Oleh : Setyo Tri Wahyudi*
Dalam beberapa hari terakhir, kita dikejutkan oleh melemahnya Rupiah terhadap Dollar AS. Setelah pengumuman Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada Kamis, 20 Juni 2024, yang menetapkan BI-Rate tetap pada 6,25%, nilai tukar Rupiah ditutup pada Rp. 16.425 per US Dollar. Kemudian, pada Jumat, 21 Juni 2024, nilai tukar Rupiah dibuka pada Rp. 16.440 per US Dollar. Artinya, Rupiah terus mengalami pelemahan meskipun Bank Indonesia tidak merubah BI-rate.
Penyebab Pelemahan Nilai Tukar Rupiah
Nilai tukar (kurs) memiliki sifat yang berubah-ubah, yang membuatnya sulit untuk diprediksi di masa depan karena ditentukan oleh mekanisme pasar secara keseluruhan. Dimana, perubahan kurs ini lebih banyak disebabkan oleh berbagai faktor, seperti utang luar negeri, tingkat suku bunga, dan neraca perdagangan. Hal tersebut senada dengan yang disebutkan oleh Dornbusch dan Fischer (1994) bahwa volatilitas nilai tukar dapat terjadi akibat ketidakseimbangan dalam neraca pembayaran yang mempengaruhi supply dan demand mata uang asing.
Jika mengacu pada perkembangan terkini terkait perekonomian, setidaknya terdapat dua hal yang menyebabkan terjadinya pelemahan nilai tukar: faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari sisi domestik, sedangkan faktor eksternal berasal dari sisi global. Namun, faktor yang lebih mendominasi pada terjadinya pelemahan nilai tukar Rupiah adalah perubahan ekonomi global, akibat ketidakpastian ekonomi dan politik global yang disebabkan oleh konflik berkelanjutan (Rusia-Ukraina, Israel-Palestina, Israel-Lebanon, dan Israel-Iran).
Terjadinya eskalasi global memberikan dampak besar pada neraca perdagangan Indonesia. Kegiatan ekspor maupun impor ke dan dari negara-negara mitra/partner tentunya terdampak. Disisi lain, semakin membaiknya ekonomi Amerika Serikat, penurunan harga komoditas ekspor Indonesia serta tingginya tingkat impor, semakin memberikan tekanan pada Rupiah.
Implikasi Penurunan Nilai Rupiah
Keputusan BI menetapkan BI-rate sebesar 6.25%, tidak berubah dibandingkan periode sebelumnya, tentunya ditujukan untuk menjaga momentum ekonomi domestik yang saat ini cenderung stabil. Berikut diberikan dampak negatif dan positif dari kondisi pelemahan kurs.
Pelemahan kurs Rupiah membawa sejumlah implikasi negatif yang signifikan. Bagi masyarakat, penurunan nilai Rupiah berarti biaya hidup yang semakin mahal, karena harga barang impor dan biaya hidup secara keseluruhan meningkat. Kondisi ini tentu memberatkan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bagi industri, lemahnya Rupiah menyebabkan biaya produksi naik. Dampaknya adalah daya saing industri dalam pasar global yang menurun, sehingga produk-produk Indonesia menjadi kurang kompetitif di kancah internasional. Selain itu, risiko kredit perbankan juga meningkat, yang dapat menambah beban finansial bagi sektor bisnis.
Di sisi pemerintah, pelemahan Rupiah berarti biaya pendapatan yang lebih tinggi. Kondisi ini dapat menggoyahkan stabilitas perekonomian negara, karena anggaran untuk berbagai program dan proyek bisa mengalami tekanan yang lebih besar.
Namun, di balik dampak negatif tersebut, terdapat beberapa dampak positif dari lemahnya kurs Rupiah. Bagi para pelaku eksportir, harga produk Indonesia menjadi lebih murah di pasar luar negeri. Hal ini meningkatkan daya saing produk ekspor Indonesia, sehingga bisa meningkatkan volume ekspor dan pendapatan dari luar negeri.
Selain itu, individu yang menerima upah dalam denominasi dolar diuntungkan oleh kenaikan nilai tukar terhadap Rupiah. Pendapatan mereka dalam bentuk dolar akan lebih tinggi ketika dikonversi ke Rupiah, memberikan keuntungan tambahan bagi mereka yang bekerja atau bertransaksi dalam mata uang asing.
Bagaimana Upaya Mitigasi Dampak Pelemahan Nilai Tukar ?
Setidaknya, terdapat beberapa cara yang dapat dilakukan supaya pelemahan nilai tukar Rupiah dapat dikendalikan, sebagai berikut:
- Perubahan perilaku dan preferensi masyarakat. Perubahan kebutuhan dan preferensi masyarakat dapat memengaruhi permintaan dan penawaran mata uang, sehingga perubahan preferensi masyarakat dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah.
- Menjaga tingkat fluktuasi harga pada barang-barang ekspor dan impor. Fluktuasi harga barang ekspor dan impor dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah, karena fluktuasi harga dapat mempengaruhi biaya ekspor dan impor.
- Mengontrol besaran Inflasi. Bank Indonesia dapat mengontrol nilai tukar melalui jalur Inflasi. Hal tersebut karena inflasi dapat mempengaruhi biaya hidup masyarakat, kemudian dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah.
- Perubahan suku bunga. Perubahan suku bunga dapat mempengaruhi biaya modal yang dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah.
- Menjaga tingkat pengembalian Investasi pada nilai yield yang “menarik”. Pengembalian investasi dengan yield yang “menarik” dapat memengaruhi kepercayaan investor, kemudian dapat mempengaruhi nilai tukar rupiah.
Pelemahan nilai tukar Rupiah tidak hanya dilihat dari sisi ekonomi, namun juga ditentukan secara politis (antara agen ekonomi domestik dan agen dalam perekonomian negara lain). Meningkatnya arus modal, jasa dan barang di dalam suatu.negara akan memengaruhi pergerakan nilai tukar antar negara, yang dapat menyebabkan ketidakstabilan nilai tukar dan ketidakstabilan ekonomi makro di negara tersebut.
Secara umum, dampak nilai.tukar pada pertumbuhan ekonomi dimanifestasikan lewat perdagangan internasional. Oleh karena itu, pelemahan nilai tukar akan menyebabkan terjadinya kenaikan harga barang, bahan baku dan barang modal, yang secara langsung disebabkan oleh impor, dan secara tidak instan menyebabkan barang manufaktur yang menggunakan bahan baku impor naik, sehingga permintaan terhadap impor berkurang dan permintaan terhadap barang dalam negeri meningkat.
Di masa depan, Bank Indonesia diharapkan dapat menyeimbangkan kembali penawaran dan permintaan di pasar global sehingga Indonesia dapat merespons fluktuasi nilai tukar dengan lebih baik dan mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih baik dalam jangka waktu yang tidak singkat.
*) Prof. Setyo Tri Wahyudi, Ph.D. Guru Besar bidang Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya