Oleh : Akhmad Muwafik Saleh*
Puasa Ramadhan dimaksudkan untuk menjaga dan mengekang hawa nafsu, khususnya melalui apa yang masuk lewat mulut kita, makan dan minum. Termasuk pula melalui semua panca indra kita, inilah puasanya kalangan khawas (orang yang istimewa). Bahkan tidaklah seseorang dianggap berpuasa jika hanya sekedar menahan lapar dan dahaga saja, sementara dirinya tidak mampu menjaga lisannya dari kebohongan, fitnah, ghibah dan segala macam. sebagaimana disabdakan oleh Nabi :
كَمْ مِنْ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوْع وَالْعَطْش
Artinya, “Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan sesuatu dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga” (HR An-Nasa’i).
Bahkan secara tegas Nabi saw mengatakan bahwa beberapa hal yang dapat membatalkan puasa lebih karena ketidakmampuannya menjaga lisannya, sebagaimana disabdakan oleh Nabi dalam hadis :
خمسٌ يُفطِرن الصّائِم: الغِيبةُ، والنّمِيمةُ، والكذِبُ، والنّظرُ بِالشّهوةِ، واليمِينُ الكاذِبةُ
Artinya, “Lima hal yang bisa membatalkan pahala orang berpuasa: membicarakan orang lain, mengadu domba, berbohong, melihat dengan syahwat, dan sumpah palsu” (HR. Ad Dailami)
Artinya puasa tidak cukup dengan menjaga makan minum, tapi lebih daripada itu adalah bagaimana seseorang menjaga hubungan komunikasinya dengan orang lain ( habluminannas) dan Sudah barang tentu pula hubungannya dengan Allah (hablum minallah).
Menarik untuk diperhatikan dialog antara nabi Musa dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang ditulis oleh Imam Al Ghazali di dalam kitabnya “Mukasyafah al-Qulub”.
Nabi Musa bertanya pada Allah swt,
“Yaa Allah, di antara semua ibadah yang telah kulakukan untukMU, manakah ibadah yang KAU sukai? Apakah Sholatku?”
Allah menjawab, “Sholatmu itu hanya untuk dirimu sendiri, sholat yang kau dirikan akan membuatmu terpelihara dari perbuatan keji dan mungkar.”
“Apakah puasaku?”. Allah menjawab, “Puasa yang kau jalani selama ini hanya untukmu. Karena puasa itu dapat melatih dirimu agar mampu mengekang hawa nafsumu.”
“Lalu ibadah yang mana, yang membuat Engkau senang? Tanya Nabi Musa.
Lalu Allah SWT menjawab, “Memasukkan rasa bahagia ke dalam diri seseorang.”
Inilah yang disebut dengan konsep Idkhalus surur Fi qulubil Mukminin memasukkan rasa senang pada hati orang mukmin (nyenengno UWong).
Dari Abu Huroiroh berkata, Rosulullah shollallahu ‘alaihi wasallam ditanya:
أي الأعمال أفضل؟ قال: أن تدخل على أخيك المؤمن المسلم سرورا أو تقضي عنه دينا أو تطعمه خبزا
“Amalan apa yang paling utama? Beliau berkata, “Engkau masukkan kebahagiaan pada diri saudaramu yang mukmin, atau engkau bayarkan hutangnya, atau engkau memberinya roti.” (HR. Ibnu Abid Dunya dalam “Qodho Al-Hawa’ij” hal. 98, Ibnu Syahin dalam “At-Targhib Fi Fadho’il Al-A’mal” 375)
Bahkan Allah Subhanahu Wa Ta’ala mencipta malaikat dari rasa senang untuk kemudian kelak membantu dan mendampingi seseorang di alam kuburnya sebagai pengacaranya di hadapan Allah. Bagaimana disebutkan dalam sebuah hadis :
عن ابن عباس رضي الله نعالى عنهما أنه قال، قال رسول الله صلى الله تعالى عليه وسلم من أدخل على قلب أخيه المسلم فرحا وسرورا في دار الدنيا خلق الله تعالى من ذلك ملكا يدفع عنه الآفات فإذا كان يوم القيامة جاء معه قرينا فإذا أمر به هول يفزعه قال لاتخف فيقول من أنت فيقول أنا الفرح والسرور الذي أدخلته على أخيك المسلم في دار الدنيا.
Dari Ibnu Abas ra. diriwayatkan, bahwa Rasulullah Saw. bersabda, “Barangsiapa menggembirakan dan menyenangkan hati sesama muslim di dunia, Allah Swt. menciptakan dari kegembiraan itu seorang malaikat yang menolak bencana darinya.
Apabila datang hari kiamat, datang seorang teman bersama orang itu dan jika ia merasa takut oleh sesuatu yang mengerikan, teman itu berkata, “Jangan takut.”
Ketika ditanyakan kepadanya, “Siapakah engkau?” Teman itu menjawab, “Aku adalah kegembiraan yang kau masukkan ke dalam hati saudaramu muslim di dunia.”
Puasa Ramadhan sejatinya adalah melatih seorang mukmin agar dia menjadi pribadi yang mampu menyenangkan orang lain dalam berinteraksi. Konsep utamanya adalah Nyenengno Uwong, termasuk di dalamnya adalah memudahkan urusan orang lain, membantu menyelesaikan persoalannya, dan segala hal yang membuat orang lain senang, sekalipun hanya dengan raut muka yang manis, senyuman yang menyenangkan.
Inilah maksud dari pada puasa Ramadhan, yaitu memperbaiki hubungan seorang hamba dengan Allah subhanahu wa ta’ala, melalui baiknya hubungan dirinya dengan sesama manusia. Karena ciri keberhasilan dari hablum minallah adalah dapat dilihat dari kualitas hablum minannas nya. Inilah salah satu kriteria Taqwa itu. Pertanyaannya, apakah puasa yang kita lalui telah mampu menjaga lisan kita untuk bisa membuat orang lain menjadi senang dengan keberadaan kita. Bismillah semoga….(ams)
*) Akhmad Muwafik Saleh, Dosen Departemen Ilmu Komunikasi FISIP UB, Pengasuh Ponpes Mahasiswa Tanwir al Afkar Malang