Kanal24, Malang – Mengapresiasi dan mendorong pegiat sastra Kota Malang untuk terus berkarya dan berliterasi, Komunitas Pelangi Sastra Malang dengan dukungan Bantuan Pemerintah (Banpem) dari Pusbanglin Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemdikbud) menggelar “Festival Sastra Kota Malang” pada Kamis hingga Minggu (19-22/10/2023) di Pan Java Garden Cafe, Mulyoagung, Kecamatan Dau, Kabupaten Malang.
Ketua Komunitas Pelangi Sastra Malang, Denny Mizhar resmi membuka acara Festival Sastra Kota Malang. Ia menyampaikan bahwa sebelum menjadi Festival Sastra Kota Malang, dua tahun lalu acara ini dinamakan “Pekan Sastra Kota Malang”.
“Festival Sastra Kota Malang lahir dengan nama baru agar dalam jangka waktu pelaksanaannya bisa lebih leluasa,” ujar Denny Mizhar.
Festival ini menjadi bentuk usaha untuk mempertemukan penulis, pembaca, serta pegiat literasi dengan mengangkat tema “Perjumpaan: Mengingat Masa Lalu, Membaca Masa Kini, Membayangkan Masa Depan”.
Melalui tema tersebut, Denny Mizhar mengatakan bahwa melalui perjumpaan, maka bersama-sama yang saat ini hadir dapat membaca masa lalu dari sastrawan terdahulu, menghadirkan para sastrawan masa kini, guna membayangkan masa depan. Selain itu, dari perjumpaan, ia juga turut ingin menghadirkan medium seni yang lain.
Pada hari pertama festival, acara dibuka dengan Orasi Budaya yang disampaikan oleh Penulis Kota Malang sekaligus Guru Besar Pendidikan Bahasa Indonesia dan Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang, Prof. Djoko Saryono. Dalam orasi budayanya, ia berbicara terkait pengembangan waktu, sesuai dengan tema Festival Sastra Kota Malang, yaitu Perjumpaan.
Acara dilanjutkan dengan pembacaan puisi dari para pegiat sastra. Selain itu juga ada banyak diskusi yang mengisi acara dari hari pertama hingga penutupan. Seperti Peluncuran Buku Antologi Esai Pelangi Sastra Malang: Membaca Malang Melalui Kajoetangan, Peluncuran Buku Antologi Puisi Pelangi Sastra Malang: Kata & Kota, Perbincangan Teater dan Penjelajahan Estetik yang Berkisar di Dalamnya, dan Alih Wahana Sastra dalam Lintas-Medium: Musik, Seni Rupa, dan Film.
Bahkan, ada pula Pertunjukan Alih Wahana Cerpen dan Puisi, yakni Monolog “Baju” yang merupakan adaptasi dari cerpen Sastrawan perempuan Malang, Ratna Indraswari Ibrahim. Terdapat pula pertunjukan Teater Tari “Pengakuan Rahwana” yang merupakan adaptasi “Kemelut Cinta Rahwana”, kumpulan puisi Karya Djoko Saryono. Mengakhiri malam yang semarak itu, keseruan festival hari pertama ditutup dengan Jamming Puisi.
Selain berbagai diskusi yang mengisi acara, juga ada bazar buku dan juga ada meja khusus menjual barang-barang handmade. Panggung yang disediakan ada tiga, ada dua panggung publik dan panggung lokakarya yang menarik untuk para pengunjung.
Festival Sastra Kota malang ini, selain menjadi wadah pertemuan para sastrawan dan penikmatnya juga memberi wadah untuk pegiat seni baik musik, tari, lukis, hingga pertunjukan yang dapat dinikmati oleh para pengunjung.
“Diharapkan, festival ini tidak berhenti hari ini, tetapi akan berlanjut di masa depan nanti,” kata Denny Mizhar.
Ketua Pelaksana Acara, M. Dandy juga menambahkan bahwa festival ini bisa menjadi ruang yang berkelanjutan.
“Kami ingin ada wacana-wacana baru yang bisa hadir dari festival ini, ada regenerasi baru dari teman-teman yang akan datang, juga dari teman-teman panitia sehingga bisa sustainable,” kata Dandy. (nid)