Kanal 24, Malang – Gunung Merbabu, salah satu destinasi favorit para pendaki di Jawa Tengah, akan menutup dua jalur pendakiannya pada bulan September 2025. Balai Taman Nasional Gunung Merbabu (BTNGMb) mengumumkan penutupan ini melalui akun Instagram resmi pada Selasa, 26 Agustus 2025.
Dua jalur yang ditutup adalah Wekas dan Thekelan. Jalur Wekas akan ditutup pada tanggal 5 hingga 7 September 2025. Penutupan sementara ini dilakukan karena adanya acara Merbabu Sky Run 2025, ajang lomba lari lintas alam yang rutin digelar setiap tahun. Sementara itu, jalur Thekelan ditutup lebih lama, yakni hingga 30 September 2025, karena adanya kegiatan pemeliharaan jalur pendakian.
Baca juga:
Staycation vs Vacation: Liburan Mana yang Cocok?
Pengumuman ini menimbulkan kekecewaan bagi sebagian pendaki, terutama yang sudah merencanakan pendakian melalui jalur Thekelan. Jalur ini dikenal memiliki keindahan pemandangan sekaligus tantangan tersendiri. Meski begitu, pihak pengelola menegaskan bahwa penutupan dilakukan demi keamanan dan kelancaran acara, serta perawatan jalur agar tetap layak digunakan di masa depan.
Prosedur Booking Tetap Berlaku
Bagi pendaki yang tetap ingin mendaki Gunung Merbabu melalui jalur lain, pengelola mengingatkan agar tetap melakukan booking online terlebih dahulu melalui laman resmi www.tngunungmerbabu.org. Sistem reservasi ini sudah lama diterapkan untuk mengatur jumlah pendaki sekaligus menjaga kelestarian alam di kawasan Taman Nasional Gunung Merbabu.
Dengan adanya penutupan dua jalur, otomatis jalur lain seperti Cuntel dan Suwanting akan menjadi pilihan alternatif. Namun, pendaki diminta untuk menyesuaikan kapasitas dan kesiapan masing-masing jalur agar tidak terjadi penumpukan pengunjung.
Merbabu Sky Run 2025
Salah satu alasan penutupan jalur adalah digelarnya Merbabu Sky Run 2025, sebuah event lari lintas alam atau trail run yang telah dikenal luas di kalangan pecinta olahraga ekstrem. Tahun ini, lomba akan digelar dengan empat kategori jarak, yaitu 5K, 10K, 21K, dan 42K.
Kategori terpendek 5K dengan elevasi 170 meter biasanya dipilih oleh peserta yang ingin menikmati pemandangan Merbabu tanpa terlalu terbebani fisik. Untuk tantangan lebih tinggi, ada kategori 10K yang menawarkan elevasi lebih menanjak.
Sementara itu, kategori 21K akan membawa pelari hingga ke puncak Gunung Merbabu dengan ketinggian 3.145 meter di atas permukaan laut. Adapun kategori 42K menjadi yang paling menantang karena rutenya melewati dua puncak sekaligus, yaitu Gunung Merbabu dan Gunung Andong, dengan total elevasi mencapai 4.290 meter.
Acara ini bukan pertama kalinya digelar. Pada 2023, Merbabu Sky Run berhasil menghadirkan 750 peserta. Setahun kemudian, jumlah peserta meningkat drastis menjadi 1.575 orang dengan lima kategori lomba. Tahun ini, antusiasme diperkirakan tetap tinggi mengingat keindahan Merbabu selalu menjadi daya tarik utama.
Polemik Booking Lahan Kemah
Sebelum kabar penutupan jalur, Gunung Merbabu sempat menjadi perbincangan publik karena beredarnya video seorang pendaki yang diusir saat mendirikan tenda. Video itu diunggah oleh akun Instagram @friendsadventure17 pada 1 Juni 2025. Narasinya menyebut bahwa pendaki tersebut diusir oleh rombongan lain yang datang menggunakan jasa open trip.
Kasus itu memunculkan diskusi panjang mengenai etika pendakian dan keadilan akses di gunung. BTNGMb kemudian memberikan klarifikasi bahwa setiap pendaki memiliki hak yang sama untuk mendirikan tenda, selama masih mengikuti aturan yang berlaku.
Dalam unggahan resmi, pihak BTNGMb menegaskan bahwa pendakian bukan hanya soal menaklukkan gunung, tetapi juga tentang kewajiban menjaga alam dan berbagi ruang. Gunung adalah habitat satwa liar sekaligus kawasan konservasi yang harus dijaga bersama.
“Pendakian sejatinya adalah tentang kewajiban, hak, dan berbagi, bukan mendominasi,” tulis pihak BTNGMb dalam pernyataannya.
Aturan yang Tetap Berlaku
Pihak pengelola juga mengingatkan bahwa meski gunung terbuka untuk umum, bukan berarti semua orang bisa berlaku seenaknya. Jalur pendakian Merbabu sebagian besar berada di kawasan konservasi dan hutan lindung. Pengelolaan kawasan ini berada di bawah tanggung jawab negara dengan mengutamakan prinsip kelestarian, keselamatan, serta keadilan akses.
Hal ini sejalan dengan regulasi yang berlaku, di antaranya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Perubahan atas UU Kehutanan, serta Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Aturan terbaru juga ditegaskan dalam UU Nomor 32 Tahun 2024 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dengan dasar hukum tersebut, pengunjung diingatkan untuk mematuhi segala aturan, baik mengenai jumlah pendaki, larangan membuang sampah sembarangan, hingga larangan mendirikan tenda di area yang tidak diperbolehkan.
Baca juga:
Hidden Gem Malang dengan Pesona Alami
Menjaga Merbabu untuk Generasi Mendatang
Gunung Merbabu bukan hanya destinasi wisata alam, tetapi juga bagian penting dari ekosistem pegunungan di Jawa Tengah. Keindahan puncak dengan ketinggian 3.145 meter di atas permukaan laut, hamparan sabana, serta pemandangan Gunung Merapi dari kejauhan selalu menjadi magnet bagi para pendaki.
Namun, menjaga keindahan itu tidak bisa hanya dilakukan oleh pengelola. Setiap pendaki memiliki peran besar untuk menjaga kebersihan, menghormati sesama, dan tidak merusak lingkungan.
Dengan adanya penutupan jalur sementara, diharapkan masyarakat semakin memahami bahwa pendakian tidak hanya soal mencapai puncak, melainkan juga soal tanggung jawab menjaga alam.