KANAL24, Jakarta – Perkembangan industri financial technology (fintech) sangat pesat dalam beberapa tahun terakhir dan diperkirakan akan terus mengalami pertumbuhan. Namun dalam perjalanannya belum banyak perusahaan fintech yang belum memanfaatkan Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui IPO (Initial Public Offering) untuk mendapatkan permodalan.
Padahal menjamurnya fintech karena kemudahan masyarakat dalam mengakses pembiayaan.
Dickie Widjaja, Wakil Sekretaris Jenderal AFTECH (Asosiasi Fintech Indonesia) menjelaskan bahwa sekitar 28 persen perusahaan fintech mendapatkan permodalannya dari ekuitas swasta, 23 persem dari dana sendiri, 19 persen dari angel investor, dan 13 persen dari modal ventura (venture capital).
“Pemanfaatan bursa, khususnya melalui IPO sebagai salah satu opsi untuk mendukung permodalan penyelenggara fintech yang umum dilakukan diluar negeri, saat ini di Indonesia belum banyak digunakan,” ujar Dickie dalam keterangannya, Kamis (1/4/2021).
Menurut Dickie, pertumbuhan industri fintech diperkirakan akan terus meningkat seiring dengan percepatan digitalisasi serta literasi keuangan masyarakat. Performa dari perusahaan fintech juga diekspektasi akan terus meningkat, meski tidak lepas dari berbagai tantangan termasuk permodalan perusahaan. Oleh sebab itu IPO menjadi salah satu alternatif yang patut dicoba oleh fintech dalam memenuhi kebutuhan pembiayaan.
“Pertumbuhan industri fintech di Indonesia terus meningkat. Hal ini dapat dilihat dari naiknya jumlah penyelenggara fintech yang memiliki status perizinan, ragam layanan keuangan digital yang ditawarkan, serta tingkat pemanfaatannya di masyarakat,” pungkasnya.
Senada dengan Dickie, Pandu Patria Sjahrir, Komisaris BEI, menyampaikan bahwa secara umum perusahaan-perusahaan teknologi di Indonesia, termasuk fintech, sudah cukup mature untuk bisa go public. Meskipun demikian, ia menyadari bahwa pemahaman investor publik di Indonesia mengenai perusahaan teknologi masih perlu ditingkatkan.
Terkait dengan cara menilai perusahaan, misalnya, publik cenderung melihat berapa price to earning (PE), padahal terdapat cara-cara lain dalam melakukan penilaian. Sedangkan untuk regulasinya, saat ini BEI terus berdiskusi dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengenai beberapa hal. Dia berharap agar para penyelenggara fintech terdorong untuk menjajaki strategi penguatan permodalan perusahaan melalui pasar modal.
“Tapi satu hal yang ingin saya ingatkan, fintech di Indonesia akan terus mengalami pertumbuhan lebih banyak lagi, sehingga akan berperan sangat besar terutama dari sisi inklusi keuangan dan ini bisa menjadi masa depan Indonesia,” kata Pandu.(sdk)