Kanal24 – Demi mempercepat pemenuhan permintaan gula yang terus meningkat, khususnya di pasar domestik, Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong upaya peningkatan hasil perkebunan baik melalui metode intensifikasi maupun ekstensifikasi hingga pemanfaatan teknologi digital.
“Industri gula merupakan salah satu sektor strategis, karena komoditasnya berperan penting untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dan sebagai bahan baku bagi sejumlah sektor industri penggunanya,” kata Menteri Perindustrian Agus Gumiwang lewat keterangannya Kartasasmita di Jakarta (7/8/2022).
Menurut Agus, industri gula tidak hanya mempunyai nilai strategis bagi ketahanan pangan nasional tetapi juga dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat.
Gula dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 57 Tahun 2004 tentang Penetapan Gula Sebagai Barang Dalam Pengawasan, yaitu Gula Kristal Mentah (GKM) sebagai bahan baku proses produksi, Gula Kristal Putih (GKP) sebagai kebutuhan konsumsi langsung atau rumah tangga, dan Gula Kristal Rafinasi (GKR) sebagai bahan baku industri.
“Kemenperin sedang berupaya untuk meminimalkan gap jumlah produksi gula kristal putih. Oleh karenanya, untuk memenuhi jumlah kebutuhan yang meningkat, diperlukan produktivitas yang tinggi. Hal ini sesuai arahan Bapak Presiden agar produksi gula konsumsi bisa memenuhi kebutuhan masyarakat,” tuturnya.
Produksi gula nasional mencapai 2,35 juta ton pada tahun 2021, dengan 1,06 juta ton berasal dari produksi pabrik gula BUMN dan 1,29 juta ton berasal dari produksi pabrik gula swasta.
Kini kebutuhan gula pada tahun 2022 mencapai 6,48 juta ton yang terdiri dari 3,21 juta ton GKP dan 3,27 juta ton GKR.
Direktur Jenderal (Dirjen) Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika mengatakan bahwa kini terdapat ketidakseimbangan (gap) kebutuhan gula sebesar 850 ribu ton untuk gula konsumsi dan 3,27 juta ton untuk gula rafinasi.
Bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya konsumsi rumah tangga, meningkatnya pendapatan masyarakat dan tumbuhnya industri makanan dan minuman yang diproyeksi meningkat 5-7% per tahunnya disinyalir menjadi penyebab lonjakan kebutuhan gula.
Dirjen Industri Agro dalam kunjungannya ke PT Rejoso Manis Indo (RMI) di Biltar, Jawa Timur beberapa waktu lalu mengatakan bahwa pemerintah mengapresiasi upaya yang dilakukan PT RMI.
“Untuk mewujudkan swasembada gula nasional, kami dari pemerintah sangat mengapresiasi atas upaya yang dilakukan oleh PT RMI dalam mengembangkan industri gula nasional dengan mendirikan pabrik gula yang terintegrasi dengan perkebunan tebu melalui kemitraan dengan petani tebu,” tuturnya.
PT RMI, pada tahun 2022 menerima pasokan tebu dengan cakupan panen seluas 15.080 hektare (ha) dengan potensi produksi sebesar 93.661 ton. Jumlah tersebut meningkat dibanding tahun 2021 dengan luas areal panen seluas 13.721 ha dan hanya memproduksi GKP sebesar 67.677 ton.
Kini, dengan menggunakan teknologi Defekasi Remelt Karbonatasi (DRK) PT RMI dapat meningkatkan kapasitas giling menjadi 20.000 ton tebu per hari (TCD) dan kapasitas produksi sebesar 1.500 ton per hari (TPD).
PT RMI memilik total investasi sebesar Rp3,4 triliun yang mendorong penyerapan lebih dari 40.000 orang tenaga kerja baik di tingkat on farm maupun off farm.
“PT RMI memiliki potensi untuk bisa dikembangkan lagi produksinya hingga 2,5 kali. Apalagi, nanti kalau didukung dengan infrastruktur jalan yang lebih bagus. Saat ini, per hari ada 1.200 truk, dan kalau kualitas jalan lebih baik lagi, truk bisa mengangkut dua kali lebih banyak,” ujarnya.