Kanal24, Malang – Fakultas Hukum (FH) Universitas Brawijaya (UB) menggelar Seminar terkait Pengelolaan Ruang Udara Nasional pada Rabu (29/11/2023). Seminar yang menghadirkan pemateri dari berbagai lembaga pendidikan ini bertujuan untuk memperkaya wawasan tentang pentingnya konsep kedaulatan di ruang udara dan implikasinya terhadap kebijakan keamanan dan regulasi penerbangan.
Seminar yang dilaksanakan di Auditorium lantai 6 Gedung A FH UB ini menghadirkan berbagai narasumber yaitu, Prof. Atip Latipulhayat, S.H., LL.M., Ph.D., dosen dari UNPAD, Prof.Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana S.H., M.H., dosen dari Unika Atma Jaya Jakarta, Dr. Adi Kusumaningrum S.H., M.H., dosen dari Universitas Brawijaya, dan Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M., dosen dari Universitas Airlangga.
Prof. Atip Latipulhayat, membuka seminar dengan menggarisbawahi bahwa ruang udara adalah bagian integral dari kedaulatan suatu negara. Prinsip hukum internasional mengakui bahwa setiap negara memiliki kuasa penuh atas ruang udara yang berada di atas wilayahnya.
Penjelasan tersebut diperkuat oleh Prof.Dr. Ida Bagus Rahmadi Supancana, yang menyebut ruang udara sebagai wilayah kedaulatan negara (selain wilayah darat dan laut). Maka dari itu, negara memiliki kuasa penuh atas ruang udara yang berada di atas wilayahnya. Hal ini telah diatur dalam hukum internasional tepatnya pada Chicago Convention 1944.
Dr. Adi Kusumaningrum menekankan perbedaan antara ruang udara dan laut. Ruang udara berbeda dengan wilayah laut. Pada wilayah laut telah diatur terkait pembagian zonanya pada Konvensi Hukum Laut 1982. Sehingga, terdapat wilayah laut di mana suatu negara memiliki kedaulatan penuh, dan terdapat wilayah di mana negara memiliki hak berdaulat.
“Ruang udara hanya terbagi menjadi nasional dan internasional, sedangkan laut memiliki pembagian zona sesuai dengan Konvensi Hukum Laut 1982,” ungkap Dr. Adi.
Indonesia, dengan luas ruang udara yang mencakup Flight Information Region (FIR) di beberapa wilayah, dihadapkan pada tantangan pengelolaan yang berkaitan dengan kedaulatan. Adhy Riadhy Arafah memberikan contoh terkait wilayah Kepulauan Riau dan Natuna yang berada di bawah kewenangan Singapura.
“FIR berkaitan dengan kewenangan suatu negara untuk mengatur lalu lintas di ruang udara tertentu. Namun, jika terjadi kecelakaan di atas ruang udara yang FIR-nya dikelola oleh negara lain, siapa yang harus bertanggung jawab?” pertanyaan ini diajukan oleh Adhy, menjadi poin refleksi yang mendalam.
Adhy Riadhy Arafah, S.H., LL.M., mengatakan bahwa FIR berhubungan dengan kewenangan suatu negara untuk mengatur lalu lintas di ruang udara tertentu. Dalam hal ini, lalu lintas penerbangan yang sejatinya berada di wilayah udara Indonesia, tepatnya di wilayah Kepulauan Riau dan Natuna, berada di bawah kewenangan Singapura.
Pertemuan ini menjadi ruang bagi perbincangan hangat mengenai pengelolaan ruang udara Indonesia. Salah satu sorotan utama adalah harapan agar Indonesia dapat mengelola seluruh ruang udaranya secara mandiri tanpa mendelegasikan kewenangan kepada negara lain.
Pembahasan ini mendapatkan dukungan dari berbagai pihak yang menyatakan bahwa kedaulatan di ruang udara adalah salah satu kunci keamanan dan keberlanjutan penerbangan di Indonesia. Seiring seminar berakhir, harapannya adalah bahwa pemerintah dapat mempertimbangkan langkah-langkah strategis untuk mencapai tujuan ini. (rma/Humas FH)