Kanal24 – Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan prakiraan kondisi iklim untuk sepanjang tahun ini, yang dikenal juga sebagai Climate Outlook 2024. Dalam release BMKG tersebut dibahas pula potensi curah hujan untuk tahun 2024 dan dampaknya pada beberapa, termasuk pertanian.
Perlu diketahui sebelumnya, Samudera Pasifik, termasuk Indonesia memiliki tiga kondisi iklim yang berbeda:
Fase Netral, angin pasat berhembus dari timur ke barat melintasi Samudera Pasifik dan menghasilkan arus laut yang juga mengarah ke barat dan disebut dengan Sirkulasi Walker. Selama fase Netral, suhu muka laut di barat Pasifik akan selalu lebih hangat dari bagian timur Pasifik.
Fase El Nino, angin pasat yang biasa berhembus dari timur ke barat melemah atau bahkan berbalik arah. Pelemahan ini dikaitkan dengan meluasnya suhu muka laut yang hangat di timur dan tengah Pasifik. Air hangat yang bergeser ke timur menyebabkan penguapan, awan, dan hujan pun ikut bergeser menjauh dari Indonesia. Hal ini berarti Indonesia mengalami peningkatan risiko kekeringan.
Fase La Nina, hembusan angin pasat dari Pasifik timur ke arah barat sepanjang ekuator menjadi lebih kuat dari biasanya. Menguatnya angin pasat yang mendorong massa air laut ke arah barat, maka di Pasifik timur suhu muka laut menjadi lebih dingin. Bagi Indonesia, hal ini berarti risiko banjir yang lebih tinggi, suhu udara yang lebih rendah di siang hari, dan lebih banyak badai tropis.
Menurut BMKG, musim tanam I untuk tahun 2023/2024, berdasar kalender tanam akan berlangsung mulai dari bulan Oktober 2023 hingga bulan Maret 2024. BMKG menyarankan agar masyarakat dapat memanfaatkan informasi prediksi ini dengan mempertimbangkan potensi kondisi awal tahun 2024 yang cenderung dalam fase netral.
BMKG mencatat bahwa daerah sentra produksi pangan yang diprediksi akan mengalami curah hujan di bawah normal termasuk sebagian Jawa, sebagian Bali, sebagian Nusa Tenggara Barat, sebagian Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi bagian selatan. Untuk menghadapi kondisi ini, tindakan antisipasi dalam penyesuaian pola tanam dan pengelolaan aktivitas pertanian dengan memperhatikan ketersediaan air di wilayah tersebut dianggap penting.
Oleh karena itu, masyarakat juga diimbau untuk melakukan pemilihan bibit komoditas yang lebih sesuai dengan kondisi iklim yang diprediksi.
Sejak pertengahan tahun 2023, Indonesia telah mengalami fenomena iklim El Nino, yang menyebabkan musim kemarau lebih panas dan kering dari biasanya. Akibatnya, produksi pertanian, termasuk padi, mengalami penurunan.
Kondisi iklim tahun 2024 diprediksi cenderung normal, anomali iklim El Nino dan La Nina diperkirakan tidak akan terjadi, namun begitu sebaran curah hujan sepanjang tahun tidak selalu normal. Oleh karena itu, masyarakat khususnya dalam sektor pertanian perlu meningkatkan kewaspadaannya.
“Sektor pertanian diharapkan terus mengikuti informasi iklim yang dikeluarkan BMKG setiap bulannya,” ujar BMKG dalam release Climate Outlook 2024.
Dengan beracuan pada informasi iklim, diharap masyarakat dapat mengatur strategi adaptasi sektor pertanian berbasis pemutakhiran informasi iklim, antara lain:
Pengaturan pola tanam sesuai dengan ketersediaan air berdasarkan potensi sifat hujan di atas normal pada kuartal kedua tahun 2024 dapat digunakan untuk melakukan persiapan melakukan ekstensi masa tanam untuk tanaman pangan.
Pemilihan komoditas dan varietas sesuai dengan prediksi iklim.
Tindakan adaptasi yang lebih fokus dan tepat lokasi, seperti untuk wilayah yang diprediksi kering dapat menyediakan air melalui sumur pompa, dam parit, embung, sedangkan untuk wilayah yang diprediksi lebih basah dapat menyiapkan sistem drainase yang lebih baik.
Menekankan kehilangan hasil akibat kekeringan atau serangan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). (fan)