Kanal24, Malang – Rakai Hino Galeswangi, Dosen sejarah dari Universitas Islam Indonesia (UII) Dalawa dan Tenaga Ahli Cagar Budaya (TACB) Kota Malang, mengungkapkan pandangannya terkait sejarah dan asal-usul keberadaan wilayah Kebalen di Kota Malang.
Menurut Galeswangi, keberadaan Kebalen memiliki sejarah yang cukup kompleks dan penuh misteri. Sebagai langkah awal, ia merinci kisah masa klasik yang diyakininya terdokumentasi dalam kitab Pararaton. Dalam kitab tersebut, disebutkan bahwa Ken Arok pernah mengunjungi tempat bernama kabalon, yang konon dekat dengan pasar Singasari.
“Ada perpindahan dari Singosari ke Kuta Raja, dan Kutaraja ini dekat dengan Sungai Bangai,” ungkap Galeswangi.
Pandangan Galeswangi kemudian terfokus pada interpretasinya terhadap istilah “Kebalen.” Dia menyatakan bahwa wilayah Kebalen mungkin merujuk pada “cap balon” yang terdapat dalam Undang-Undang Pertanahan Hindia Belanda. Menurutnya, wilayah Kebalen bisa saja merupakan kampung pecinan kecil yang berperan dalam distribusi barang pada masa kolonial.
Galeswangi menggambarkan Kebalen sebagai tempat dengan ciri khas klenteng dan kampung yang menjadi pusat aktivitas masyarakat. Dia juga menyebut adanya tower cukam, yang fungsinya terkait dengan jam malam pada masa pemerintahan Belanda.
“Kebalen adalah tempatnya untuk arus balik, mengembalikan barang-barang yang tidak cocok di wilayah tersebut,” paparnya.
Dosen UII ini menyoroti peran trem dan rel kereta dalam sejarah perkembangan Malang. Dia merinci jalur trem yang melintas dari Jagalan hingga Alun-alun, serta rel kereta yang menghubungkan Malang dengan Blitar. Galeswangi menjelaskan bahwa kota lama, dengan pecinan besar dan kecil, menjadi pusat ekonomi pada masa lalu.
Meskipun terdapat versi-versi berbeda dalam cerita lokal mengenai asal-usul Kebalen, Galeswangi menekankan pentingnya sumber-sumber tertulis seperti peta Hindia Belanda. Namun, dia juga mengakui kompleksitas sejarah dan misteri yang terus menyelimuti wilayah Kebalen.
Di masa kolonial Belanda, Pasar Kebalen merupakan sektor ekonomi pada masanya. Sekaligus, Kampung Kebalen juga menjadi tempat orang masuk ke Kota Malang di masa Residen Pasuruan. Waktu itu, bahkan Kota Malang masih belum terbentuk. Jalur lalu lintas arus balik seperti pengembalian, distribusi, dan jalur kembali para pedagang juga dilakukan di Pasar Kebalen.
Penduduk Pasar Kebalen juga datang dari banyak etnis. Yakni dari cina, jawa, matraman, dan madura. Kebanyakan merupakan pedagang yang menetap.
Sementara, fungsi klenteng di dekat pasar kebalen memang sudah ada sejak masa kolonial. Hal itu juga didukung dengan berdirinya banyak bangunan lama. Bahkan, terdapat sebuah tower untuk mengawasi ketika jam malam.
Dalam kesimpulannya, Galeswangi mengajak masyarakat untuk lebih memahami dan menggali sejarah lokal Kota Malang. Ia berharap bahwa penggalian ini dapat membuka wawasan baru mengenai masa lalu kota yang kaya akan cerita dan warisan budaya ini.
“Sejarah Kebalen adalah bagian integral dari sejarah Kota Malang, dan upaya untuk memahaminya dapat membantu kita meresapi akar-akar kultural yang membangun kota ini,” pungkasnya. (nid/wdy)