Kanal24, Malang – Suzume no Tojimari menjadi film anime terbaru karya dari sutradara terkenal, Makoto Shinkai dan menjadi salah satu film yang ditunggu oleh para penggemar karya-karya Shinkai atau penggemar anime. Film ini Published sejak Maret 2023 di bioskop Indonesia.
Nama Sutradara Makoto Shinkai sudah tidak perlu diragukan lagi di dunia anime atau animasi Jepang. Karya-karyanya selalu berhasil menuai pujian dari para penikmat film di seluruh dunia. Seperti Voices of a Distant Star, The Place Promised in Our Early Days, 5 Centimeters per Second, Children Who Chase Lost Voices, dan The Garden of Words.
Namanya semakin melambung tinggi saat Kimi no Na wa atau Your Name dirilis pada tahun 2016. Setelah kesuksesan besar Your Name, Shinkai merilis Tenki no Ko atau Weathering with You pada 2019. Kedua film anime tersebut tidak hanya menjadi box office di Jepang tapi juga di berbagai negara lainnya dan menjadikan nama sang sutradara mulai dikenal secara luas terutama di kalangan penggemar anime.
Lantas, tiga tahun berselang, sutradara berusia 50 tahun ini kembali dengan karya baru berjudul Suzume no Tojimari.
Sinopsis Suzume no Tojimari
Suzume no Tojimari menceritakan kisah seorang gadis bernama Suzume yang tinggal di sebuah kota yang berada di tepi laut. Suatu hari, Suzume bertemu dengan seorang pemuda misterius bernama Souta yang sedang mencari suatu tempat di area yang telah lama terlantar.
Suzume yang penasaran dengan Souta, membantunya menemukan tempat tersebut. Yang terjadi setelah itu, keduanya malah terlibat dalam petualangan keliling Jepang untuk menyegel makhluk misterius yang menyebabkan berbagai bencana di seluruh Jepang.
Gempa menjadi dasar plot cerita
Ada kesamaan di antara tiga anime terakhir karya Makoto Shinkai, Kimi no Nawa, Tenki no Ko, dan Suzume no Tojimari. Ketiganya memiliki dasar plot cerita yang berhubungan dengan bencana.
Jika para penggemar perhatikan, Kimi no Nawa dengan bencana yang melibatkan jatuhnya meteorit. Sementara itu, Tenki no Ko dengan bencana dampak dari perubahan iklim.
Sedangkan, di dalam Suzume no Tojimari, penggemar dapat merasakan dampak yang dahsyat akibat bencana gempa, khususnya gempa besar di wilayah Tohoku pada tahun 2011. Gempa yang dikenal sebagai Gempa Bumi Besar Jepang Timur ini tercatat sebagai gempa terkuat dalam sejarah bencana gempa di Jepang yang menewaskan puluhan ribu jiwa dan meluluhlantakkan sebagian besar wilayah timur Jepang. Sehingga, gempa ini mengakibatkan banyak penduduknya kehilangan tidak hanya tempat tinggal, tapi juga sekolah, mata pencaharian, dan tempat lainnya.
Suzume kehilangan ibunya saat usianya masih belia dan ia tumbuh menjadi gadis yang berusaha mengatasi trauma. Trauma yang mungkin tidak hanya dialami olehnya sendiri tapi juga sebagian besar penduduk Jepang. Meskipun dia tampak seperti tipikal gadis remaja yang bahagia, Suzume memasang ‘batas’ terhadap sekelilingnya. Dia tidak mengizinkan seseorang masuk ke dalam hatinya, baik itu teman-teman di sekolahnya bahkan bibinya yang telah tinggal bersamanya selama satu dekade.
Berkat ‘jarak’ yang dia buat, dia tidak akan pernah terluka seperti pada saat dia kehilangan ibunya, akan tetapi pada di saat yang sama luka dan deritanya tidak akan benar-benar sembuh. Dalam kisah epik mengharukan ini, secara bersamaan Suzume mencoba untuk menyelamatkan dunia dan menghadapi kesedihan yang tak terhindarkan. Penonton akan mengikuti petualangan Suzume melintasi panjang, lebar dan kedalaman negaranya, mulai dari Miyazaki di Pulau Kyushu hingga Ehime melalui Tokushima dan Kobe, melewati Tokyo sampai ke Miyagi dan akhirnya sampai ke Tohoku, tempat kelahiran Suzume.
Gempa dan melawan makhluk raksasa (Dok. CGV)
Makhluk Raksasa Penyebab Gempa
Suzume no Tojimari memakai bingkai gempa sebagai dasar plot ceritanya, seperti yang penggemar ketahui bersama, Jepang merupakan negara yang sering dilanda oleh banyak gempa, baik besar maupun kecil. Gempa bumi banyak ditampilkan dalam film ini, disebabkan oleh suatu makhluk yang berbentuk seperti cacing dan hidup dalam dimensi di bawah tanah, mengancam untuk keluar, menyebabkan getaran dan kehancuran saat mereka melakukannya.
Dalam mitologi asli Jepang, bukannya cacing raksasa yang menyebabkan gempa tersebut terjadi tapi ikan lele raksasa yang disebut ‘Namasu’ dipenjara dan ditundukkan di bawah batu besar oleh Takemikazuchi (dewa guntur), gempa bumi diyakini terjadi setiap kali Takemikazuchi lengah yang berarti Namasu bisa menggeliat bebas, menggerakkan tubuh raksasanya ke sana kemari untuk menimbulkan malapetaka di atas bumi.
Di dalam Suzume, oleh Makoto Shinkai, mitos ikan lele raksasa ini digantikan oleh lubang cacing yang membara, cacing-cacing raksasa menggeliat hendak melarikan diri ke dunia atas. Cacing-cacing yang disebut sebagai Mimizu biasanya diamankan dengan pintu yang dijaga dan dikunci oleh Tojishi (orang yang bertugas mengunci pintu tersebut) untuk mencegah makhluk tersebut melarikan diri. Di film ini, tugas Souta-lah yang mengunci pintu-pintu tersebut untuk menghindari terjadinya bencana alam, bersama dengan Suzume mereka melakukan perjalanan ke tempat-tempat terlantar dan menutup pintu yang ada di dalamnya.
Daijin dalam bentuk kucing
Film ini, secara keseluruhan memakai struktur cerita yang terdiri dari tiga babak cerita, di babak pertama, penonton akan diperkenalkan dengan hal-hal supernatural. Di babak keduanya, segalanya menjadi semakin serius saat ancaman yang ada semakin meningkat. Pada babak ketiga atau terakhir digunakan untuk menghadapi konsekuensi yang tak terduga. Plotnya bergerak cepat, berpindah dari satu lokasi ke lokasi berikutnya. Memberikan rasa sensasi dan membangun antisipasi untuk apa yang akan terjadi selanjutnya. Meski strukturnya terlihat padat dan berliku-liku tapi sayangnya plotnya mudah untuk diprediksi.
Kucing dalam Suzume no Tojimari (Dok. CGV)
Sementara itu, di sisi visual, ada banyak penggunaan cahaya dan warna-warna cemerlang di seluruh adegan yang dihadirkan di Suzume no Tojimari, dengan memadukan visualisasi sinar matahari dan langit yang dipenuhi bintang. Skoring musiknya pun turut memberikan rasa emosional yang cukup kuat di beberapa adegan, di mana sebagian soundtrack Suzume lagi-lagi diisi oleh Radwimps, dan ini merupakan kolaborasi yang ketiga kalinya antara Radwimps dengan Makoto Shinkai.
Suzume no Tojimari atau Suzume door lock (dalam bahasa Inggris) memiliki satu perubahan besar jika penonton membandingkan dengan kedua film sebelumnya. Tidak ada peran antagonis sungguhan dalam ‘Your Name’ dan juga dalam ‘Weathering With You’ (kecuali jika penonton menganggap bahwa bencana alam dan dewa tak berwajah sebagai penjahatnya).
Tapi kali ini penonton memiliki peran antagonis yang terlihat wujudnya dalam bentuk Daijin yang mempunyai bentuk seekor kucing. Dengan adanya peran antagonis ini, selain berfungsi menambah lapisan cerita tambahan juga berfungsi sebagai fokus plot cerita yang ekstra dalam menentukan tujuan dan misteri cerita yang terjadi.
Pintu dan tempat terlantar
Banyak pesan tersembunyi yang ingin disampaikan oleh Shinkai dalam film ini. Melalui pintu-pintu yang terhubung di berbagai tempat di Jepang, Shinkai mencoba mengatakan, seperti halnya hidup, ada pintu yang harus kita tutup untuk maju dan terus berkembang. Meski terkadang pintu itu adalah tempat di masa lalu yang harus kita lepaskan dan juga terkadang pintu itu adalah trauma masa lalu yang membebani kita. Mungkin, Shinkai mencoba untuk mengatakan bahwa masa lalu tidak harus kita lupakan tapi kita harus menghadapinya demi masa sekarang dan masa depan yang bergerak maju.
Di sisi lain, Shinkai memberikan penghormatan dan mengingatkan berbagai tempat-tempat terlantar, entah itu rumah, sekolah, desa, taman atau onsen yang tersebar dalam geografis Jepang yang mana penduduknya semakin menua dan semakin sedikit populasinya dan berakibat pada banyak tempat yang akhirnya ditinggalkan dan dilupakan. Shinkai memberikan realita tentang keadaan Jepang yang ada sekarang ini melalui pengembaraan Suzume dan Souta dalam perjalanan darat melintasi berbagai tempat di Jepang di filmnya ini.
Suzume no Tojimari menjadi film anime yang mendapatkan rating 7,8/10 melalui IMDb dengan memiliki karakter hebat dengan eksplorasi solid tentang rasa sakit emosional untuk menerima kehilangan dan membiarkan orang lain masuk ke hati untuk mengisi kekosongan. Dengan visual yang memukau dan musik yang terbilang kuat terhubung secara tematis membuat penonton ikut tertawa dan menangis.