Kanal24, Malang – Suhu udara mulai meningkat di beberapa daerah, hal ini merupakan dampak dari musim kemarau yang mulai melanda wilayah Indonesia. Ahli Geofisika UB, Prof. Adi Susilo, M.Si., Ph. D. menjelaskan bahwa naiknya suhu ini diakibatkan oleh beberapa faktor diantaranya, curah hujan yang menurun dan menipisnya jumlah awan. Hal ini disampaikan kepada Kanal24, Senin (20/05/2024).
“Sejak tanggal 21 Maret yang lalu, matahari sudah mulai meninggalkan khatulistiwa dan mulai bergerak ke arah utara,” ucap Prof. Adi.
Menurutnya selain karena pergerakan matahari, pertumbuhan awan yang kecil juga menjadi penyebab naiknya suhu udara. Sinar matahari berhasil masuk ke bumi tanpa adanya halangan dari awan.
“Minimnya pembentukan awan menyebabkan awan tidak bisa berubah menjadi awan hujan, selain itu awan yang tidak terbentuk mengakibatkan sinar matahari langsung menembus masuk ke bumi tanpa ada hambatan,” lanjutnya.
Kemarau yang sangat menyengat ini harus disikapi dengan baik oleh seluruh masyarakat. Tubuh yang terpapar sinar matahari terlalu lama akan berpotensi mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi. Oleh karena itu kita harus memastikan bahwa diri kita selalu terhidrasi. Menggunakan sunscreen dan pelembab kulit juga penting untuk menjaga kulit agar tetap sehat.
Selain itu penggunaan pakaian yang sesuai juga diperlukan, seperti memakai pakain dengan bahan yang menyerap keringat, memilih baju berwarna cerah, menghindari pakaian ketat, dan menggunakan aksesoris yang tepat seperti topi dan kacamata juga membantu. Penggunaan warna baju yang cerah seperti putih, abu-abu, dan kuning memantulkan sinar matahari lebih baik. Berbeda dengan baju berwarna gelap yang lebih mudah menyerap panas matahari.
Prof. Adi memperkirakan jalannya musim kemarau ini hingga bulan Oktober. Tapi bukan berarti musim kemarau tidak memiliki hujan. Masih akan tetap terjadi hujan lokal di beberapa daerah namun dengan curah hujan yang cenderung kecil.
“Kalau orang dahulu itu bisa memperkirakan kapan hujan lokal atau hujan kiriman akan turun. Namun di masa sekarang sudah sulit untuk melakukannya. Kita mulai kesulitan untuk memperkirakan dinamika awan karena ulah manusia sendiri,” ujarnya.
Prof. Adi menyimpulkan bahwa kejadian naiknya suhu sekitar ini masih dalam batas normal, tidak ada yang perlu ditakutkan. Namun kita sebagai manusia juga perlu menjaga kondisi tubuh dan lingkungan. Seperti memperbanyak penanaman tumbuhan dan tidak membakar sampah sembarangan yang mengakibatkan semakin meningkatnya suhu udara serta merusak kualitas udara sekitar.
Menurutnya para ahli juga telah memperhitungkan jika terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan seperti kekurangan air di Waduk Karangkates. Tim akan segera melakukan rekayasa pembuatan awan dengan menebar garam di udara. Selama hal tersebut tidak terjadi, rekayasa tidak akan dilakukan karena mengingat biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. (fan)
Comments 1