Kanal24, Malang – Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya (FAPET UB) terus menunjukkan kiprahnya dalam mendukung ketahanan pangan nasional di tengah tantangan hilirisasi riset dan transformasi industri peternakan modern. Sebagai salah satu fakultas tertua di UB, FAPET telah memainkan peran penting dalam melahirkan lulusan, peneliti, dan inovator yang berkontribusi langsung terhadap kemajuan sektor peternakan Indonesia. Melalui berbagai program seperti penguatan riset terapan, kemitraan industri, serta pemberdayaan masyarakat melalui sekolah lapang, fakultas ini menegaskan komitmennya untuk menghadirkan hasil penelitian yang tidak hanya berorientasi akademik, tetapi juga berdampak nyata bagi peternak dan dunia usaha.
Komitmen dan refleksi tersebut diwujudkan dalam penyelenggaraan Tasyakuran Dies Natalis ke-64 Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya, yang diselenggarakan oleh Fakultas Peternakan UB di lingkungan kampus Universitas Brawijaya, Malang, pada tahun 2025. Acara ini menjadi momentum penting bagi sivitas akademika untuk mengenang perjalanan panjang FAPET UB, sekaligus memperkuat semangat kolaborasi antara akademisi, industri, alumni, dan pemerintah dalam membangun masa depan peternakan yang cerdas dan berkelanjutan.
Baca juga:
UB dan Wageningen Jalin Sinergi Riset Pangan Internasional

FAPET UB dan Kiprah 64 Tahun Inovasi
Selama lebih dari enam dekade berdiri, Fakultas Peternakan UB telah menorehkan beragam prestasi akademik dan kontribusi nyata bagi dunia peternakan Indonesia. Dalam sambutannya, Prof. Dr. Ir. Muhammad Halim Natsir, S.Pt., M.P., ASEAN Eng., selaku Dekan FAPET UB, menyampaikan bahwa perjalanan panjang fakultas ini tidak hanya ditandai oleh pencapaian ilmiah, tetapi juga peran strategis dalam menghadirkan solusi terhadap isu ketahanan pangan dan keberlanjutan industri peternakan.
“Sejak empat tahun terakhir, kami sangat masif dalam menjalin kerja sama dengan industri. Hal ini menjadi kunci bagi keberlanjutan fakultas, karena ketahanan pangan harus selalu terjaga,” ujar Prof. Halim. Ia menambahkan bahwa di tengah kebijakan hilirisasi penelitian nasional, FAPET UB menjadi salah satu fakultas yang berhasil menyalurkan hasil riset dosen ke masyarakat melalui program sekolah lapang di berbagai daerah, seperti Pasuruan, Kanjuruhan, dan Bojonegoro, dengan total peserta mencapai 400 orang.
Sinergi Riset dan Dampak Nyata ke Masyarakat
Dalam pelaksanaan program akademik dan penelitian, FAPET UB menitikberatkan pada proses kolaboratif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, baik dari sektor pemerintah, industri, maupun lembaga luar negeri. Melalui konsep hilirisasi penelitian, hasil riset para dosen tidak berhenti di meja laboratorium, melainkan diimplementasikan langsung pada masyarakat peternak.
Kegiatan sekolah lapang yang dijalankan menjadi contoh konkret penerapan hasil penelitian ke dunia praktik. Di wilayah Pasuruan misalnya, kegiatan tersebut melibatkan lebih dari 300 peternak yang mendapat pelatihan langsung dari dosen dan mahasiswa mengenai manajemen ternak dan pengembangan usaha berbasis sains. “Inilah yang kami maksud dengan riset yang mengenak ke masyarakat. Kami ingin penelitian dosen tidak hanya dipublikasikan, tetapi juga membawa perubahan nyata di lapangan,” jelas Prof. Halim.
Selain itu, peningkatan tajam sebesar 400% dalam perolehan dana hibah riset eksternal menjadi bukti nyata reputasi akademik FAPET UB di kancah nasional dan internasional. Fakultas ini juga tercatat memiliki pertumbuhan signifikan dalam publikasi ilmiah, paten, dan sitasi, yang semuanya memperkuat posisi UB sebagai pusat unggulan riset peternakan di Indonesia.
Kolaborasi Industri dan Pemberdayaan Alumni
Salah satu kekuatan utama Fakultas Peternakan UB adalah jejaring alumni dan kemitraan industrinya yang luas. Program “Alumni Back to Campus” yang dijalankan secara berkelanjutan menjadi wadah berbagi pengalaman antara lulusan sukses dengan mahasiswa aktif. Dari semester lalu hingga tahun ini, lebih dari 387 alumni telah kembali ke kampus untuk berkontribusi dalam pengembangan akademik dan karier mahasiswa.
FAPET UB juga menjalin kerja sama erat dengan berbagai perusahaan ternama, baik di dalam maupun luar negeri. Salah satu contohnya adalah kemitraan dengan Yamamoto B Farm Jepang, yang setiap tahun menerima sekitar 15 mahasiswa FAPET UB untuk mengikuti program magang kerja sekaligus belajar (working and learning program).
“Beberapa mahasiswa kami bahkan diterima bekerja di sana setelah magang. Ini bentuk nyata kolaborasi global yang memberi manfaat langsung bagi lulusan,” tutur Prof. Halim.
Selain itu, FAPET UB turut menggandeng industri nasional dalam bentuk hibah CSR untuk pembangunan fasilitas kandang modern, mulai dari broiler, layer, hingga ternak ruminansia. Kolaborasi ini tidak hanya memperkuat pendidikan vokasional mahasiswa, tetapi juga mendukung pengembangan model smart farming yang kini mulai diterapkan secara luas di dunia industri peternakan.
Menuju Era Peternakan Cerdas dan Berkelanjutan
Memasuki usia ke-64, Fakultas Peternakan UB bertekad melangkah menuju era Smart Farming, di mana teknologi, data, dan inovasi menjadi fondasi utama pembangunan peternakan modern. Prof. Halim menegaskan bahwa tantangan masa depan menuntut fakultas untuk lebih adaptif terhadap perubahan dan terbuka terhadap transformasi digital di sektor peternakan.

“Dengan hadirnya program studi baru dan kerja sama industri yang semakin kuat, kami berharap FAPET UB dapat menjadi pelopor peternakan cerdas di Indonesia. Ini sejalan dengan program ketahanan pangan nasional yang digagas pemerintah,” ungkapnya.
Selain refleksi capaian, momen tasyakuran ini juga menjadi penghormatan terhadap jasa para pendiri fakultas, termasuk almarhum drh. Vape, pelopor awal berdirinya FAPET UB. Keluarga ia baru-baru ini menyerahkan naskah autobiografi kepada fakultas, yang kini sedang disunting untuk diterbitkan sebagai bagian dari dokumentasi sejarah fakultas.
Dengan semangat kebersamaan, inovasi, dan dedikasi untuk bangsa, Fakultas Peternakan UB terus berkomitmen menjaga eksistensinya sebagai salah satu pilar penting dalam mewujudkan kedaulatan pangan Indonesia. Enam puluh empat tahun bukan sekadar usia, melainkan bukti keteguhan langkah menuju masa depan peternakan yang cerdas, mandiri, dan berkelanjutan. (nid/yor)










