Kanal24, Malang – Siapa yang pernah menonton film layar lebar Yuni? Ya, tahun 2021 merupakan masa kejayaan dari Arawinda Kirana, sebagai pemeran utama Yuni yang telah sukses mengantongi 7 penghargaan di bidang film selama 5 tahun berkarir.
Aktris Indonesia yang satu ini juga digandrungi sebagai Kartini Modern Masa Kini atas keaktifannya menjadi aktivis dalam melestarikan budaya berkain dan menyuarakan isu perempuan-perempuan di Indonesia agar mendapatkan kesetaraan gender. Dengan citra positif yang dimilikinya, tak sedikit brand yang telah menjadikannya sebagai ambassador dan sutradara yang mengikutsertakan Arawinda ke dalam project film layar lebar lainnya.
Sayangnya, beberapa waktu lalu, tepatnya pada tahun 2022, Arawinda mengalami masa sulit dalam karirnya dimana ia terjerat skandal yang tidak terduga. Ia dituding terlibat hubungan asmara dengan suami orang, yang mana sangat bertolak belakang dengan citra dan isu yang telah dia angkat.
Semenjak berita tersebut keluar, secara sekejap Arawinda menjadi objek dari ‘cancel culture’ para netizen. Beberapa brands juga memberhentikan keaktifannya sebagai ambassador mereka.
Apa itu cancel culture?
Cancel culture merupakan fenomena di mana seorang individu yang sudah melanggar suatu norma akan dikucilkan di media sosial dan tempat lain oleh anggota masyarakat. Biasanya, cancel culture diberikan kepada publik figur yang terlibat skandal karena dianggap tak lagi sejalan dengan keinginan manusia. Cancel culture bisa disebut sebagai evolusi dari istilah boikot yang telah dikenal sejak lama oleh masyarakat. Saat ini, cancel culture marak dilakukan melalui media sosial, khususnya twitter atau sebuah petisi.
Sosok Arawinda Kirana (@arawindak/Instagram)
Cancel culture dari kasus Arwinda, menunjukkan bahwa Arawinda telah menjadi objek, dengan banyaknya orang yang mengkritik dan mengucilkannya di media sosial, mulai dari cuitan-cuitan yang menghakimi dan kesal terhadap perbuatannya serta ajakan untuk tidak lagi mendukung karirnya sebagai aktor. Pada bulan itu, rasanya karir Arawinda berakhir dalam sekejap akibat cancel culture.
Lantas, bagaimana cancel culture lainnya di negara Indonesia?
Di Indonesia, cancel culture masih belum ditanggapi secara serius dan bersifat sementara. Sebagai contoh, banyak public figure yang telah melakukan kesalahan fatal, hanya akan mendapatkan hujatan sebentar lalu akan muncul kembali dimana-mana. Jika dilihat dari kasus Arawinda ini juga, project film terbarunya, Like & Share tetap diPublishedkan beberapa bulan setelah skandal ini. Meskipun begitu, masih banyak masyarakat yang memboikot film tersebut karena Arawinda berperan di dalamnya.
Apakah cancel culture itu layak untuk dilakukan terhadap seseorang atau malah terlalu berlebihan?
Cancel culture memiliki sisi baik dan buruk tergantung bagaimana kita menyikapinya, baik dari korban maupun dari netizen yang melihatnya. Budaya ini dapat berkembang menjadi perilaku main hakim sendiri yang dilakukan orang dengan cara berkelompok di media sosial. Bullying di media sosial ini dapat merusak mental seseorang sehingga perlu beberapa limitasi dari konsekuensi yang diberikan masyarakat
Walaupun begitu, cancel culture dapat menjadi ajang yang baik bagi para objeknya mendapatkan self-reflection bahwa segala sesuatu yang di perbuat memiliki suatu konsekuensi. Sebagai public figure, mereka perlu mengerti bahwa banyak sekali orang yang menjadikannya role model. jadi jika public figure tersebut tidak memiliki hal positif untuk diperlihatkan, hal itu akan berdampak pada pandangan masyarakat kedepan. (rbs)