Kanal 24 – Sebagai bentuk pengabdian kepada masyarakat yang juga merupakan pilar ketiga dari Tri Dharma Perguruan Tinggi, Kelompok Kajian Wargakarta Fakultas Ilmu Budaya Universitas Brawijaya mengusung Program Sekolah Keberagaman II. Program ini kembali melebur ke masyarakat untuk mengabdikan diri yang kemudian diharapkan mampu menjadi jembatan antara praktik akademik kampus dan kebutuhan masyarakat modern.
Sekolah Keragaman II dilaksanakan dalam periode Desember 2022 – Mei 2023. Program ini berfokus pada pengolahan dan pelatihan promosi praktik baik (best practice) dan pengelolaan keragaman yang sudah ada dalam masyarakat.
Praktik baik sendiri merupakan aktivitas warga yang mengunggulkan kerukunan/ guyub rukun, keberagaman dan inklusi. “Praktik baik maksudnya ada 2 hal yaitu yang pertama, yaitu praktik baik jelas bahwa ini menjadi contoh yg baik yg bisa ditiru oleh masyarakat yang lain itu yang pertama yang jelas tadi saya sampaikan. Yang kedua bapak, ibu sekalian praktik baik yang kami maksud ini adalah dalam kegiatan praktik baik ini tanpa disadari bisa mengikatkan warga, setiap desa, guyub rukun situasi kerukunan yg harmonis” ujar Doni, Perwakilan dari Kelompok Kajian Wargakarta.
Pada acara Talkshow yang diadakan oleh UBTV pada kamis (4/5/2023), disebutkan bahwa beberapa desa yang telah ditetapkan untuk menjadi contoh dan inspirasi yang telah melaksanakan praktik baik adalah Desa Mangliawan, Desa Mojorejo, Desa Selorejo, Desa Jambuwer, dan Desa Madirejo. Praktik baik yang dilakukan setiap desa juga beragam, tergantung dengan kondisi dari masing-masing desa.
Desa Jambuwer dengan praktik baik bersih dusun
Praktik baik bersih dusun yang dilakukan oleh Desa Jambuwer ini sudah menjadi tradisi dan telah dilakukan secara turun temurun yang kemudian diharapkan akan terus berlanjut hingga generasi selanjutnya. Hal yang menjadi daya tarik dari bersih dusun yang dilakukan oleh Desa Jambuwer ini adalah setiap dusun memiliki keunikan tesendiri dalam penerapannya sesuai dengan ciri khas dari setiap dusun itu sendiri.
Meskipun begitu tujuan dari praktik baik ini memiliki satu kesamaan yaitu untuk saling guyub rukun baik dari segi budaya, tradisi dan keagaman dimana bersih dusun sebagai sarana menyatukan perbedaan. Bersih dusun di Desa Jambuwer ini akan dilaksanakan pada bulan Selo pada kalender Jawa dan dilaksanakan secara runtut bergantian oleh setiap dusun.
Desa Mangilawan dengan praktik baik pelestarian sumber daya air
Desa Mangilawan memiliki 7 mata air. Untuk itu salah satu praktik baik yang dilakukan oleh Desa Mangilawa adalah dengan melakukan pelestarian sumber day air. Semua warga dengan keberagamannya saling bekerja sama tanpa adanya diskriminasi. Mereka memahami bahwa sumber daya air perlu dijaga bersama dan bukan merupakan tannggung jawab satu individu atau kelompok saja, melainkan tanggung jawab bersama yang harus djalankan secara kolektif.
Desa Mangilawan memiliki beragam kelompok yang turut serta melestarikan air dengan menggunakan pengetahuan lokal berbasis tradisi. Komunitas tersebut antara lain Komunitas Budaya H3 (Hurip, Hurup, Handarbeni) yang mengusung Mijiling Tirto yaitu sebuah tembang air yang mengiringi ritual Selamatan Kali di Desa Mangliawan dan Acara Tirto Suci yang merupakan sebuah tradisi di Desa Mangliawan sebagai bentuk rasa syukur atas nikmat Tuhan berupa rezeki, keselamatan, serta melimpahnya air. Komunitas yang juga turut untuk melestarikan air adalah LAD (Lembaga Adat Desa) yang mengusung Pahargyan Tirtha Wiwaha yang merupakan perayaan perkawinan air antara Sumber Wendit Lanang dan Wendit Wadon dan juga pelestarian Taman Wendit Lanang yaitu mata air kuno yang mengalir dalam sejarah.
Desa Mojorejo dengan praktik baik kerukunan umat beragama
Pada tahun 2021 Desa Mojorejo telah ditetapkan menjadi “Desa Sadar Kerukunan Umat Beragama” oleh Pemerintah Kota Batu maupun Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) pada tahun 2021. Desa Mojorejo memang memiliki kondisi demografi dengan keberagaman agama. Disamping Islam sebagai mayoritas, terdapat ratusan penduduk lain yang memeluk agama Kristen Protestan, Katolik, dan Budha.
Semua kegiatan yang menyangkut keberagaman sudah berjalan secara naluriah di Desa Mojorejo. Praktik baik yang juga sudah menjadi tradisi di desa ini mengenai keberagaman misalnya saling membantu dalam perayaan hari keagamaan masing-masing, saling berkunjung dan silaturahmi antar umat agama, membentuk kegiatan dan kesenian warga dengan latar belakang berbagai kepercayaan, dan lain sebagainya.
Rucipto sebagai perwakilan dari Desa Mojorejo dalam acara Talkshow yang diadakan oleh UBTV pada kamis (5/5) memaparkan bahwasannya untuk kedepannya Desa Mojorejo memiliki dua tugas yaitu untuk merawat kerukunan yang akan terus di turunkan kepada generasi berikutnya
“… Yang pertama tugas untuk merawat, tugas untuk memelihara kerukunan itu, yang tidak hanya kita wujudkan kepada generasi yang sekarang tapi juga kita tanamkan untuk anak-anak ya, generasi berikutnya. Karena kondisi kerukunan seirng perkembangan zaman yang dinamis ya, mungkin masalah kerukunan tantangannya bisa bereda-beda” jelas Rucipto.
Tugas selanjutnya yang harus dijalankan oleh Desa Mojorejo adalah terkait dengan pengembangan nilai-nilai keberagaman dan kerukukan yang sudah ada dalam kehidupan masyarakat Desa Mojorejo.
Desa Madiredo dengan praktik baik pengelolaan sampah
Sebelum adanya praktik baik pengelolaan sampah di Desa Madiredo, masyarakat terbiasa membuang sampah sembarang tempat, terlebih lagi di sungai. Desa Madiredo yang terdiri dari 10.000 penduduk ini setiap harinya akan menghasilkan sampah kurang lebih 13 ton per harinya. Namun, dengan praktik baik berupa pengelolaan sampah ini sangat berdampak positif bagi lingkungan. Praktik baik ini sudah dilakukan oleh Desa Madiredo kurang lebih selama 5 tahun.
TPST 3R yang merupakan program pengelolaan sampah di Desa Madiredo tidak hanya berhasil untuk membuat lingkungan menjadi lebih sehat, namun juga berhasil meningkatkan ikatan sosial antar warga. Program ini mengajak masyarakat untuk mengeluarkan sampah-sampah dari rumah mereka yang kemudian para petugas akan mengumpulkan sampah-sampah tersebut yang kemudian akan dibawa ke tempat TPST 3R
Mahfud sebagai Kepala Desa Madiredo juga memaparkan bahwa terdapat perbedaan dalam hal pengelolaan sampah yang ada di masyarakat. Meskipun begitu berbagai bentuk pengelolaan sampah tersebut tetap mendapatkan diapresiasi.
Desa Selorejo dengan praktik baik pelestarian hutan
Desa Selorejo memiliki lokasi yang berdekatan dengan hutan. Sebelumnya warga hanya sekedar memanfaatkan hutan tanpa ada upaya pelestarian. Hingga pada akhirnya terjadi krisis air karena pembalakan hutan. Sehingga pada tahun 2019 mulai dibentuk lembaga konservasi lingkungan.
Kegiatan pelestarian hutan dan lingkungan ini salah satunya diterapkan dengan cara menanam pohon jenis fikus atau beringin di daerah aliran sungai. Serta yang mulanya banyak masyarakat yang menanam padi, kini berganti menjadi tanaman holtikultura salah satunya ada menanam pohon jeruk.
Kegiatan pelestarian juga menekankan praktik guyub rukun yang ada di masyarakat yang diwujudkan dengan adanya kerja sama secara kolektif untuk menjaga kelestarian hutan dan daerah sekitar aliran sungai. Toleransi dan inklusi juga menjadi hal penting untuk membangun hubungan harmonis antara warga desa, sehingga praktik pelestarian hutan dan aliran sungai ini dapat berjalan dengan baik. (rra)