KANAL24, Malang – Konsep smart decentralization dicetuskan oleh Prof.Dr. Fadel Muhammad untuk menangani permasalahan yang ada di daerah, seperti ketidaksesuaian peraturan yang dikeluarkan dengan kondisi baik geografis maupun social suatu daerah. Konsep tersebut mendapat tanggapan dari pakar administrasi publik.
Terkait dengan peran DPD dalam konsep smart decentralization, Andy F. Wijaya, Ph.D pakar Administrasi Publik FIA UB mengatakan bahwa menurut penelitian yang dilakukan oleh Charta Politica terkait dengan persepsi publik terhadap DPD yang mengambil 800 responden di 8 kota, membuktikan sebanyak 37,85% public percaya dengan DPD.
Kemudian sebesar 40,50% public tidak percaya terkait dengan DPD. Dan sebesar 22% public tidak tahu apa itu DPD. Hal ini menunjukkan bahwa peran DPD masih sangat minim untuk dapat sampai ke masyarakat.
“Desentralisasi saat ini, berhenti di level daerah belum dapat menjangkau di level masyarakat. Disini menurut hemat saya diharapkan peran DPD tidak boleh berhenti di daerah tapi harus terus lanjut sampai ke level masyarakat,” kata Andy.
Andy menambahkan ada tiga poin persoalan desentralisasi yang ada di Indonesia yakni persoalan terkait dengan keuangan daerah, SDM aparatur daerah, belanja pegawai rata-rata menghabiskan 36% dari dana transfer umum. kemudian juga yang tak kalah penting adalah persoalan terkait dengan regulasi yang harus di atasi untuk mendukung konsep smart desentralisasi ini.
Kapasitas desentralisasi ada 4 aspek, yakni aspek demokrasi yang terkait dengan pengambilan keputusan dan keikutsertaan pertisipasi masyarakat dan pemilihan di daerah. Aspek pembangunan, pembangunan yang dilakukan harus sesuai dengan persoalan yang ada di daerah, kesejahteraan masyarakat melalui pelayanan publik responsif. Aspek public private partnership yakni pengelolaan manajemen di daerah harus berkolaborasi dengan network dan market. Kemudian, aspek finansial relation terkait dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pendapat menguatkan juga disampaikan oleh Dr. Muhammad Nuh yang menjelaskan SMART. S yang berarti sustainability orientation artinya pemerintah baik pusat maupun daerah juga harus memperhatikan pembangunan yang berkelanjutan , M management quality misalnya saja untuk regulasi harus lebih dipermudah terutama yang di daerah supaya dapat membantu peningkatan ekonomi misalnya lewat investasi, A accountability and innovation pemerintah pusat bersama-sama dengan daerah harus mengkalkulasi dengan jeli dan terus berinovasi, R dengan responsives, dan T dengan Technology based information.
“Saat ini tidak bisa dihindari lagi penggunaan teknologo sebagai pendukung demokrasi dan manajemen pengelolaan daerah aagar lebih cepat, akurat dan akuntabel,” pungkas Nuh.(meg)