Kanal24, Malang – Pengesahan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) beberapa waktu lalu memunculkan banyak pertanyaan bagi masyarakat. Salah satunya adalah apa dampaknya bagi umat beragama? Hal ini dibahas dalam Kajian Fikih Kontemporer bakda Ashar (KAFKA Ramadhan) yang diselenggarakan oleh Pusat Studi Pesantren dan Pemberdayaan Masyarakat (PSP2M) UB, Brawijaya Institute for Islamic Civilization and Middle East Studies (BICMES) dan Takmir Masjid Ibnu Khaldun FISIP (29/03/2023)
Dosen Fakultas Hukum Fachrizal Afandi, Ph.D menjadi pemateri dalam kajian sore yang mengangkat tema “Fikih Hukum: KUHP Baru dan Dampaknya bagi Warga Muslim Indonesia”
Berbicara soal hukum, ia menuturkan bahwa fiqih sendiri sudah mengampu hukum, yaitu hukum Islam. Lantas apa kaitannya fiqih hukum, norma-norma dalam agama Islam dengan pembentukan hukum nasional?
Sebelum membahas keterkaitan fiqih hukum dengan pembentukan hukum nasional, Fachrizal Afandi, Ph.D menyampaikan bahwa sejak lama, mayoritas masyarakat Indonesia menganut agama Islam. Dari situ, aturan-aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah RI tentu diwarnai oleh pemikiran syariah atau fiqih Islam.
Mundur kembali ke zaman setelah keruntuhan kerajaan Majapahit, mulai berkembangnya kerajaan Islam di beberapa daerah Indonesia. Saat VOC datang pun, sebagian kerajaan ini masih ada. Pemikiran dan norma-norma dalam hukum Islam sudah diserap bahkan dalam pelaksanaannya.
“Ada 3 pembagian hukum yang diterapkan pada zaman Hindia-Belanda, yaitu hukum bagi pribumi, eropa, dan timur asing. Di hukum pribumi ini, kolonial mengadopsi cara mengadili salah satunya mengadopsi pakem cirebon yang nuansanya dipengaruhi oleh hukum Islam. Meskipun terdapat akulturasi didalamnya.” kata Fachrizal
Dari ketiga sejarah tersebut, secara historis Indonesia tidak bisa terlepas dari Islam. Maka dari itu, ketika Indonesia merdeka terdapat keinginan dari umat Islam yang ingin memformalisasikan syariat Islam di dalam hukum negara.
“Karakter Indonesia ini sangat dipengaruhi oleh agama islam, maka pemikiran tentang keislaman juga berpengaruh dan saling mempengaruhi kehidupan ketatanegaraan, baik politik dan hukum. Fatwa ulama, organisasi-organisasi di masyarakat pada akhirnya juga sedikit berpengaruh pada pelaksanaan hukum. Itulah beberapa contoh, bagaimana hukum di Indonesia dipengaruhi oleh pemikiran dan hukum islam, termasuk fiqihnya.” ungkap Fachrizal.
Melihat KUHP Nasional, memang terdapat perdebatan pada pasal-pasalnya terutama dalam pasal kesusilaan. Sebagai contoh dengan pasal yang berkaitan dengan perzinaan. Dalam pasalnya, orang yang boleh melakukan persetubuhan hanyalah pasangan yang sudah melakukan pernikahan.
Dilihat dari UU Perkawinan, pasangan bisa dianggap sah apabila dia menikah dengan cara agama, dan setelah ijab kabul pernikahan harus didaftarkan. Namun, bagaimana dengan pasangan yang nikah siri? Secara hukum islam telah sah menjadi pasangan, tetapi dalam hukum negara termasuk perzinahan dikarenakan tidak didaftarkan.
“Belum tentu yg dimaksud perzinahan oleh negara adalah perzinaan agama, begitupun sebaliknya. Jadi memang kompleks hubungan antara agama dengan negara. Salah satu dampak KUHP ini. Tapi sudah pasti orang-orang yang melakukan kejahatan, meskipun beragama Islam tetap terdampak.” jelas Fachrizal
Jika dilihat lebih jauh, perdebatan antara golongan nasionalis sekuler yang memisahkan agama dan kehidupan bernegara, dengan golongan yang menginginkan Indonesia sebagai negara yang berlandaskan islam tidak akan padam.
Perdebatan lainnya adalah KUHP pidana di Indonesia itu ta’zir (hukum yang ditentukan oleh negara) atau sudah sesuai dengan semarak Islam. Menanggapi isu tersebut, Fachrizal menyampaikan bahwa secara fiqih, hal itu dapat dilihat berdasarkan Maqashid Syariah. Bagaimana Maqashid Syariah dipakai untuk menentukan hukum.
“Maqashid Syariah secara garis besar melindungi lima kepentingan hukum, yaitu melindungi kepentingan agama, nyawa, kehormatan, akal, dan harta. Jika dilihat dari, KUHP terbaru, mengatur hukum pidana tidaklah mudah. Butuh waktu yang panjang.” ujarnya.
Di akhir, Fachrizal menambahkan bahwa usaha negara untuk menertibkan warga memang salah satu amalan dari maqashid syariah. Jadi, apa yg dilakukan oleh negara melalui KUHP sebenarnya sudah sah secara syar’i. Namun, dalam praktik, detail-detailnya saja ada yang saling bertolak belakang dan menarik untuk dilihat. (rbs)