KANAL24, Malang – Guru Besar Hukum Internasional Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB), Prof. Dr. Setyo Widagdo S.H., M.Hum. menjadi salah satu Guru Besar inspiratif di UB. Lahir di Jember, 20 Maret 1959 dan pindah ke Malang sejak usia 5 tahun, ia mengaku awalnya memiliki minat melanjutkan pendidikan kuliah di jurusan ekstrak dan tidak diterima. Kemudian, meski lulusan SMA IPA, selain mencoba ke jurusan ekstrak, ia juga mencoba mengambil jurusan sosial, salah satunya hukum.
“Karena saya lulusan SMA IPA, awalnya saya daftar di beberapa kampus dengan jurusan ekstrak. Tapi, saya tidak diterima. Satu tahun kemudian, saya tetap mengikuti jurusan ekstrak dan juga masuk jurusan sosial diantaranya hukum, akhirnya diterima,” kata Prof. Setyo kepada kanal24.
Satu tahun setelah lulus SMA, Prof. Setyo mencoba beralih memilih jurusan hukum, lalu diterima dan lulus sebagai Sarjana Hukum Tata Negara di Universitas Brawijaya (UB) pada tahun 1985.
Setelah lulus kuliah S1, Prof. Setyo mencoba mencari berbagai macam pekerjaan hingga ke luar kota Malang. Namun, ia tidak mendapatkan pekerjaan. Singkat cerita, ia mendapatkan informasi terkait pendaftaran dosen hukum di UB. Sebagai lulusan S1 Hukum, Prof. Setyo menceritakan bahwa ia diajak teman untuk mendaftarkan diri sebagai dosen di UB meskipun ia tidak berharap akan kembali ke kampusnya.
“Akhirnya saya masuk jadi dosen, diterima, tesnya 5 kali,” terang Prof. Setyo.
Singkat cerita, Prof. Setyo menawarkan diri menjadi dosen yang mengajar Hukum Internasional karena ia merasa tertarik dengan Hukum Internasional. Sehingga, ia melanjutkan pendidikannya pada jurusan Magister Ilmu Hukum Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 1995.
Singkat cerita, Prof. Setyo yang mendapatkan berbagai prestasi, penghargaan, serta menerbitkan berbagai jurnal nasional hingga internasional kembali melanjutkan pendidikan dan lulus sebagai Doktor Ilmu Hukum Universitas Brawijaya pada tahun 2017. Ia juga masih terus berusaha menjadi dosen yang aktif memberikan kontribusi untuk Universitas Brawijaya.
Sebagai dosen aktif, Prof. Setyo juga telah menerbitkan 6 buku karyanya yang menginspiratif. Baru-baru ini, Prof. Setyo juga kembali menerbitkan satu buku lagi yang berjudul “Pengesahan dan Pemberlakuan Perjanjian Internasional”. Buku setebal 219 halaman ini diterbitkan oleh Penerbit Selaras Media Kreasindo dengan cetakan pertama pada Juni 2023. Buku tersebut dapat dibaca oleh siapa saja, khususnya mereka yang mempelajari Hukum Internasional.
Selain itu, berkat kegigihannya sebagai dosen yang terus memberikan kontribusinya di bidang Hukum Internasional, Prof. Setyo Widagdo berhasil dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Internasional FH UB pada Sabtu, 22 Juli 2023 dengan judul penelitian “Pembentukan Perjanjian Internasional dengan Enhancement Model sebagai Alternatif Penyelesaian Sengketa Laut China Selatan”.
“Agak sulit menemukan tema-tema di hukum internasional, tapi kemudian saya menemukan Laut China Selatan ini kok belum selesai, nampaknya sangat menarik ya. Masalahnya sendiri kan menarik, sering muncul di media terus-menerus. Maka, saya coba angkat,” ujar Prof. Setyo.
Problematika Laut China Selatan merupakan masalah yang telah dimulai sejak tahun 1947-an dan masih belum menemukan solusinya hingga sekarang. Hal ini disampaikan oleh Prof. Setyo. Pemicu dari masalah tersebut diantaranya adalah sumber daya alam yang melimpah baik minyak gas dan nilai perdagangan di kawasan tersebut.
Negara yang bersengketa tersebut ada enam, terutama China yang mendominasi Tiawan, Brunei Darussalam, Filipina, Malaysia, dan Vietnam. Hingga sekarang, telah diupayakan berbagai cara mulai dari diplomasi hingga lain-lain, namun tidak berhasil selesai.
Meskipun Indonesia bukan negara pihak, namun Indonesia memiliki komitmen agar Sengketa Laut China Selatan bisa damai karena memang dekat dengan kawasan ASEAN. Indonesia kemudian berinisiatif untuk membuat Code of Conduct untuk meredam sengketa di kawasan tersebut. Namun, Code of Conduct tersebut tidak efektif karena tidak mengikat secara hukum. Sehingga, saya menawarkan Code of Conduct tersebut dalam pidato pengukuhan saya dengan model mengikat, yaitu Enhancement Model.
“Kekuatan dari pembentukan perjanjian internasional sebagai model penyelesaian sengketa ini terletak pada kekuatan mengikatnya secara hukum dan kepastian hukum dalam penerapannya,” tutup Prof. Setyo. (nid)