Kanal24, Malang – Piala Dunia U-20 menjadi perhatian banyak pihak di Indonesia setelah muncul penolakan terhadap kedatangan timnas Israel sebagai salah satu calon peserta. Gubernur Bali I Wayan Koster bahkan sempat mengirimkan surat kepada Menteri Pemuda dan Olahraga untuk menyatakan bahwa Bali enggan menjadi tuan rumah untuk pertandingan-pertandingan yang melibatkan Israel.
Sejumlah penolakan tersebut kemudian membuat FIFA membatalkan proses drawing peserta grup yang semestinya berlangsung pada Jumat (31/3/2023), lima hari sebelum acara tersebut digelar. Sebelum kemudian benar-benar mencoret Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023 (29/03/2023).
Adi mellihat adanya nuansa politik dalam urusan sepak bola Indonesia hingga berujung pada pencoretan Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 2023.
“Pertama begini, sepak bola itu sendiri memang sudah jadi komoditas politik, yang kedua, persoalan Palestina-Israel sudah lama menjadi komoditas politik bagi politisi Indonesia, maksud saya, isu Palestina-Israel selalu jadi alat untuk membangun citra positif bagi politisi indonesia agar lebih mendapatkan dukungan dari masyarakat, dan kebetulan timnas Israel menjadi peserta Piala Dunia, sehingga ini jadi momentum bagi banyak politisi untuk menolak israel demi citra yang lebih baik.” terangnya pada Kanal24 di Malang, Jawa Timur (30/3/2023).
Ia juga mengungkapkan bahwa Indonesia sudah punya sikap yang jelas untuk tidak membuka hubungan diplomatis apapun dengan Israel.
“Secara umum politik luar negeri Indonesia sangat kritis dan kontra dengan Israel. Sebetulnya ini merupakan perwujudan nyata dari konsistensi Pemerintah untuk mendukung Palestina.” tuturnya.
Namun, terkait perhelatan Piala Dunia U-20, ia berpendapat bahwa seharusnya ada pengecualian karena terkait citra Indonesia yang sudah bersedia dan menandatangani surat komitmen untuk menjadi tuan rumah.
“Sebagai tuan rumah, Indonesia harus bisa menjamin terlalaksananya acara dengan baik. Pembatalan ini membuktikan bahwa Indonesia tidak capable dan tidak mampu berkomitmen sebagai tuan rumah, dan akan menerima banyak konsekuensi.” ujarnya.
Menurutnya, komitmen antara Indonesia dan FIFA tidak diantisipasi secara serius.
“Seolah tidak ada langkah-langkah serius untuk memastikan kelancaran Indonesia jadi tuan rumah Pemerintah Pusat terkesan menggampangkan, dan tidak ada langkah konsolidasi untuk mempersiapkan acara ini sebagai bentuk komitmen Indonesia denhan FIFA, sehingga bisa muncul perosoalan semacam ini.” ujarnya.
Ia menyinggung dinamika internal yang berujung pada kerugian bagi pihak Indonesia.
“Menyelesaikan dinamika internal itu termasuk jaminan yang harus diberikan Indonesia karena sudah menandatangani komitmen untuk jadi tuan rumah, sebetulnya hal ini tidak akan terjadi kalau ada konsolidasi di awal.” ucapnya.
Konsolidasi tersebut menurutnya tidak cukup hanya dilakukan oleh PSSI dan Presiden Joko Widodo, tetapi juga harus melibatkan elemen politik lainnya termasuk organisasi masyarakat.
“Meskipun pada akhirnya Indonesia membolehkan Israel untuk bermain bola di Indonesia, dukungan Indonesia kepada Palestina dalam politik luar negeri maupun secara diplomatik tidak akan berubah.” pungkasnya.