Kanal24 – Badan Pusat Statistik (BPS) melansir tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia yang diukur dengan Gini Ratio. Gini Ratio digunakan dalam melihat kesenjangan pendapatan dengan kekayaan.
Nilai Gini Ratio berada di rentang antara 0 dan 1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio berarti semakin tinggi ketimpangan.
Laporan BPS mengungkap tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia September 2021 berada pada nilai Gini Ratio 0,381. Nilai tersebut turun 0,003 poin dibandingkan Gini Ratio Maret 2021 sebesar 0,384. dan turun 0,004 poin Gini Ratio September 2020 sebesar 0,385.
BPS dalam laporannya menyebutkan bahwa tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia di wilayah perkotaan meningkat lebih tinggi dibandingkan wilayah perdesaan.
“Gini Ratio di perkotaan pada Maret 2022 tercatat sebesar 0,403, naik dibanding September 2021 sebesar 0,398 dan Maret 2021 yang sebesar 0,401,” kata Kepala BPS Margo Yuwono saat konferensi pers di Jakarta (15/7/2022).
BPS mencatat Gini Ratio di perdesaan pada Maret 2022 sebesar 0,314 poin. Nilai tersebut terbilang tetap dibandingkan pada September 2021, namun turun jika dibandingkan dengan Maret 2021 yaitu 0,315 poin.
Meningkatnya Gini Ratio dapat menunjukkan peningkatan ketimpangan pengeluaran penduduk Indonesia secara keseluruhan baik di wilayah perkotaan maupun perdesaan.
Berdasarkan kriteria ketimpangan Bank Dunia, distribusi pengeluaran pada kelompok 40% terbawah sebesar 18,06%. Hal itu berarti pengeluaran penduduk pada Maret 2022 berada pada kategori tingkat ketimpangan rendah.
Berdasarkan daerahnya, BPS mencatat wilayah perkotaan berada pada angka 17,07%. Sementara untuk perdesaan, BPS mencatat angkanya sebesar 21,01%.
Merujuk pada kriteria Bank Dunia maka daerah perkotaan termasuk dalam kategori ketimpangan sedang, sementara daerah perdesaan termasuk dalam kategori ketimpangan rendah.
Adapun menurut catatan BPS, tingkat ketimpangan yang lebih tinggi terjadi di Jawa, Bali, Nusa Tenggara (Jabalnusra), dan Papua.