Kanal24, Malang – Penerimaan negara pada sektor hulu migas di tahun 2022 adalah sebesar Rp 270 triliun. Hal ini diungkapkan oleh Kepala Departemen Humas SKK Migas Perwakilan Jabanusa, Indra Zulkarnain.
“Kegiatan hulu migas merupakan bisnis strategis dalam penerimaan negara dan memegang peran besar dalam ekonomi nasional. Pada tahun 2022, penerimaan negara pada sektor hulu migas sebesar Rp 270 triliun,” kata Indra Zulkarnain dalam lokakarya “Jurnalisme Lingkungan dan Peran Industri Hulu Migas Dalam Pengurangan Emisi Karbon” di Batu.
Indra menjelaskan transisi energi merupakan hal yang paling penting bagi seluruh perusahaan migas di seluruh dunia. Pihaknya menargetkan pengurangan emisi karbon guna menahan suhu dunia sebesar 1,5 hingga 2 derajat celcius.
“SKK Migas, meyakini bahwa industri hulu migas tetap memegang erat untuk memenuhi kebutuhan energi di kehidupan yang mendatang dan sebagai jembatan menuju transisi energi,” ujarnya.
Oleh karena itu, Indra mengajak media untuk membantu menyebarkan informasi-informasi positif dan menjadi penyeimbang ke masyarakat.
“Karena dukungan media selama ini, industri hulu migas bisa diketahui, dipahami, dan diapresiasi oleh masyarakat. Untuk itu kami terus berharap rekan-rekan media di wilayah Jabanusa ikut membantu menyebarkan informasi positif ke masyarakat,” ujar Indra.
Spesialis Dukungan Bisnis SKK Migas, Jabanusa Dimas Ario Rudhy Pear menyampaikan, SKK Migas sudah meraih sertifikat ISO SNI 370001 terkait Sistem Manajemen Anti-Penyuapan.
“Hal ini sangat penting karena untuk memastikan proses bisnis di SKK Migas berjalan sesuai dengan aturan, prosedur, dan etika,” kata Dimas.
Selain itu, ada proyeksi kebutuhan energi secara global, khususnya minyak dan gas yang akan mencapai puncaknya pada 2030.
Indonesia sendiri memiliki target produksi minyak mentah sebesar satu juta barel minyak per hari (BPOD) dan gas sebesar 12 miliar kaki kubik per hari (BSCFD) pada tahun 2030.
“Untuk mencapai target tersebut, kita butuh investasi sebesar. Tidak hanya itu, tantangan dan kendala industri hulu migas lainnya juga tidak kalah besar terkait sinergi hulu-hilir, kepastian hukum, dan lainnya,” ujar Dimas.
Di sisi lain, Pakar Jurnalisme Lingkungan, Herlina Agustin memaparkan tentang peranan wartawan untuk turut serta dalam pengurangan emisi karbon.
“Wartawan bisa membuat tulisan dengan sudut pandang lain agar isu lingkungan yang biasanya dianggap tidak ‘seksi’ bisa dilirik agar diangkat,” kata Herlina.
Menurutnya, media massa memiliki peran penting karena Indonesia mempunyai ancaman serius terkait perubahan iklim.
“Di Semarang, penduduk di pesisir setiap tahun harus meninggikan rumahnya agar tidak terkena banjir rob. Sisanya mereka memilih pindah karena ancaman banjir rob,” tutupnya.