Kanal24 – Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Anwar Makarim menegaskan untuk penerimaan siswa PAUD ke kelas awal SD mulai tahun ajaran 2023/2024 tidak boleh lagi mengadakan tes calistung sebagai bagian dari proses penerimaan peserta didik baru di SD. Hal ini didasarkan pada hasil reportase kompas.id pada acara Peluncuran Merdeka Belajar Episode 24: Transisi PAUD ke SD yang menyenangkan.
Beberapa alasan mengapa Mendikbud Ristek, Nadiem menegaskan bahwa tidak ada lagi tes calistung untuk penerimaan siswa PAUD ke kelas awal SD tahun akademik 2023/2024:
1. Penguasaan Calistung adalah momok untuk orang tua dan calon murid SD
Penguasaan calistung untuk masuk ke kelas 1 SD selama ini menjadi menjadi momok untuk orang tua dan calon murid. Akibat penguasaan calistung di kelas 1 SD menjadi persyaratan, maka proses belajar pendidikan anak usia dini (PAUD) di Indonesia dianggap berhasil jika membuat anak menguasai calistung. Ditambah lagi, tes calistung juga diterapkan sebagai syarat masuk SD.
2. Hafalan / drilling Calistung beban anak usia dini
Tidak semua anak yang akan masuk SD melalui PAUD terlebih dulu. Selain itu, pendidikan yang hanya fokus pada kemampuan calistung dengan cara instan atau drilling membuat pembelajaran dianggap beban dan tidak menyenangkan bagi anak sejak usia dini. Padahal proses belajar PAUD ke SD ini seharusnya menjadi masa transisi.
3. Jago Membaca, Tapi Sekadar Bunyikan Huruf
Selama ini terbangun kebanggaan bahwa anak Indonesia bisa jago membaca, tetapi sekadar membunyikan huruf. Tetapi aneh, giliran di kelas 3-4 SD jadi ketinggalan tingkat literasi. Hal ini karena pendidikan di PAUD dan kelas awal SD terburu-buru mengajar kompetensi dalam arti yang sempit dengan fokus calistung, tetapi juga tanpa metode yang menyenangkan dan memahami konsep. Kompetensi literasi dan numerasi dipaksakan dengan cara menghafal.
4. Menurunkan Tingkat Kepercayaan Diri Anak
Akibat merasa tidak pintar dalam calistung, membuat anak-anak bisa menjadi tidak percaya diri sejak awal. Padahal, di usia dini, ada kemampuan lain yang jauh lebih penting dari penguasaan calistung yang diajarkan secara tidak menyenangkan seperti menghafal.
5. Fokus Calistung Rampas Anak Bertumbuh dan Berkembang
Jika pembelajaran di PAUD lebih berfokus pada calistung-karena pendidikan di kelas 1 SD sudah menuntut anak-anak menguasai calistung-dibiarkan, berarti hal tersebut merampas hak anak-anak Indonesia untuk bertumbuh dan berkembang sesuai kodratnya. Anak-anak bisa mengasosiasikan sekolah dan belajar merupakan hal yang tidak menyenangkan.
Oleh karena itu, Nadiem Anwar Makarim memberikan kebijakan Merdeka Belajar untuk mendukung transisi PAUD ke SD yang menyenangkan bukan berarti pengenalan calistung di PAUD tidak bisa dilakukan. Namun, hal tersebut tidak boleh lagi menjadi fokus. Proses pendidikan di PAUD dan kelas awal SD mesti berfokus untuk membangun enam kemampuan fondasi anak.
Anak-anak dari jenjang PAUD hingga kelas awal SD harus didukung untuk mengenal nilai agama dan budi pekerti, keterampilan sosial dan bahasa untuk berinteraksi, serta kematangan emosi untuk berkegiatan di lingkungan belajar. Selain itu, kematangan kognitif untuk melakukan kegiatan belajar, seperti kepemilikan dasar literasi dan numerasi; pengembangan keterampilan motorik dan perawatan diri untuk berpartisipasi di lingkungan belajar secara mandiri; dan pemaknaan terhadap belajar yang positif. (nid)