Oleh : Noval Adib
Beberapa hari yang lalu jagat pasar modal Indonesia dihebohkan dengan hilangnya pemegang saham pengendali (PSP) dari PT. HK Metals Utama, Tbk yang kode sahamnya adalah HKMU. Maksud dari hilangnya PSP di HKMU ini adalah PSP menjual seluruh sahamnya kepada publik sehingga menyebabkan kepemilikan publik atas HKMU menjadi nyaris 100%. PSP yang meninggalkan HKMU tersebut adalah PT. Hyamn Sukses Abadi. Sebetulnya selain HKMU masih ada beberapa perusahaan emiten lain yang juga ditinggal PSP nya. PT. Bakrieland, Tbk misalnya. Perusahaan property dengan kode saham ELTY ini saat ini lebih dari 90% sahamnya dimiliki oleh publik dan hanya tinggal 5,12% dimiliki oleh investor institusi yaitu Interventures Capital Pte, Ltd.
Pemegang saham pengendali (PSP), dulu istilahnya adalah pemegang saham mayoritas, adalah badan hukum atau perorangan yang menguasai minimal 50% sebagaimana diatur pada pasal 1 ayat 4 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 9/POJK.04/2018 tentang Pengambilalihan Perusahaan Terbuka dengan disebutkan Pengendali Perusahaan Terbuka, yang selanjutnya disebut Pengendali, adalah pihak yang baik langsung maupun tidak langsung:
a. Memiliki saham Perusahaan Terbuka lebih dari 50 persen dari seluruh saham dengan hak suara yang telah disetor penuh, atau
b. Mempunyai kemampuan untuk menentukan, baik langsung maupun tidak langsung, dengan cara apapun pengelolaan dan/atau kebijakan Perusahaan Terbuka.
Jadi pemegang saham pengendali dengan signifikannya jumlah saham yang dimiliki mempunyai kemampuan untuk menentukan banyak hal strategis bagi perusahaan seperti membentuk dewan direktur perusahaan, menentukan jumlah dividen yang perlu dibagikan, serta aksi-aksi korporasi strategis lainnya. Dalam hubungan keagenan, pemegang saham adalah pihak principal yang memberi mandat kepada manajemen perusahaan (yang terdiri dari dewan direktur beserta para bawahannya) untuk mengelola modal yang disetor oleh investor/pemegang saham sehingga modal tersebut jumlahnya bisa tumbuh berlipat ganda. Lalu apa beda antara pemegang saham pengendali dan non pengendali? Perbedaan yang jelas tentu pada jumlah saham yang dimiliki.Pemegang saham pengendali menguasai mayoritas saham perusahaan dan sisanya dimiliki oleh pemegang saham non pengendali.
Dengan demikian di mata manajemen perusahaan pemegang saham pengendali (PSP) adalah sosok atau pihak yang disegani, dihormati, bahkan ditakuti karena PSP ini lah yang bisa menentukan ‘nasib’ mereka apakah akan terus dipercaya untuk mengoperasikan perusahaan atau musti dipecat karena dianggap tidak sesuai harapan pemegang saham dalam mengelola perusahaan. Lalu bagaimana jika PSP suatu perusahaan melepas seluruh saham ke publik sehingga tidak ada lagi PSP di perusahaan seperti kasus HKMU dan ELTY?
Ini bisa jadi persoalan serius. Sejauh ini memang tidak ada aturan yang melarang PSP untuk melepas sahamnya karena pada dasarnya PSP dan non PSP itu adalah sama-sama investor yang mempunyai tujuan yang sama yaitu ingin mencari cuan di pasar modal. Yang membedakan adalah jumlah saham yang dimiliki dimana PSP menguasai mayoritas saham perusahaan sehingga mereka punya kuasa untuk mengatur arah kebijakan perusahaan termasuk menunjuk siapa saja yang dianggap mampu mewujudkan atau melaksanakan keinginan mereka serta memberhentikan siapa saja yang dinilai tidak mampu mewujudkan atau melaksanakan keinginan mereka. PSP pula yang berhak menunjuk auditor eksternal untuk mengaudi perusahaan tersebut sehingga bisa menilai sejauh mana kinerja dewan direksi beserta jajarannya dalam mengelola perusahaannya.
Selain itu keberadaan PSP pada sebuah perusahaan merupakan sinyal bahwa masih ada investor besar yang yakin bahwa perusahaan tersebut masih mampu menjadi mesin penghasil cuan bagi mereka. Sehingga hal ini akan menarik investor-investor retail untuk ikut bergabung di dalamnya. Dengan demikian jika PSP sudah meninggalkan sebuah perusahaan maka ini akan jadi sinyal sebaliknya, yaitu investor besar sudah tidak yakin lagi bahwa perusahaan tersebut akan mampu menghasilkan return sesuai yang diharapkan. Sehingga logikanya adalah: Jika investor besar saja sudah meninggalkan sebuah perusahaan, lalu ngapain juga investor-investor retail/kecil masih mau menaruh uang mereka di perusahaan tersebut?
Nah jika suatu perusahaan tidak ada lagi PSP nya, lalu pada siapa manajemen perusahaan mempertanggungjawabkan hasil kerjanya? Tentu saja secara teoritis tetap kepada para pemegang saham karena modal yang digunakan untuk mengoperasikan perusahaan memang berasal dari para pemegang saham. Namun ketika komposisi pemegang sahamnya menjadi ambyar begitu alias terdiri dari jutaan pemegang saham kelas teri atau bahkan plankton tanpa ada satu pun investor kelas paus atau hiu yang mengawalnya seperti sebelumnya, maka di sini tim manajemen perusahaan menjadi merasa leluasa dalam mengelola perusahaan karena sudah tidak ada lagi investor yang disegani atau ditakuti. Potensi moral hazard atau fraud jelas sangat besar pada kondisi seperti ini. Yang jadi korban tentulah para investor kecil yang masih bertahan di perusahaan tersebut. Uang mereka bisa dibuat mainan oleh manajemen perusahaan tanpa bisa mereka control karena pada dasarnya mereka sekedar sekumpulan teri atau plankton.
Kasus HKMU ini menjadi pelajaran berharga bagi para investor atau trader untuk selalu rajin melihat laporan tahunan dan laporan keuangan perusahaan untuk mengetahui komposisi pemilik modalnya. Perusahaan yang kepemilikan oleh publik/ masyarakat di atas 50% lebih baik dijauhi. Carilah perusahaan yang kepemilikan publiknya di bawah 40% karena hal itu menunjukkan bahwa perusahaan tersebut masih dipercaya oleh investor raksasa untuk menghasilkan cuan. Namun juga perlu dipahami hindari juga saham yang kepemilikan oleh publiknya terlalu sedikit, misalnya hanya 10%, karena saham yang demikian ini biasanya tidak likuid sehingga susah untuk diperdagangkan dengan cepat. Jadi idealnya saham yang kepemilikan oleh publiknya 25% – 40% itulah yang lumayan nyaman untuk trading.
Saran yang paling bagus untuk investor yang kebetulan sedang memegang saham dari perusahaan tanpa PSP ini adalah segera lepas saham anda selama masih bisa dilepas. Sebab jika sudah sampai pada level harga terendah (Rp.50) dan tidak ada lagi yang mau membeli saham tersebut maka anda akan jadi investor teri atau plankton abadi pada perusahaan tersebut. Dan untuk yang sedang tidak memegang saham perusahaan malang ini maka jangan sekali-sekali menyentuh saham perusahaan tanpa ada yang ‘mbaurekso’ ini. Sayangi uang anda.
Penulis adalah Kepala Laboratorium Investasi dan Pasar Modal/Galeri Investasi BEI FEB UB serta dosen pada Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis – Universitas Brawijaya.