Kanal24 – Ramadhan merupakan ajang bagi umat Islam untuk dapat berlomba-lomba dalam mencari kebaikan. Menjalankan ibadah puasa di kampung halaman bersama dengan keluarga dapat memberikan pengalaman yang berkesan tentunya. Hal ini tentu akan sangat berbeda ketika kita menjalankan ibadah puasa di negeri orang dan jauh dari kampung halaman. Pengalaman ibadah puasa di Paris, Prancis ini dibagikan oleh Fakhruddin Arrozi, seorang ayah dan suami yang dulunya menjalani pendidikan S2 di Islamic University Islamabad.
Ia mengaku bahwa menjalankan ibadah puasa di negara yang mayoritas merupakan non muslim memberikan kesan tersendiri baginya. “Cukup berkesan menjalankan ramadhan di negeri non muslim. Karena jika sudah bertemu dengan orang Islam, berkumpul di masjid, membaca alquran bersama, mendengarkan ceramah agama, berbuka puasa bersama pasti ada kebahagiaan tersendiri, ketenangan jiwa karena berkumpul dengan saudara seiman dan menambah semangat beribadah,” ungkapnya.
Perbedaan musim dan juga waktu yang ada di Paris, menjadikan puasa tahun ini berlangsung kurang lebih selama 14 jam lamanya, sedikit lebih lama jika dibandingkan dengan durasi puasa di Indonesia. Selain itu, terdapat tantangan lain yang dirasakan oleh Udin, ia mengaku kesulitan menemukan syiar-syiar Islam di tengah negara non muslim.
“Tantangan utama menjalankan ibadah ramadhan di eropa yaitu tidak nampak syi’ar-syi’ar Islam, misalnya tidak ada adzan, jarang ada masjid, orang Islamnya sedikit, sehingga kadang menyebabkan kurangnya motivasi berlomba-lomba dalam kebaikan,” jelasnya.
Menurutnya, cara menjaga semangat ibadah disana dilakukan dengan senantiasa mengingat tujuan utama manusia hidup di dunia ini adalah untuk beribadah kepada Allah SWT. Udin dan keluarga juga melaksanakan tradisi buka puasa bersama di masjid, selain itu, ia kerap bertemu dengan teman-teman diaspora Indonesia yang juga mayoritas seiman. “Juga bergaul dengan orang-orang yang shaleh. setiap bulan kami berkumpul mengadakan pengajian untuk menjaga semangat ibadah kami.” tambahnya.
Grande Mosquée de Paris, Masjid Agung Paris. (Dok. Instagram @fakhruddinirrozi)
Budaya beribadah saat Bulan Ramadhan menurutnya sama saja di berbagai belahan dunia. “Saya kira budaya Ramadhan di seluruh negara hampir mirip semuanya. orang muslim akan berpuasa, banyak membaca Al-Qur’an, sedekah, takjil berbuka puasa bersama, tarawih dsb. dan perlu menjadi catatan bahwa budaya Ramadhan di Eropa tidak akan terlihat kecuali di masjid-masjid, sekolah-sekolah Islam atau di rumah-rumah orang muslim.” jelasnya.
Udin juga mengaku bahwa ia berupaya menanamkan nilai-nilai Ramadhan pada keluarga kecilnya disana dengan giat beribadah. Selain itu ia juga berbagi nilai-nilai Ramadhan pada masyarakat sekitarnya yang non muslim. “Sedangkan kepada masyarakat sekitar kita yang mayoritasnya non muslim, cara berbagi nilai Ramadhan yaitu sebisa mungkin kita tunjukkan akhlak Islami, sikap ramah, suka menolong kepada mereka.” tambahnya.
Selain itu, Udin juga berpesan untuk tetap menjaga semangat beribadah dimanapun kita berada. “Mari kita ingat tujuan hidup di dunia yaitu mengabdi kepada Allah dengan ibadah, kemudian kita berusaha berkumpul dengan orang-orang seiman, dan shaleh, memperbanyak mengunjungi masjid insyaAllah kita lulus dari bulan ramadhan menjadi orang yang taqwa.” ungkapnya di akhir sesi wawancara.
Meskipun nampak terdapat tantangan perbedaan budaya di negara mayoritas muslim dengan negara yang non muslim, tetapi hal itu seharusnya tidak menjadi sebuah penghalang bagi muslim di dunia untuk tetap dapat menikmati indahnya Ramadhan. Begitulah seharusnya umat muslim dunia dapat memaknai Bulan Ramadhan agar tetap mendapatkan berkah dan hangatnya Ramadhan.