KANAL24, Malang – Bank Indonesia mengumumkan akan memberlakukan kebijakan Merchant Discount Rate (MDR) sebesar 0,3% pada layanan QRIS. Rencana kebijakan tersebut mendapat banyak keluhan dari pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) hingga masyarakat.
Mendengar keluhan dari masyarakat, Bank Indonesia menanggapi dengan kebijakan baru bahwa MDR sebesar 0,3% berlaku untuk transaksi diatas Rp 100.000 setelah mempertimbangkan sebagian besar pengguna QRIS lebih banyak bertransaksi di bawah Rp100 ribu. Kebijakan tersebut rencananya akan diberlakukan mulai 1 September atau selambatnya 30 November 2023 mendatang.
Pengamat bisnis serta dosen Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Detha Alfrian Fajri, S.AB,.M.M menanggapi kebijakan tersebut semestinya harus begitu. Untuk bisa membuat infrastruktur teknologi QRIS membutuhkan investasi yang besar di awal, serta waktu yang panjang untuk diadopsi masyarakat Indonesia sebagai alat transaksi.
“Proses untuk masyarakat mengenal dan mengadopsi itu butuh waktu sehingga kemudian saya rasa wajar kalau pada akhirnya Bank Indonesia mengambil MDR sebagai bentuk pengembalian dalam bentuk investasi” ujar Detha.
Sementara sebagai pelaku usaha, Detha turut memberikan tanggapan. Ada dua kemungkinan yang akan dilakukan pelaku industri yang sudah terbiasa dengan QRIS yakni dengan membuat transaksi menjadi cash seperti sebelum adanya QRIS, atau tetap menggunakan QRIS dengan menambahkan biaya transaksi sehingga menekan dampak atas biaya MDR tersebut. “Meskipun Bank Indonesia mengatakan (biaya tambahan) tidak boleh dibebankan ke konsumen, tapi siapa yang bisa melarang” tambahnya.
Namun Detha mengatakan, jika kemungkinan kedua diambil oleh pelaku industri maka bisa menjadi salah satu faktor yang menyebabkan inflasi meskipun tidak terlalu besar.
Mengenai solusi atau jalan tengah yang dapat diambil, Detha memberikan saran agar Bank Indonesia perlu mencoba untuk menarik ke belakang mengenai kebijakan ini untuk mencermati apa yang membuat masyarakat begitu melekat dengan QRIS. Bank Indonesia sendiri menyebutkan sudah terdapat 26 juta pelaku UMKM yang telah menerapkan pembayaran menggunakan QRIS, sementara penggunanya telah mencapai 35 juta per Mei 2023. Jika dibandingkan dengan jumlah penduduk maka penggunanya hanya 12% dari total masyarakat Indonesia.
“Solusinya adalah dengan melihat indikator keberhasilan QRIS sudah sejauh apa, apakah match ketika kemudian digelontorkan kebijakan tersebut” ungkap Detha.
Sementara saran untuk pelaku UMKM, Detha menjelaskan jika QRIS memberikan benefit lebih tinggi kepada pelaku UMKM daripada risikonya sendiri serta tidak masalah dengan biaya MDR yang dikeluarkan lebih baik untuk tetap menggunakan dan menerima kebijakan dari Bank Indonesia. Melihat dari dampak positifnya sendiri, QRIS memberikan manfaat bagi pelaku UMKM diantaranya mengurangi risiko kesalahan hitung uang cash dan tidak perlu menyediakan uang kembalian.
”Kalau memang kemudian mereka merasa bahwa benefit QRIS tidak relevan (dibanding risiko tidak menggunakan QRIS) maka dipakai saja, atau dengan menambahkan biaya konsumen, atau alternatif lain adalah tidak memakai QRIS sama sekali” tutup Detha Alfrian Fajri. (ina)