KANAL24, Surabaya – Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika Provinsi Jawa Timur, Drs Benny Sampirwano MSi, menyebut Diskominfo Jatim aktif membantu publikasi dan promosi OPOP dengan dua metode utama. Pertama, dengan pendekatan below the line. Ini merupakan publikasi dengan mendekatkan Program OPOP ke masyarakat agar lebih memahami dan terbuka terhadap program dan produk pesantren. Sebagai contoh, kegiatan Kopilaborasi Sambang Pesantren.
Kedua, yaitu metode above the line, yang merupakan publikasi melalui media mainstream seperti TV, Radio serta media sosial untuk memperkenalkan produk dan program di masing-masing pesantren.
Dalam kesempatan ini, Benny juga menanggapi beredarnya hoaks di masyarakat bahwa Program OPOP dikhawatirkan megganggu fokus para santri dalam menuntut ilmu. Menurutnya, kunci dalam memberantas Hoaks salah satunya dengan meningkatkan literasi.
“Masyarakat dapat mengajukan aduan kepada Diskominfo melalui media sosial Diskominfo dan website. Selanjutnya Dinas Kominfo akan mengecek apakah ada nama dan nomor telepon yang dapat dikontak untuk melakukan klarifikasi yang hasil selanjutnya akan diberitakan kembali ke masyarakat di berbagai sosial media,” ujar Benny.
Tak hanya itu, masyarakat bisa melakukan screen capture disertai alamat link, kemudian mengirimkan data ke [email protected]. Kiriman aduan segera diproses setelah melalui proses verifikasi.
“Masyarakat tidak perlu khawatir karena kerahasiaan pelapor dijamin dan aduan konten dapat dilihat di laman web trustpositif.kominfo.go.id. Klarifikasi akan diupload pula di media sosial Dinas Kominfo Jatim, sehingga masyarakat dapat membagikan info tersebut dengan mudah,” terangnya.
Sekretaris OPOP Jatim, Mohammad Ghofirin, menyampaikan, Provinsi Jawa Timur saat ini memiliki lebih dari 6000 pesantren dan merupakan seperempat populasi pesantren di Indonesia. Hal ini merupakan potensi yang sangat besar dan harus terus didukung agar Pesantren mampu berkembang ke arah yang lebih baik.
Dalam program OPOP Jatim, terdapat tiga pilar utama yang diterapkan, yaitu Santripreneur, Pesantrenpreneur, dan Sosiopreneur. Dalam Santripreneur, para santri diajari dilatih dan dalam berwirausaha tanpa mengesampingkan proses belajar mengajar.
Sedangkan Pesantrenpreneur, yakni OPOP menfasilitasi peningkatan tatakelola organisasi dan tatalaksana usaha yang baik bagi pesantren. Untuk Sosiopreneur, yaitu OPOP mendorong Pesantren dan santri membuat bisnis yang tidak hanya mementingkan keuntungan, namun juga berdampak untuk lingkungan sekitar.
“Kami berharap alumni pesantren jangan sampai menambah angka pengangguran di Jatim karena hanya fokus di kegiatan keagamanan, tetapi juga didorong untuk membuat usaha sehingga dapat mandiri dan bermanfaat untuk lingkungan sekitar,” tutur Ghofirin.(sdk)