KANAL24, Malang – Rangkaian temu alumni Universitas Brawijaya pada hari ini, sabtu (8/1/2022) terus berlanjut. Setelah tadi pagi digelar pertandingan persahabatan alumni guyub, siang ini bertempat di Auditorium Algoritma Fakultas Ilmu Komputer UB, dilaksanakan Talk Show Kesehatan Mental bertajuk “Healing Therapy” dengan narasumber Dr. dr. Nova Riyanti Yusuf, SpKJ yang merupakan Secretary General Asian Federation of Psychiatric Associations.
Dokter Noryu (sapaan akrabnya) menyinggung perihal gangguan mental yang disebabkan oleh perasaan kesepian. Kesepian lebih rentan pada kelompok remaja, dewasa muda terutama pada mas pandemic Covid-19, apabila tidak ditangani kesepian menjadi bertambah buruk.
Kelompok ini rentan, karena berada pada kondisi peralihan atau yang diwarisi menjadi keluarga pilihannya seperti tinggal di kos-kosan karena merantau untuk pendidikan maupun bekerja. Pengambilan keputusan-keputusan penting juga menjadi sumber stress dan merasa keterasingan dialami oleh kelompok-kelompok tersebut.
Peserta Talkshow Healing Therapy (screenshot zoom)
“Anak muda merasa tidak ada yang benar-benar peduli tentang mereka, mereka merasa bahwa mereka yang menjadi pendengar orang lain lebih dari orang lain mendengar dirinya. Sehingga mereka akan menarik diri dan dapat meningkatkan kecemasan dalam diri mereka,” katanya.
Dampak kesepian jika berlebihan dan berlangsung dalam jangka panjang dapat meningkatkan resiko masalah kesehatan jiwa, seperti depresi, kecemasan dan bisa sulit ditangani. Kesepian juga dapat memprediksi ide bunuh diri, apalagi pada masa pandemi, dialami oleh kelompok remaja akhir atau dewasa muda.
Cara mengatasi kesepian adalah meningkatkan rasa terhubung dengan orang lain, bisa mengontak teman atau keluarga, ahli Kesehatan atau konselor, meditasi, mengingat hal-hal yang disyukuri atau mengingat hal-hal yang dapat membangkitkan perasaan positif.
Noryu juga mengapresiasi peluncuran program “Sahabat Mendengar-Sharing to Relieve” yang dilakukan oleh Universiats Brawijaya dalam rangka peduli terhadap Kesehatan mental. Namun, Noryu menekankan bahwa pentingnya keberlanjutan dalam sebuah program seperti ini.
“Sebisa mungkin dilakukan monitoring dan evaluasi serta ada action research yang mengawal program ini. Agar ada program ini bisa sustain dan bisa menjadi contoh bagi universitas lain untuk juga membentuk program-program peduli kesehatan mental semacam ini,” tandasnya. (Meg)