KANAL24 Jakarta – Opsi penyelamatn Garuda Indonesia terus dilakukan oleh pemerinta. PT Garuda Indonesia, Tbk (GIAA) membutuhkan setidaknya USD1 miliar dana tambahan untuk memangkas utang dan tetap “mengudara”. Pemerintah mengatakan dapat melepaskan kendali mayoritasnya atas maskapai penerbangan yang dirundung utang itu.
Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo, mengatakan Garuda saat ini sedang dalam pembicaraan dengan kreditur untuk merestrukturisasi utang senilai USD6,3 miliar, dan diharapkan dapat mencapai kesepakatan pada kuartal kedua tahun 2022.
Garuda Indonesia telah menyiapkan beberapa opsi dalam negosiasi utang. Termasuk beralih ke instrumen seperti obligasi konversi wajib atau pinjaman bank tanpa kupon.
“Kami sedang bernegosiasi dengan banyak pihak untk keperluan yang berbeda, sehingga preferensi mereka berbeda-beda,” kata Kartika, yang membawahi perusahaan transportasi negara.
“Harus saya tegaskan, pemerintah tidak ingin membuat Garuda bangkrut. Yang kami cari adalah penyelesaian utang baik di luar proses pengadilan atau melalui proses pengadilan,” imbuhnya, Selasa (2/11/2021).
Jika kesepakatan utang tercapai, Garuda akan mulai mencari cara untuk mengumpulkan dana USD1 miliar untuk membayar kewajibannya dan untuk modal kerja. Dengan kebutuhan dana yang begitu tinggi, pemerintah kini memilih bersikap realistis dan terbuka terhadap kemungkinan investor swasta menjadi pemilik mayoritas.
“Kami sedang berusaha mengajak pemain hub besar,” katanya.
Kartika mengatakan, Garuda harus memangkas utangnya sekitar 70%-80% agar bisa bertahan. Laporan keuangan terbaru perusahaan menunjukkan bahwa Garuda memiliki ekuitas negatif sebesar USD2,8 miliar pada akhir Juni.
Garuda bergabung dengan sejumlah maskapai global yang rontok akibat pandemi. AirAsia Group Bhd. telah menawarkan untuk membayar kreditur hanya 0,5% dari lebih dari USD8 miliar total utang yang mereka miliki, dan mengakhiri semua kontrak yang ada. Philippine Airlines Inc. bahkan mengajukan pailit di New York pada September lalu.(sdk)