Kanal24, Malang – Tantangan dan permasalahan utama yang dihadapi perikanan tangkap di Indonesia salah satunya yaitu overfishing, akibat tingginya tingkat penangkapan yang tidak diimbangi dengan stok ikan. Overcapacity juga menjadi masalah di tengah aktivitas penangkapan yang dilakukan oleh nelayan berskala kecil, padahal kapal dan tangkap alat yang digunakan tidak memadai.
Ketua Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK Universitas Brawijaya, Dr. Ir. Fuad, S.Pi., MT. mengunggkapkan bahwa tantangan kemiskinan juga masih melingkupi nelayan di Indonesia.
“Perikanan tangkap di Indonesia masih didominasi oleh nelayan berskala kecil, sehingga tingkat kemiskinan masih tinggi,” kata Dr. Fuad dalam Seminar Nasional Perikanan Menuju Perikanan Emas 2045, yang mengusung tema Pengelolaan Sub Sektor Perikanan Tangkap Terukur dan Berkelanjutan untuk Kesejahteraan yang digelar oleh Ikatana Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI), bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan (9/9/2022).
Selain itu potensi perikanan tangkap di Indonesia tergolong multispesies, sehingga masih banyak jenis ikan atau biota lain yang ikut tertangkap. Ketidakseimbangan ini dapat mengganggu proporsi stok ikan.
Prof. Dr. Indra Jaya, Ketua Komisi Nasional Pengkajian Sumber Daya Ikan, menyatakan bahwa stok ikan terus menurun dari sekitar 90% (1974) dan menjadi 65% (2017).
“Berbagai masalah ini diperburuk oleh adanya perubahan iklim yang mengganggu kenyamanan tempat hidup bagi ikan-ikan,” ungkapnya.
Padahal sektor perikanan diharapkan dapat terus berkontribusi dan berkembang untuk menyejahterakan segenap rakyat Indonesia dengan menyediakan sumber protein, serta peluang dan lapangan kerja di masa sekarang maupun di masa akan datang.
Salah satu cara mewujudkannya dengan menerapkan konsep Blue Economy yang mengedepankan asas berkelanjutan, yang merupakan perwujudan dari reformasi tata kelola perikanan tangkap dengan mengeksplorasi sumber daya laut secara maksimal dan tetap menjaga kelestarian serta habitat sumber dayanya.
“Ingatlah bahwa yang seharusnya dilakukan adalah eksplorasi, bukan eksploitasi,” Prof. Dr. Indra Jaya menegaskan.
Kunci keberhasilan dari asas berkelanjutan bagi perikanan tangkap yaitu dengan terus melakukan pendataan dan pelaporan mengenai hasil tangkapan. Dari data-data tersebut, dapat memperkirakan jumlah ikan yang ditangkap, wilayah dan musim penangkapan, penggunaan kapal dan alat tangkap yang sesuai, kapasitas penangkapan, kondisi stok yang ada, biota lain yang ikut tertangkap, sehingga dapat memperkirakan pengelolaan dan kebijakan yang akan diterapkan.
DJPT KKP menerapkan kebijakan penangkapan ikan terukur berbasis kuota sebagai salah satu bentuk penerapan blue economy. Kuota tersebut terbagi menjadi 3, yaitu untuk industri, nelayan lokal, serta untuk penangkapan ikan terbatas. Kuota ini dibagi untuk tiap Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI).
WPPNRI 714 yang meliputi wilayah Laut Banda merupakan wilayah yang istimewa karena menjadi satu-satunya zona untuk penangkapan ikan terbatas. Laut Banda termasuk ke dalam wilayah triangle tuna sehingga dijadikan kawasan konservasi. Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan peraturan berupa larangan melakukan penangkapan ikan, terkhusus tuna sirip kuning selama bulan Oktober hingga Desember di Laut Banda. Pada bulan-bulan tersebut, ikan tuna sedang bertelur dan dalam masa asuhan atau yang sering dikenal dengan istilah spawning and nursery ground.
Dalam Seminar ini selain Prof. Dr. Indra Jaya, hadir pula sebagai pembicara Dr. Ir. Muhammad Zaini, M. M selaku Direktur Jenderal Perikanan Tangkap dari KKP, Prof. Dr. Sugeng Hari Wisudo selaku Dewan Profesi dan Pakar Manajemen Penangkapan Ikan dari ISPIKANI.
Seminar ini berlangsung secara interaktif antara para narasumber karena terdapat pembahas yang juga ahli di bidangnya, yaitu Dr. y. Lopulalan, M. Si selaku Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Universitas Pattimura serta Dr. Ir. Fuad, S.Pi., MT., selaku Ketua Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP) FPIK Universitas Brawijaya.
Beberapa peserta juga aktif mengajukan pertanyaan, salah satunya mengenai database perikanan di Indonesia. Pada awalnya seminar ini diikuti oleh 369 peserta dan hingga akhir terus bertambah hingga lebih dari 1000 peserta yang berasal dari berbagai daerah dan berbagai lapisan masyarakat. ISPIKANI rencanya akan mengadakan acara serupa dengan topik yang lebih menarik demi tercapainya tujuan dalam tajuk seminar kali ini yaitu Menuju Perikanan Emas 2045. (tis)