KANAL24, Jakarta – Mulai 17 Agustus 2019, pemerintah berencana merilis aturan tertentu untuk melindungi industri telepon seluler nasional, dengan menerapkan validasi database nomor identitas asli ponsel (International Mobile Equipment Identity/IMEI).
Saat ini Kementerian Perindustrian (Kemenperin) bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika serta Kementerian Perdagangan sedang memfinalisasi penyusunan peraturan tersebut. Dengan adanya sistem kontrol IMEI ini, diyakini dapat melindungi industri dan konsumen di dalam negeri.
“Jadi, momentum di tanggal 17 Agustus 2019 adalah sebagai milestone penandatanganan bersama tiga kementerian terkait regulasi Pengendalian IMEI menuju pembebasan dari ponsel black market,” kata Direktur Industri Elektronika dan Telematika, Kemenperin, Janu Suryanto, di Jakarta, Senin (8/7?2019)
Menurutnya, kontrol terhadap IMEI ponsel ini untuk meningkatkan kualitas layanan telekomunikasi selular dan menghilangkan ponsel black market dari pasar, sehingga meningkatkan potensi pajak pemerintah. Untuk itu, perlu dilakukan identifikasi, registrasi, dan pemblokiran perangkat telekomunikasi seluler yang tidak memenuhi ketentuan. Program ini diinisiasi oleh Kemenperin sejak 2017.
“Jadi ini bisa melindungi industri ponsel dari persaingan tidak sehat sebagai dampak peredaran ilegal. Selain itu, mengurangi tingkat kejahatan pencurian dan melindungi penggunanya,” ungkap dia.
Dalam upaya mendukung program kontrol IMEI tersebut, dibutuhkan regulasi sebagai payung pengelolaan data IMEI . Pemerintah secara cermat akan membuat regulasi terkait Sistem Informasi Registrasi Identifikasi Nasional (SIRINA) agar bisa berjalan dengan baik. Pihaknya akan mengatur database IMEI dan Kementerian Kominfo mengatur pemanfaatan data IMEI serta terkait data IMEI pada operator.
Janu menambahkan, sistem kontrol IMEI akan memproses database IMEI yang didapatkan dari berbagai pemangku kepentingan. Hal ini untuk dapat diolah dan menghasilkan informasi atas daftar IMEI yang valid berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku.
“Informasi atas daftar IMEI yang valid tersebut, dapat dimanfaatkan oleh instansi pemerintah terkait untuk membuat kebijakan sesuai dengan kewenanganya,” katanya.
Saat ini, server sistem basis data IMEI atau SIRINA telah terpasang di Pusdatin Kemenperin dan telah dilakukan pelatihan kepada pengelola.
Terkait dengan industri ponsel di dalam negeri, Kemenperin mencatat terjadi pertumbuhan jumlah produksi yang cukup pesat selama lima tahun terakhir. Hal ini tidak terlepas dari upaya pemerintah memacu pengembangan di sektor telekomunikasi dan informatika (telematika) tersebut.
Pada 2013, impor ponsel mencapai 62 juta unit dengan nilai sebesar USD3 miliar. Sedangkan produksi dalam negeri sekitar 105 ribu untuk dua merek lokal. Kemudian pada 2016, produk impor ponsel menurun sekitar 36 persen dari tahun sebelumnya, menjadi 18,5 juta unit dengan nilai USD775 juta. Untuk ponsel produksi dalam negeri meningkat 36 persen dari 2015, menjadi 68 juta unit. Pada 2017, impor ponsel turun menjadi 11,4 juta unit, sedangkan produksi ponsel di dalam negeri 60,5 juta unit untuk 34 merek.
“Meningkatnya produksi ponsel di Indonesia, antara lain karena penciptaan iklim usaha yang kondusif serta kebijakan hilirisasi dan pengoptimalan komponen lokal sehingga lebih banyak memberi nilai tambah,” paparnya. (sdk)