KANAL24, Malang – Bagi anda yang menderita penyakit diabetes, ada beberapa catatan yang perlu diperhatikan saat akan menjalani ibadah puasa di Bulan Ramadan nanti. Pertama adalah komplikasi yang disebut hipoglikemi yakni kadar gula darah terlalu rendah. Seperti yang diketahui, otak hanya bisa menerima glukosa sebagai sumber energi, akibatnya apabila gula darah terlalu rendah, maka mulai ada keluhan susah berpikir, pusing, sakit kepala sampai kepada penurunan kesadaran.
“Lalu ada hyperglikemi yaitu gula darah yang meningkat, bisa diatas 250 lebih tapi yang menjadi patokan adalah ada keluhan atau gejala sampai dengan penurunan kesadaran. Ada kondisi emergency yang kita kenal sebagai diabetic ketoacidosis adalah kondisi gula darah yang meningkat secara ekstrem,” tutur dr.Rulli Rosandi, SpPD-KEMD saat menjadi narasumber pada Bincang Diabetes dan Ramadan FK UB-RSSA, Jumat (2/4/2021).
Lanjutnya, kondisi akut lain disebut dehidrasi yakni asupan cairan yang rendah apabila diimbangi dengan kadar gula yang meningkat. Kadar gula yang meningkat akan menyebabkan peningkatan frekuensi dioresis atau berkemih sehingga makin banyak buang air kecil.
“Sudah asupannya rendah ditambah dioresis makin banyak sehingga cenderung untuk menjadi dehidrasi, keadaan ini juga bisa mencetuskan beberapa komplikasi yang bisa menimbulkan masalah pada pasien-pasien diabetes yang hendak berpuasa,” imbuhnya.
Lalu, ada resiko komplikasi makrovaskula, yakni komplikasi yang mengenai pembuluh darah besar. Contohnya, stroke, penyakit jantung coroner,dan gagal jantung. Resiko komplikasi makrovaskular mungkin terjadi jika tidak melakukan penapisan pada pasien-pasien yang hendak berpuasa. Kemudian mikro vascular, yakni gagal ginjal kronik karena makin banyak pasien-pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjalnya.
Rulli menyarankan pasien-pasien dengan masalah ginjal dan diabetes sebaiknya sudah melakukan diskusi dengan dokter 3 bulan sebelum Ramadan. Kemudian untuk pasien diolisis yang rutin cuci darah apabila memang memaksakan untuk berpuasa memang perlu ada strategi yang bisa didiskusikan dengan dokternya kerena ini bersifat sangat individual. Sementara, untuk pasien cangkok ginjal, selama masih stabil bisa melakukan ibadah puasa seperti biasa tetapi dengan pemantauan yang lebih tepat.
“Pengawasan berkala, hidrasi juga penting diperhatikan tidak boleh kurang tetapi juga tidak boleh berlebihan, dan hindari makanan yang tinggi kalium,” tegasnya.
Adapun faktor-faktor yang berpengaruh dalam menjalani puasa terbagi menjadi faktor terkait Ramadan, faktor terkait diabetes, dan faktor yang terkait dengan individu. Faktor terkait Ramadan seperti lamanya waktu berpuasa, musim saat puasa, cuaca, lokasi geografis, dan perubahan sosial. Untuk faktor terkait diabetes seperti tipe diabetes, lama diabetes, komplikasi, terapi, riwayat hiplogikemi, layanan kesehatan. Sementara faktor terkait dengan individu meliputi usia, jenis pekerjaan, hamil menyusui, pola makan, jadwal olahraga, motivasi dan pandangan personal.
“Perlu ada stratifikasi resiko untuk menentukan bagaimana resiko pasien dalam menyambut puasa Ramadan. Pasien dengan resiko rendah antara 0-3 relatif aman melakukan ibadah puasa.
Sementara resiko sedang antara 3.5-6, perlu evalusai medis seperti penyesuaian terapi meski rekomendasi religis bisa menjalankan ibadah puasa, namun harus konsultasi terlebih dahulu dengan dokter. Dan pasien dengan resiko tinggi lebih dari 6, maka puasa relative beresiko,” tandasnya. (Meg)