Kanal24, Malang – Maraknya tindakan kekerasan dalam bentuk tawuran, bullying, hingga persekusi di kalangan remaja menjadi perhatian khusus dari semua pihak. Menurut pandangan Dosen Psikologi Universitas Brawijaya (UB), Unita Werdi Rahajeng, S.Psi., M.Psi. ada beberapa sebab yang terjadi jika mengurai hal tersebut.
“Secara emosi, otak remaja belum berkembang secara optimal seperti orang dewasa. Otak remaja belum matang dan baru matang ketika usia sudah hampir 30-an. Jika sudah matang, otak ini memiliki fungsi untuk pengambilan keputusan, menunda keputusan, dan memperkirakan resiko,” ujar Unita Werdi.
Jika menyoroti kasus yang baru-baru ini terjadi, yakni kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio (MDS/20 tahun) kepada korban David (17) mendapatkan respon para menteri hingga membuat ayah MDS yang merupakan pejabat di Ditjen Pajak Kemenkeu mengundurkan diri dari posisinya.
Masalah yang ditimbulkan dari kasus ini juga merembet kepada kecurigaan terhadap kekayaan ayah MDS. Bahkan, ada juga yang mengkritisi kehidupan mewah tersangka, hingga pelanggaran-pelanggaran lain yang dilakukan MDS selama ini.
Kasus tersebut menjadi salah satu contoh bagaimana remaja belum mampu sepenuhnya mengambil keputusan, menunda keputusan, serta memperkirakan resiko seperti yang telah dijelaskan oleh dosen psikologi UB.
Unita Werdi menambahkan, dalam pandangan ilmu psikologi, masa remaja merupakan masa pertumbuhan fisik tetapi belum diimbangi dengan kematangan berpikir.
Otak remaja yang belum matang masih dalam proses berkembang. Sehingga menyebabkan remaja belum mampu menimbang berbagai hal yang berkaitan dengan dampak sebuah keputusan. Hal tersebut yang menyebabkan remaja sering terlihat mengambil keputusan yang memiliki resiko bagi dirinya dan orang lain.
“Itu akibatnya kita itu sering melihat fenomena-fenomena remaja itu sering sekali terlibat ke dalam aktivitas yang salah satunya tadi itu kekerasan. Seperti menghadang truk dan kalo orang dewasa melihat itu kan tidak masuk akal dan itu beresiko,” ujar Unita Werdi.
Hal-hal yang dilakukan remaja ini dapat mengancam jiwa hingga keamanan. Bahkan, beberapa hal yang dilakukan remaja dapat dianggap sebagai kriminal.
Namun, Unita Werdi juga menjelaskan sisi lainnya. Selain mudah mengambil keputusan tanpa memikirkan resiko panjangnya, remaja juga mudah sekali meledak-ledak. Jadi, jika ditarik kesimpulan, remaja bukan hanya ketika melakukan kekerasan tetapi aktivitas apapun yang sering kali membuat orang dewasa heran.
Selain itu, remaja juga menyukai hal-hal menantang. Bahkan, remaja cenderung menyukai tempat wisata menantang. Oleh karena itu sekarang semua tempat wisata memberikan tantangan tersendiri seperti ayunan yang tinggi, naik sepeda di atas tali, dan lain sebagainya.
Unita Werdi menyampaikan bahwa jika melihat fenomena kekerasan, sebenarnya pelaku kekerasan itu tidak banyak atau sedikit dari kebanyakan remaja. Jika orang dewasa atau remaja melihat kekerasan yang terjadi, alangkah baiknya mengambil langkah dengan menolak segala bentuk tindakan kekerasan apapun.
“Orang-orang yang melihat tindak kekerasan, baik remaja itu sendiri maupun orang dewasa sebaiknya benar-benar menolak segala bentuk kekerasan seperti tidak ikut memviralkan dan tidak mengapresiasi,” tutup Unita Werdi. (nid)