oleh | Akhmad Muwafik Saleh
Fokus kajian komunikasi profetik berlandaskan pada teks-teks sumber wahyu dari ayat-ayat al Quran dan hadist nabi yang sangat lengkap dan sempurna dalam menjelaskan berbagai fenomena dan peristiwa dalam berbagai realitas manusia melalui pesan-pesan yang disembunyikan dalam berbagai teks tersebut sehingga memberikan ruang untuk dapat mengungkap berbagai rahasia di balik teks sumber wahyu itu. Salah satu teks yang menarik untuk diungkap adalah fenomena kata قل “Qul” (Katakanlah !) yang banyak tersebar dalam Firman Allah swt dalam al quran. Contoh :
قل هو الله احد، قل يا ايها الكافرون، قل ان كنتم تحبون الله فاتبعواني dsb
Kata Qul, قل berasal dari kata kerja (fiil) قال , يقول artinya berkata, berucap. Kemudian pada kata kerja perintah (fiil amr) menjadi قل، artinya: “katakanlah !”. Maknanya adalah suatu pesan perintah atau instruksi dari yang memiliki kekuasaan lebih tinggi kepada yang lebih rendah. Kata kerja perintah adalah suatu pesan komunikasi yang diproduksi saat seseorang yang berada dalam realitas dialogis antara individu dengan orang lain dalam suatu peran dimana sang pemberi perintah adalah lebih berkuasa daripada yang diperintah. Dalam konteks teks al quran maka kata qul diproduksi oleh Allah swt sebagai pemilik teks yang disampaikan kepada penerima pesan yaitu Rasulullah saw untuk disampaikan langsung kepada orang atau sekelompok orang yang sedang berkomunikasi atau berdialog dengan Rasulullah pada saat itu. Karena Allah swt sebagai Penguasa Kehidupan dan pemilik kuasa teks atau pemberi perintah maka Rasulullah saw sebagai penerima perintah yang berada dibawah kuasaNya tentu wajib tunduk dan taat tanpa boleh mengurangi sedikitpun pesan perintah yang diberikan untuk disampaikan atau dilanjutkan penyampaiannya kepada objek yang dituju. Sebagaimana contoh terkait dengan Firman Allah swt Surat Al Kaafiruun, قل يا ايها الكافرون dst.
Firman Allah ini terkait dengan sebuah peristiwa disaat orang-orang kafir Quraisy mengajak dan menawarkan ide pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk menyembah berhala-berhala mereka selama satu tahun, lalu mereka akan menyembah Allah selama satu tahun. Sebagaimana dijelaskan dalam tafsir ibnu Katsir berdasarkan Ibnu Ishaq meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Walid bin Mughirah, Ash bin Wail, Aswad bin Abdul Muthalib dan Umayyah bin Khalaf menemui Rasulullah saw. Mereka mengatakan, “Wahai Muhammad, marilah kami menyembah Tuhan yang kamu sembah dan kamu menyembah Tuhan yang kami sembah. Kita bersama-sama ikut serta dalam perkara ini. Jika ternyata agamamu lebih baik dari agama kami, kami telah ikut serta dan mengambil keuntungan kami dalam agamamu. Jika ternyata agama kami lebih baik dari agamamu, kamu telah ikut serta dan mengambil keuntunganmu dalam agama kami.”
Terkait dengan tawaran ini maka Allah swt secara langsung turun tangan untuk memberikan solusi kepada Rasulullah saat menghadapi persoalan tersebut untuk memberikan jawaban dialogis kepada lawan dialognya yaitu beberapa orang kafir yang hadir menawarkan ide.
Proses pengambilalihan pesan dialog merupakan wujud kepedulian dan tanggungjawab penuh dari Allah sang pemilik kebenaran yang telah memerintahkan dan mengutus RasulNya untuk menyampaikan pesan-pesan nilai kebenaran sumber wahyu kepada ummat manusia. Hal ini ini memberikan satu kesan bahwa Pesan yang ingin disampaikan kan adalah sesuatu yang penting dan dampak atas pesan tersebut sangat lelah besar bagi sebuah perubahan sosial l-men uju hal ini memberikan satu kesan bahwa pesan yang ingin disampaikan adalah sesuatu yang penting dan dampak atas pesan tersebut sangatlah besar bagi sebuah perubahan sosial menuju realitas perubahan yang diharapkan.
Sementara Rasulullah sebagai penerima pesan hanya menjalankannya dan berpasrah diri atau bertawakal atas dampak yang dihasilkan dari pesan tersebut. Hal ini memberikan suatu kesan bahwa perubahan sosial di dalam Islam sepenuhnya nya mengikuti instruksi dari Allah dan menegaskan pulang bahwa perubahan sosial bukanlah atas kehendak kuasa dan hasil Karsa pemikiran manusia melainkan bahwa perubahan realitas sosial sepenuhnya menjadi hak kuasa Allah karsa dan pemikiran manusia, melainkan bahwa perubahan sosial sepenuhnya menjadi hak kuasa Allah (konstruk ilahiyah) sementara tugas manusia hanyalah mengupayakannya dengan mendasarkan pada kehendak Allah melalui aturan dan panduannya. Artinya realitas haruslah tunduk pada konstruksi ketuhan dan bukan pada akal pikiran (hawa nafsu) manusia.
Sehingga perubahan realitas sosial masyarakat yang melalui berbagai penaklukan tidaklah disebut penjajahan, imperialime، atau اختلال، melainkan pembebasan, pembukaan, pencerahan yaitu dengan istilah Fathu (فتح). Hal ini seakan memberikan sebuah kesan bahwa kehadiran Islam membawa kebaikan dan membebaskan manusia dari kegelapan menuju cahaya, dari sesuatu yang awalnya terjajah atau terampas (pikiran dan tindakan) menjadi terlebas dan bebas merdeka. Karena sejatinya islam mencerahkan pemikiran sebagaimana Islam telah merubah realitas masyarakat Eropa yang pada awalnya berada dalam kegelapan dan keterbelakangan (Dark Age) berubah menjadi tercerahkan (aufklarung) hingga renaisance hingga menjadi seperti halnya realitas Eropa saat sekarang ini.
Fenomena kata “Qul” berarti cara komunikasi ilahiyah atau ketuhanan dalam mendorong manusia pada perubahan realitas yang diinginkan dalam bingkai nilai-nilai kebenaran ilahiyah. Dengan kata lain, fenomena Qul adalah model komunikasi profetik dalam mempersuasi publik menuju perubahan sosial berupa penerimaan pada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran Islam yang rahmatan lil aalamiin.