Salah satu diantara relief-relief yang dipahatkan pada sembilan buah balok bata koleksi Museum Panji di Tumpang Kabupaten Malang bergambarkan perempuan bertubuh ular atau mungkin ikan. Figur digambarkan dalam wujud antropomorfis, yakni setengah manusia setengah binatang,.Penggambaran secara antropomorfis umumnya diberikan untuk makhluk mitologis Unsur manusia pada pahatan ini hanya tampil di bagian kepala, berupa wajah dan aksesoris perempuan berambut panjang tergerai. Unsur binatang hadir pada tubuhnya yang menyerupai tubuh ular, namun ekornya lebih mirip dengan ekor ikan. Figur makhluk mitologis siapakah yang dimaksud?
Dalam mutologi Jawa ada pengganbaran perihal petempuan berambut panjang tergerai dengan tubuh ular bersisik-sisik emas. Makhluk mitologis ini dikenal dengan sebutan “Nyi Blorong”, dan dipercaya sebagai “prewangan” yang mampu nendatangkan harta. Sisiknya berupa uang-uang logam yang berbahan emas. Ketika berjalan timbul bunyi “bergerincing”. Seletah sampai di tempat kediaman pemeliharanya, tubuh dan ekornya dikibas-kubaskan untuk menanggalkan koin-koin emas yang menempel di tubuhnya. Konon ada anggapan terdapat orang kaya tertentu yang asal kekayaannya berkat memelihara (ngingu) blorong.
Dalam kosa kata Jawa Kuna dan Jawa Tengahan kata “blorong” atau yang menyerupainya tidak kedapatan. Boleh jadi, mitos tentang Nyi Blorong baru hadir pasca abad XVII. Sebenarnya, pada Masa Hindu-Buddha terdapat makhuk mitologis wanita bertubuh dan berekor ular atau naga, yakni nagini atau jika berusia muda disebut “nagini kanya”. Dalam kisah Aridharma terdapat tokoh peran Nagini Kanya, takni putri Raja Naga. Namun, pada reluef cerita ini yang dipahatkan pada teras I candi Jajaghu, ia tak digambarkan secara antropomirfis sebagai manusia setengah naga, melainkan sebagai naga sepenuhnya
Kemungkinan lain, jika menilik ekirnya yang menyerupai ekor ikan, identifikasu mengarah kepada makhluk mutoligi yang dinamai “ikan duyung”, yanf digambarkan sebagai manusia setengah ikan. Berbeda dengan kata “blorong” yang tak terdapat dalan bahasa Jawa Kuna dan Jawa Tengahan, kata “duyung” kedapatan, yang menunjuk kepada : ikan duyung (halicora dugong). Istilah ini terdapat dalam teks kakawin Ramayana (15.26). Sayang sekali tak diperoleh gambaran menfenai fisik duyung, apakah bertubuh ikan sepenuhnya ataukah antropomorfis sebagai manusia setengah ikan.
Pada artefak yang berupa bata-bata berukir koleksi Museum Panji itu, terdapat pula pahatan berbentuk ikan. Bisa jadi, ketika relief ini dipahatkan, yang boleh jadi pada masa Hindu-Buddha, khususnya pada masa Majapahit, di pedalam Jawa Timur pada lingkungan “luar keraton”, mite mengenai ikan duyung yang berwujyd antropomorfis telah dikenal. Bahwa relief-relief itu berasal dari masa Hindu- Buddha terdukung oleh adanya pahatan berupa manusia berkepala gajah, yang amat mungkin menggambarkan Ganesya . Sayang sekali penulus belum mengunjungi sitys padamana rekuef ini berasal, dan hanya menyaksikannya sebagai “artefak lepas” koleksi museum.
Demikianlah paparan ringkas tentang relief makhluk mutologis yang bersujud manusia-ikan, yang bisa jadi adalah gambaran tentang “ikan duyung” sebagai makhluk mitoligis di Jawa nasa lalu. Mitologi mengenai perempuan bertubuh ikan, yang dalam mite Jawa disebut “ikan duyung”, boleh jadi telah ada pada Masa Hindu-Buddha, khususnya pada Masa Majapahit. Semoga berfaedah bagu penambahan pengetahuan tentang mitologi ikan duyung. Nuwun.
Sangkaling, 28 Maret 2019
Griya Ajar CITRALEKHA
M. Dwi Cahyono
Sejarahwan dan Budayawan Malang