Oleh : Reina Marchi Rinjani*
Pamali atau mitos larangan telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Indonesia. Seringkali, kita mendengar kata “pamali” diucapkan oleh orang-orang di sekitar kita, mengingatkan atau melarang kita melakukan sesuatu. Tetapi, sebenarnya sejauh mana pengaruh pamali dalam kehidupan sehari-hari kita?
Pamali berasal dari bahasa Sunda atau disebut sebagai “pemali”, yang memiliki arti larangan atau pantangan berdasarkan adat dan kebiasaan. Ini termasuk dalam kategori mitos, yaitu cerita yang diyakini benar-benar terjadi oleh sebagian masyarakat, meskipun kebenarannya seringkali tidak dapat dipastikan.
Awalnya, pamali diciptakan untuk menegakkan kepercayaan pada leluhur dan menjaga adat-istiadat serta kebiasaan masyarakat. Mitos larangan seperti ini diwariskan dari generasi ke generasi, tetap hidup bahkan dalam zaman kontemporer ini.
Asal-Usul Pamali
Pamali merupakan salah satu bentuk mitos. Mitos adalah cerita yang dikarang sendiri oleh pikiran manusia dan diyakini benar-benar terjadi oleh sang penganut cerita. Kata mitos diambil dari bahasa Yunani yaitu muthos yang memiliki arti dari mulut ke mulut yang diteruskan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Christensen, 2008). Oleh karena itu, mitos ataupun jenis mitos lainnya selalu mengalami distorsi dalam penyempaiannya sehingga tidak bisa dipastikan kebenarannya.
Sama seperti mitos, pamali atau mitos larangan merupakan karangan manusia sebagai bentuk usaha dalam menjaga kepercayaan pada para leluhurnya. Awalnya pamali atau mitos larangan ini diciptakan hanya untuk menakut-nakuti anak kecil atau seseorang yang melakukan sesuatu tidak sesuai atau di luar kepercayaan masyarakat setempat.
Pamali atau mitos larangan juga merupakan salah satu upaya bagi masyarakat Sunda untuk menjaga dan menghormati adat-adat, kebiasaan, dan kepercayaan pada nenek moyang mereka. Jadi, pamali sebenarnya adalah pemahaman yang diciptakan sendiri oleh suatu kelompok yang diucapkan dari mulut ke mulut. Pamali atau mitos larangan masih ada dan bahkan dipercayai sampai sekarang karena larangan-larangan ini masih diungkapkan dari zaman nenek moyang kita sampai pada zaman kontemporer ini.
Contoh-Contoh Pamali
1.Jangan Membuka Payung Dalam Ruangan Nanti Bisa Melihat Setan
Kepercayaan ini bermula dari Mesir kuno, payung diketahui tercipta untuk menghormati dewi langit yang melindungi Bumi atau bisa disebut sebagai Nut sehingga naungan payung tersebut dianggap sakral. Oleh karena itu, siapapun yang bukan keturunan bangsawan menggunakan payung di dalam atau luar ruangan akan membawa sial.
Akan tetapi, seringkali masyarakat Indonesia mengubah takhayul ini dengan cara mengaitkan keberadaan setan atau mahkluk ghaib di dalamnya. Hal inilah yang pada akhirnya berkembang menjadi pamali atau suatu norma yang diungkapkan dari generasi ke generasi sehingga masih bertahan sampai sekarang.
Padahal larangan ini hanyalah larangan biasa saja agar seseorang tidak membuka payung dalam ruangan karena akan berakibat merusak barang-barang yang ada di dalam rumah.
2.Jangan Pergi Bermain Menjelang Maghrib Nanti Diculik Setan
Pamali ini beriringan dengan hadis dalam agama Islam. Dalam hadis Riwayat imam Muslim pada kitab Shahih Muslim (j. 5) telah dijelaskan oleh Nabi Muhammad untuk tidak keluar rumah saat malam telah tiba, yaitu pada waktu menjelang maghrib karena pada saat itu setan-setan sedang berkeliaran.
Pamali ini sebenarnya mengajarkan bahwa memang tidak baik untuk anak-anak pergi bermain sampai malam tiba. Hal ini bisa menyebabkan orang tua khawatir dan akan sangat bahaya jika terjadi apa-apa pada anak-anak ketika malam hari. Anak-anak pada jam setelah maghrib harusnya menggunakan waktunya untuk belajar dan menghabiskan waktu dengan keluarganya.
3.Jangan Bersiul di Malam Hari Nanti Mengundang Setan
Bersiul di malam hari dipercaya bisa mengundang setan karena suara yang dihasilkan dari bersiul menyebabkan timbul rasa penasaran bagi yang mendengarnya sehingga sang pendengar ingin memastikan sumber suara tersebut. Maka dari itu, terbentuklah larangan untuk bersiul di malam hari. Larangan ini juga seringkali dikait-kaitkan dengan hal-hal yang mistis atau supranatural dan dianggap sebagai salah satu pertanda dari alam.
Padahal bisa saja suara siulan di malam hari dilarang karena bisa membuat orang-orang di sekitar kita terganggu dan tidak nyaman. Suara siulan di malam hari belum tentu berasal dari manusia dan belum tentu juga berasal dari alam sebagai pertanda. Akan tetapi, suara siulan ini bisa berasal dari suara hewan-hewan malam seperti serangga, mamalia, atau hewan lainnya.
Itulah beberapa contoh pamali yang sampai sekarang masih diungkapkan dari generasi ke generasi. Lalu, mengapa pamali seringkali berkaitan dengan hal-hal mistis? Hal itu disebabkan masyarakat Indonesia terutama masyarakat Jawa masih sangat terikat dengan hal-hal yang magis dan berbau mistis sehingga masyarakat lokalnya meyakini bahwa setiap perilaku yang tidak sesuai norma akan menyebabkan terjadinya hal-hal mistis di lingkungan sekitarnya. Jadi, pamali atau mitos larangan tentu akan sangat berbeda di setiap daerah, kota, provinsi, bahkan negara.
Sejauh Mana Pamali Memengaruhimu?
Pamali atau mitos larangan yang telah diyakini oleh masyarakat lokal tentu sangat bisa memengaruhi cara kita bertindak. Hal ini sangat mungkin karena pamali atau mitos larangan ini secara terus menerus diungkapkan oleh orang-orang di sekitar kita yang tak jarang lebih tua dari kita. Sekalipun kita tidak tahu darimana pengetahuan itu berasal, tetapi jika orang-orang di sekitar kita sepakat mengatakan hal yang sama meski belum terbukti secara ilmiah kebenarannya maka kita cenderung akan percaya dan meyakini bahwa itu adalah benar. Hal inilah yang menyebabkan mitos masih bertahan sampai zaman sekarang ini dan pengetahuan ini dikategorikan sebagai pengetahuan non-ilmiah.
Jadi, sejauh mana pamali memengaruhimu?
*) Reina Marchi Rinjani, Mahasiswa Semester 2, Prodi Psikologi, Fisip UB