Oleh : Akhmad Muwafik Saleh*
Menarik sekali apabila mencermati firman Allah SWT terkait tentang kewajiban puasa Ramadhan. Dalil ayat yang menjelaskan tentang kewajiban puasa ini terdapat pada quran surat Al Baqarah ayat 183 – 184. Para ahli dhauq (perasaan tertinggi dalam memahami ilmu) menyarankan agar saat membaca tersebut jangan hanya berhenti di akhir ayat 183, namun lanjutkan pada awal kalimat di ayat 184, ayyaman ma’dudat.
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ. (183) أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ …..
Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (183). (Yaitu) beberapa hari tertentu….. (184)
(QS. Al-Baqarah: 183)
Hal ini agar potongan ayatnya menjadi tepat dengan apa yang dimaksud dan mendekati dengan rasa makna dari pesan Allah swt tentang kewajiban puasa ramadhan tersebut. Bahwa puasa itu diwajibkan kepada kaum yang beriman dan kewajibannya itu telah ditetapkan juga kepada ummat-ummat terdahulu sebelum ummat Muhammad dengan maksud agar mencapai derajat tertinggi kemanusiaan yaitu taqwa. kewajiban puasa itu ditetapkan oleh Allah swt hanyalah pada sejumlah waktu yang sangat pendek yang telah ditentukan oleh Allah khusus bagi ummat Muhammad yang sangat berbeda dan ringan dibandingkan dengan ummat selain ummat Muhammad.
Al Imam Al Hafizh Abu al Faroj Abdurrahman bin al Jauzi dalam kitabnya, Bustanul Wa’izhiin wa Riyadhussaamiin hal 220 menjelaskan Isyarat dalam firmanNya;
“…أَيَّامٗا مَّعۡدُودَٰتٖۚ
(yaitu hanya dalam) beberapa hari yang terbilang…“ seakan-akan Allah SWT berfirman: “Hal yang Aku wajibkan atas kalian hanya beberapa sementara pemberianKu pada kalian tidak terbatas. Ibadah kalian kepadaKu adalah bakti sedang nikmatKu pada kalian adalah kebaikan yang terus berkembang. Ketaatan kalian padaku (hanya terbatas) dari waktu ke waktu sedang pahalaKu untuk kalian adalah selama-lamanya. Puasa kalian karenaKu (hanya) dari tahun ke tahun sedang kesempatanKu untuk kalian (menikmati) surga adalah sebaik-baik tempat tinggal”
Menarik apabila mencermati pesan dari kalimat firman Allah swt ini, ayyaaman ma’dudat, yaitu hari-hari tertentu. Kalimat ini seakan memberikan sebuah pesan bahwa kewajiban puasa ramadhan, “hanyalah” beberapa hari saja. Dari 365 hari dalam setahun, puasa ramadhan hanya ditetapkan sebulan saja (30 hari). Dari sebulan tersebut ternyata puasa tidaklah dilakukan sebulan penuh dan itupun tidak dilakukan dalam 24 jam dalam seharinya, namun “hanya” mulai dari waktu terbitnya fajar (thulu’ul fajar) hingga terbenamnya matahari (ghurub asy syamsi), yang artinya hanya setengah hari. Jika kita hitung maka waktu yang dipergunakan untuk berpuasa, menahan makan dan minum hanyalah separoh bulan saja, 15 hari ‼. Inilah Ayyaaman ma’dudaat…
Sementara dengan waktu yang sangat pendek itu, Allah swt memberikan bonus pahala yang berlipat-lipat dan momentum kebaikan yang sangat luar biasa banyaknya. Artinya jika ada suatu momentum disediakan hadiah bonus besar dan banyak, sementara waktu yang disediakan terbatas. Maka tentunya orang-orang pastilah akan berupaya merebutnya sekalipun harus antri dan berdesak-desakan tanpa perasaan mengeluh, lelah, dan capek, bahkan mungkin menjalaninya dengan penuh semangat, hanya agar dapat memperoleh hadiah-hadiah besar tersebut.
Demikian pula harusnya dengan puasa Ramadhan. Dengan waktu yang “hanya” amat sangat terbatas tersebut maka harusnya seorang yang beriman tidak perlu merasa berat dalam menjalani ibadah puasa. Dengan waktu yang “hanya” pendek tersebut harusnya seorang yang beriman mampu mengoptimalkan waktunya untuk banyak beribadah kepada Allah swt menjemput bonus besar (Nafahat) yang disediakan oleh Allah swt tersebut. Menjalaninya dengan penuh semangat. Mengurangi kesempatan tidur, karena menyadari terbatasnya waktu yang disediakan untuk memperoleh sekian banyak bonus pahala itu, sehingga tidak ada kesempatan waktu untuk berleha-leha, bersantai tanpa amal shalih.
Bagaimana mungkin seseorang akan memperoleh bonus dan hadiah besar sementara dia menjalaninya tidak dengan penuh semangat. Karena pahala besar itu akan diperoleh berdasarkan kadar kepayahan (kesungguhan) yang dilakukan. Sebagaimana disabdakan oleh Nabi saw :
اجرك على قدر نصبك
“Besarnya pahalamu tergantung pada usahamu.” (HR. Muslim dari Sy. Aisyah)
Hal ini disampaikan pula oleh Imam As-Suyuthi dengan redaksi lain yang berbunyi
ما كان أكثر فعلًا كان أكثر فضلً
“amalan yang lebih banyak pengorbanan, lebih banyak keutamaan”.
Kaidah Ushul Fiqih yang dinisbahkan kepada Imam Al-Qarafi dalam kitabnya Al-Qawaid 2:411
Menyebutkan :
زيادة المشقة زيادة الأجر
“Bahwa besar pahala sesuai kadar kesusahan.”
Sehingga sebuah pahala dengan bonus besar sekali seketika (nafahat) hanya diperuntukkan bagi orang yang benar-benar ingin meraihnya dan akan diperoleh dengan kesungguhan. Untuk itu marilah sambut dan raih nafahat itu dengan penuh semangat dan penuh suka cita melalui berbagai amal kebaikan selama bulan Ramadhan. Semoga Allah swt memberikan kepada kita Nafahat Nya sehingga dapat terselamatkan selamanya. Aamiiin yaa rabbal aalamiin…(ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang