Kanal24 – Ketika pandemi di seluruh dunia perlahan-lahan mulai pulih, saat ini muncul permasalahan wabah baru yang berpotensi menjadi pandemi, yaitu penyakit monkeypox atau cacar monyet. Seperti penyakit cacar pada umumnya, wabah ini menyerang kulit tetapi termasuk ke dalam penyakit zoonosis (penularannya dari hewan ke manusia atau sebaliknya) yang disebabkan Orthopoxvirus. Penyakit ini dapat sembuh dengan sendirinya selama beberapa pekan tetapi pada kasus tertentu dilaporkan dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian.
Center of Disease and Control Preventions (CDC) atau Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Amerika Serikat mengkonfirmasi per 8 Agustus 2022 sebanyak 8.934 terinfeksi virus ini. Peristiwa ini menempatkan Amerika Serikat di posisi teratas tingkat infeksi tertinggi, kemudian disusul Spanyol (4942), Jerman (2916), dan Inggris Raya (2859). Di Indonesia sendiri, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menjelaskan bahwa sejauh ini belum ada yang terkonfirmasi kasus monkeypox. Sejumlah 11 kasus yang diduga monkeypox setelah dites lebih lanjut ternyata hasilnya negatif.
Lantas apakah masyarakat Indonesia patut bersorak gembira? Tentu tidak. Berdasarkan paparan data Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI) 2022, masa inkubasi monkeypox membutuhkan waktu 6-21 hari dari mulai terinfeksi hingga menunjukkan gejala. Sehingga sangat mungkin jika seseorang dari daerah terdampak monkeypox lulus screening saat masuk ke Indonesia akibat tidak menunjukkan gejala. Kemenkes mengimbau masyarakat untuk tetap tenang dan mewaspadai gejala penularan monkeypox.
Menurut data PERDOSKI, penyakit monkeypox ini melalui 2 fase, yaitu fase prodromal/fase invasi dan fase erupsi. Fase prodromal dapat berlangsung selama lima hari, gejalanya meliputi sakit kepala hebat, demam, pembesaran kelenjar getah bening (di area ketiak, leher, selangkangan), nyeri punggung, nyeri otot, serta tubuh terasa lemas. Fase erupsi kemudian akan muncul 1-3 hari setelah demam. Gejalanya meliputi ruam kulit berupa bercak kemerahan yang menyebar ke bagian tubuh lain secara bertahap, kemudian diikuti dengan munculnya lenting yang berisi cairan nanah hingga keropeng. Fase erupsi dapat berlangsung hingga tiga minggu sampai seluruh ruam menghilang. Seorang yang terinfeksi dapat menularkan monkeypox sejak timbulnya lesi hingga seluruh keropeng rontok.
Infeksi ini dapat dicegah dengan menjaga kebersihan (cuci tangan dengan air mengalir dan sabun), menghindari kontak langsung dengan tikus, primata dan hewan liar (kasus penularan dari anjing dan kucing belum ada yang terkonfirmasi), menghindari konsumsi daging yang dimasak tidak matang, serta menghindari kontak dengan orang yang terinfeksi (jangan berbagi tempat tidur, pakaian, alat makan, dan lain-lain). Virus ini dapat ditularkan antar manusia melalui droplet pernapasan, luka pada kulit, selaput lendir dari mata, mulut, dan hidung. Penularan dari hewan dan manusia dapat melalui cakaran atau gigitan, dan daging hewan yang terkontaminasi virus.
Dalam mendiagnosis penyakit ini, dokter akan menilai apakah seseorang terindikasi penyakit monkeypox atau tidak melalui tes di laboratorium rujukan untuk pemeriksaan lebih lanjut. Kemenkes menyatakan bahwa testing monkeypox dapat dilakukan melalui PCR. Berkat pandemi COVID-19, sudah tersedia lebih dari 1100 lab PCR yang tersedia di seluruh Indonesia. Untuk reagennya, Menkes memaparkan Indonesia sudah membeli dan memperoleh sumbangan dari WHO. Reagen yang berjumlah 1500 ini sudah disebar ke berbagai daerah di Indonesia sehingga testing pada suspect monkeypox dapat segera ditegakkan. (riz)