Oleh: Aminullah A.M,. MSc. Fin Dosen FEB UB dan Pakar Ekonomi Islam
Dari Muadz bin Jabal bahwa Nabi Muhammad ﷺ bersabda: “Kedua kaki seorang hamba tidak akan tergelincir ke dalam neraka sampai ditanya tentang empat hal: tentang umurnya bagaimana ia habiskan, tentang masa mudanya bagaimana ia lewati, tentang hartanya darimana dihasilkan dan kemana ia salurkan, dan tentang ilmunya apakah ia amalkan” (HR. Tabrani dan Bazzar).
Umur dan masa muda merupakan dua hal penting yang dilalui berkenaan dengan waktu. Allah ﷻ telah bersumpah dalam Al-Qur’an berkaitan dengan waktu. Hal itu membuktikan bahwa waktu merupakan sesuatu yang sangat penting dan memiliki nilai yang tak terhingga. “Demi waktu fajar. Dan malam yang sepuluh” (QS. Al-Fajr: 1-2). “Demi waktu Dhuha (waktu matahari sepenggalahan naik). Dan demi malam apabila telah sunyi (gelap)” (QS. Adh-Dhuha: 1-2).
Waktu sangat berharga dan merugilah orang-orang yang menyia-nyiakannya untuk kegiatan yang tidak bermanfaat.
وَالْعَصْرِ ۙ اِنَّ الْاِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ ۙ اِلَّا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا وَعَمِلُوا الصّٰلِحٰتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ ەۙ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْر ِ
“Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran” (QS. Al-‘Ashr: 1-3).
Waktu itu cepat berlalu dan tidak akan terulang kembali. “Dan (ingatlah) akan hari (yang waktu itu) Allah mengumpulkan mereka, (mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia) hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka tidak mendapat petunjuk” (QS. Yunus: 45).
Waktu adalah modal manusia yang sudah semestinya digunakan untuk hal-hal yang produktif. Imam al-Hasan al-Bashri rahimahullah berkata: “Wahai Ibnu Adam (manusia), kamu itu hanyalah (kumpulan) hari-hari, tiap-tiap satu hari berlalu, hilang sebagian dirimu”. Oleh karena itu, Syekh Abdullah Azzam pernah berkata: “Jika Anda tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang besar, maka ia akan disibukkan dengan hal-hal yang remeh”.
Waktu yang dimiliki hendaknya dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya dan tidak menunda-nunda amalan, karena kita tidak pernah tahu batas waktu yang diberikan Allah ﷻ kepada kita. Al-Hasan berkata: “Wahai anak Adam, janganlah engkau menunda-nunda (amalan-amalan), karena engkau memiliki kesempatan pada hari ini, adapun besok pagi belum tentu engkau memilikinya. Jika engkau bertemu besok hari, maka lakukanlah pada esok hari itu sebagaimana engkau lakukan pada hari ini. Jika engkau tidak bertemu esok hari, engkau tidak akan menyesali sikapmu yang menyia-nyiakan hari ini”.
Dari Ibnu Abbas RA, Rasulullah ﷺ pernah menasehati seseorang,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: 1) Waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu, 2) Waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, 3) Waktu kayamu sebelum datang masa kefakiranmu, 4) Waktu luangmu sebelum datang masa sibukmu, 5) Hidupmu sebelum datang matimu” (HR. Al-Hakim).
Baca juga:
Ekonomi Puasa Solusi Permasalahan Bangsa
Rasulullah ﷺ bersabda dalam hadist yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas: “Dua nikmat di mana banyak manusia yang tertipu; nikmat kesehatan dan waktu luang” (HR. Bukhari). Waktu luang yang tidak diisi dengan kegiatan positif tentu akan menjadi ancaman bagi seseorang untuk diisi dengan hal-hal yang negatif. Oleh karena itu, hendaknya kita rajin mengevaluasi setiap waktu yang telah kita habiskan agar tidak terjerumus dalam kelalaian.
“Orang yang berakal dan dapat mengendalikannya, seharusnya memiliki empat waktu: pertama, waktu bermunajat kepada Allah; kedua, waktu untuk mengintrospeksi diri; ketiga, waktu untuk memikirkan ciptaan Allah; keempat, waktu untuk memenuhi kebutuhan jasmani dari minuman dan makanan” (HR. Ibnu Hibban).
Dari sekian banyak pembahasan terkait waktu, mengapa mayoritas manusia sering disibukkan dengan urusan yang terakhir, yaitu terlalu sibuk dengan pemenuhan kebutuhan dan keinginan jasmaninya? Sekiranya tingkat keimanan seorang individu muslim dapat diketahui dari kebiasaan dan kesibukannya sehari-hari dalam menghabiskan waktunya, maka dapat diketahui apakah ia tergolong seorang mukmin atau muslim.
Wallahu a’lam bisshowab.