Kanal24, Malang -Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 segera menyapa seluruh pelosok negeri. Meskipun masa kampanye belum resmi dimulai, riak-riak politik sudah terasa. Jawa Timur, sebagai salah satu provinsi strategis di Indonesia, menghadirkan dinamika tersendiri dalam kontestasi politik tahun ini dengan tiga pasangan calon gubernur dan wakil gubernur yang siap bertarung.
Yang membuat Pilkada Jatim 2024 begitu menarik adalah fakta bahwa ketiga calon gubernur yang telah mendaftarkan diri ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) semuanya adalah perempuan. Mereka adalah Khofifah Indar Parawansa, Tri Rismaharini, dan Luluk Nur Hamidah—tiga sosok perempuan tangguh yang siap memimpin provinsi dengan populasi terbesar kedua di Indonesia. Ini bukan sekadar persaingan politik, melainkan juga sebuah peristiwa yang mencerminkan semakin kuatnya peran perempuan dalam kancah politik nasional.
Pengamat Komunikasi Politik Universitas Brawijaya, Dr. Verdy Firmantoro berpendapat bahwa pemilihan gubernur tahun ini menjadi fenomena yang menarik. Jawa Timur memiliki tiga calon gubernur seorang perempuan. “Hal ini menjadi menarik karena masih banyak pemilih tradisional yang memiliki kecenderungan stigma bahwa seorang pemimpin seharusnya adalah seorang lelaki,” ujar Verdy dalam wawancara dengan tim Kanal24. Rabu (4/9/2024).
Menurutnya fenomena tersebut menunjukkan bahwa stigma “seorang pemimpin harus seorang lelaki” bisa diubah. Perempuan telah naik kelas dalam konteks level kepemimpinan atau pemimpin politik di Jawa Timur.
Kedekatan dengan organisasi keagamaan juga menjadi salah satu keunikan dalam ajang pemilihan gubernur tahun ini. Menurut Verdy, semua calon tidak lepas dari kedekatanya dengan Nahdatul Ulama (NU).
“Baik Bu Khofifah, Bu Risma, dan Bu Luluk memiliki kedekatan yang sama dengan NU, jadi saya kira memang Pilkada Jawa Timur ini sangat perlu untuk dinantikan, karena ceruk massa yang diperebutkan relatif sama dan perempuan menjadi kekuatan politik sentral,” tegasnya.
Verdy melanjutkan, pertarungan di level eksekutif termasuk pemilihan gubernur itu tidak hanya melibatkan mesin politik atau kelembagaan, tetapi yang utama adalah sosok figur. Menurutnya, figur pasangan Khofifah dan Emil Dardak memiliki elektabilitas dan popularitas yang cukup tinggi dibandingkan dengan nama calon lain.
Sementara Risma yang telah menjabat sebagai walikota Surabaya pada periode 2010-2020 tentu menjadikan dirinya akrab bagi masyarakat Jawa Timur, Khususnya Surabaya. “Sedangkan pada calon ketiga, meski nama Luluk Nur Hamidah besar dalam hal gerakan yang berfokus pada perempuan, namun dari sisi elektabilitas saya rasa masih belum begitu menonjol,” lanjutnya.
Verdy menekankan bahwa setiap pasangan calon perlu memiliki modalitas simbolik atau modal figur. Dalam hal ini pasangan calon Khofifah – Emil memiliki keunggulan tertinggi dengan Emil yang berpotensi mendapat suara generasi muda.
“Saya kira pasangan calon dua dan tiga sebagai calon penantang perlu memberikan alternatif, apa yang bisa ditawarkan untuk memimpin Jawa Timur selama lima tahun. Kalau kemudian tidak ada alternatif atau sesuatu yang ditawarkan ya tentu masyarakat Jawa Timur secara rasional akan lebih memilih keberlanjutan periode sebelumnya,” ujarnya.
Menurut Verdy, sebagai sosok perempuan yang akan menjadi pemimpin Provinsi Jawa Timur perlu strategi yang lebih otoritatif atau perlunya gerakan-gerakan yang melibatkan masyarakat. Hal tersebut akan membantu dalam kontestasi Pilkada Jawa Timur. (fan)