Kanal24, Malang – Menyambut Pesta Demokrasi 2024, pemerintah, kelompok politik, dan seluruh kalangan masyarakat jangan mengorbankan keharmonisan bangsa demi sebuah kemenangan belaka. Hal ini ditekankan oleh Penerima Gelar Doktor Honoris Causa, Surya Dharma Paloh dalam orasi ilmiahnya pada acara Penganugerahan Gelar Doktor FISIP UB pada Senin (25/7/2022)
“Persoalannya, satu dasawarsa terakhir ini kita melihat hadirnya proses politik yang rawan menimbulkan kerusakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Ada yang terasa kebablasan dalam praktik politik kekuasaan kita. Semua pihak seperti merasa sah melakukan segala cara untuk memenangkan ruang kontestasi itu,” terang Surya Paloh.
Surya Dharma Paloh mengungkapkan bahwa kontestasi semestinya bersandar penuh pada kesadaran untuk meningkatkan kualitas kehidupan republik di mana konstitusi adalah pegangan sekaligus panduannya. Inilah nilai utama yang harus dipegang oleh semua pihak yang terlibat sehingga pemilu menjadi perwujudan upaya memperbaiki kehidupan bersama secara berkelanjutan. Berbanding terbalik dengan nilai idealitasnya, tidak sedikit oknum memanfaatkan masyarakat untuk melangsungkan eksploitasi politik, memecah belah masyarakat dengan membawa narasi yang berisikan SARA. Menggaungkan paham etnosentrisme dan primordialisme yang kemudian menjadi hambatan integrasi nasional.
Padahal jika dicermati dari sisi lain, sejatinya pemilu adalah perwujudan nyata dari demokrasi sebagai upaya untuk melakukan pergiliran kekuasaan agar tidak terjadi monopoli politik oleh satu pihak atau satu kelompok saja. Pemilu juga berfungsi menjadi ruang evaluasi sehingga penggunaan kekuasaan menjadi lebih baik dari waktu ke waktu. Pemilu sebagai ruang implementasi demokrasi adalah jalan yang mensyaratkan adanya kedewasaan sikap dan rasionalitas nalar dari para pelakunya.
“Pengalaman dua pilpres terakhir cukup menjadi pelajaran bagi kita semua bahwa kompetisi dalam pemilu bukanlah segalanya. Kompetisi hanyalah wadah bagi kita untuk terus-menerus mencari yang terbaik dan menjadi lebih baik. Kiranya, terlalu mahal pertaruhan yang dilakukan jika hanya untuk berkuasa lima hingga sepuluh tahun, kita mengorbankan sesuatu yang lebih besar, yakni bangunan kebangsaan yang telah berdiri hampir satu abad ini,” imbuh Surya Paloh.
Surya Paloh menekankan bahwa kekuasaan yang diperoleh dari hasil Pemilu tidak akan menjadi kekuatan yang abadi dan akan berakhir dalam waktu singkat. Di Indonesia sendiri, kekuasaan dari Pemilu hanya berlangsung lima tahun, paling lama sepuluh tahun saja. Pada jangka waktu yang sesingkat itu, rasanya sama sekali tidak pantas dan layak jika masyarakat sampai mengorbankan kerukunannya demi membela satu pihak dan melawan pihak yang lain.
Surya Dharma Paloh sendiri mendapatkan gelar Honoris Causa atau gelar doktor kehormatan di bidang sosiologi politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Brawijaya. Penganugerahan gelar ini diberikan atas penilaian FISIP UB bahwa Surya Dharma Paloh berperan aktif dalam merancang gagasan-gagasan politik yang restoratif, serta berperan penting dalam membangun media massa yang independen, transparan, dan tidak berpihak pada pemerintah atau penguasa. (riz)