yang harus dimuliakan. Bahkan memuliakan Tamu adalah bagian integral dari keimanan. Sebagaimana sabda nabi :
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ. (رواه البخاري ومسلم)
Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah shallallahu`alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya” (Riwayat Bukhari dan Muslim)
Pelajaran yang dapat di petik dari kisah Ibrahim dan tamunya dalam surat ad dzariyat ayat 24-27 memberikan suatu pesan komunikasi pelayanan publik, sebagaimana berikut. Antara lain :
1. Memberikan perhormatan awal melalui greeting dan salam penerimaan yang dapat membuat publik senang dan merasa tersanjung dengan penghormatan itu. Hal demikian disebutkan dalam al Quran:
إِذۡ دَخَلُواْ عَلَيۡهِ فَقَالُواْ سَلَٰمٗاۖ قَالَ سَلَٰمٞ قَوۡمٞ مُّنكَرُونَ
(Ingatlah) ketika mereka masuk ke tempatnya lalu mengucapkan, “Salaman” (salam), Ibrahim menjawab, “Salamun” (salam). (Mereka itu) orang-orang yang belum dikenalnya. (QS. Adz-Dzariyat, Ayat 25)
Ayat ini memberikan sebuah informasi sekaligus kerangka adab dan kesantunan dalam berkomunikasi layanan, yaitu bahwa perlu adanya greeting berupa salam pembuka yang dapat membuat publik yang dilayani merasa tersanjung karena mendapatkan sambutan yang hangat dan terhormat.
2. Memberikan pelayanan haruslah memenuhi unsur kecepatan dalam layanan. Hal ini yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim saat meminta kepada istrinya (sy. Sarah) untuk menyiapkan makanan terenak secara cepat. Hal demikian diabadikan oleh Allah dalam ayat berikut :
فَرَاغَ إِلَىٰٓ أَهۡلِهِۦ فَجَآءَ بِعِجۡلٖ سَمِينٖ
Maka diam-diam dia (Ibrahim) pergi menemui keluarganya, kemudian dibawanya daging anak sapi gemuk (yang dibakar), (QS. Adz-Dzariyat, Ayat 26)
Dalam memberikan pelayanan atas “tamu (guest)” yaitu masyarakat layanan haruslah memberikan suguhan yang terbaik. Sebagaimana dilakukan oleh Nabi Ibrahim dengan meminta kepada istrinya untuk menyiapkan suguhan terbaik berupa anak sapi atau sapi guling bakar yang dipilihkan dari sapi yang gemuk terbaik. Sebagaimana disebutkan dalam ayat 26 tersebut di atas. Suguhan terbaik dalam konteks pelayanan bisa jadi adalah tempat, sikap penerimaan, suasana dan konsumsi. Yang dimaksud tempat adalah mulai dari pintu masuk yang terpampang jelas nama dan branding kantor atau institusi layanan, tempat parkir, penunjuk arah, alur layanan, ruang tunggu, tempat duduk, yang kesemuanya haruslah mampu membuat nyaman bagi masyarakat yang membutuhkan layanan. Termasuk dalam kenyamanan tempat adalah warna gedung yang membuat suasana lebih rileks, santai dan damai, desain interior yang membuat para pengunjung atau para tamu merasa nyaman, elsklusif dan rapi indah sehingga terkesan homely (selayaknya rumah sendiri). Alur pelayanan dapat diakses dengan mudah, memudahkan dan mempercepat proses layanan. Selanjutnya adalah sikap layanan dari para petugas layanan yang dirasakan nyaman, friendly (bersahabat), terasa dekat, terbuka dan melayani.
3. Dalam pelayanan maka selayaknya petugas layanan atau institusi pemberi layanan perlu mengetahui kebutuhan dan keinginan dasar yang diharapkan oleh publik penerima layanan. Hal ini disebutkan dalam FirmanNya :
فَقَرَّبَهُۥٓ إِلَيۡهِمۡ قَالَ أَلَا تَأۡكُلُونَ
lalu dihidangkannya kepada mereka (tetapi mereka tidak mau makan). Ibrahim berkata, “Mengapa tidak kamu makan.” (QS. Adz-Dzariyat, Ayat 27)
Dijelaskan pula dalam tafsir ayat tersebut oleh ibnu katsir bahwa tidak selayaknya seorang tuan rumah bertanya mau makan atau minumn apa kepada tamunya. Melainkan tuan rumah harus mengerti (mengenali dengan empati) atas tamunya kemudian memberikan suguhan terbaiknya. Hal ini memberikan pengertian bahwa pemberi layanan haruslah mengetahui kebutuhan dasar dari publik terlebih dahulu sebelum memberikan layanan. Hal demikian sebagai bukti empati dan peduli terhadap masyarakat penerima layanan sehingga pelayanan yang diberikan benar-benar sesuai kebutuhan dan dapat memenuhi ekspektasi mereka yang akan membuat mereka puas atas layanan hingga kemudian bersedia loyal.
Penulis KH Akhmad Muwafik Saleh Pengasuh Pesma Tanwirul Afkar dan Dosen FISIP UB