Kanal24, Malang – Film Jejak Sang Timur akhirnya resmi tayang di bioskop. Film fiksi ini mengisahkan perjalanan hidup Timur Flower (Flo), seorang gadis keturunan Maluku dan Jawa, yang mencari jati diri serta mengangkat budaya dan kekayaan alam Kepulauan Sula. Disutradarai oleh Fajariah dan diproduksi oleh Ikatan Alumni Universitas Brawijaya (IKA UB) bekerja sama dengan Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Kemendes PDTT).
Film yang ditayangkan perdana pada 3 Agustus 2024 di XXI Jatiland, Kota Ternate ini, tayang di UB pada Kamis (12/09/2024) di Gedung Auditorium.
Proses produksi film Jejak Sang Timur merupakan hasil kolaborasi IKA UB dan Kemendes PDTT RI, dengan tujuan mengangkat daerah-daerah tertinggal di Indonesia. Tidak hanya mengisahkan perjuangan personal Flo dalam mencari jati diri, film ini juga menyoroti usaha untuk mengangkat potensi Kepulauan Sula melalui konservasi alam, budaya, serta upaya pemberdayaan masyarakat.
Menurut Sekretaris Jenderal IKA UB dan penanggung jawab produksi film, serta produser film, Dilan Sawalius Batuparan, film ini merupakan lanjutan dari kepercayaan yang diberikan oleh Kemendes PDTT untuk membuat film tentang daerah tertinggal.
“Film ini ingin memotivasi mahasiswa, alumni, serta masyarakat untuk memunculkan potensi dalam diri mereka dan turut serta dalam pembangunan daerah,” ujar Dilan.
Jejak Sang Timur menjadi bukti bahwa melalui kerja sama dan dedikasi, daerah-daerah tertinggal di Indonesia, seperti Kepulauan Sula, bisa berkembang dan dikenal oleh masyarakat luas. Flo dan Sula, melalui kisah mereka, menunjukkan bahwa potensi alam dan budaya bisa menjadi kekuatan dalam membangun daerah menuju kemajuan.
Film ini juga diharapkan dapat menginspirasi lebih banyak alumni Universitas Brawijaya dan masyarakat luas untuk terlibat dalam upaya memajukan Indonesia dari berbagai aspek, baik budaya, sosial, maupun lingkungan.
Tayangnya film ini menandai langkah besar dalam mengangkat potensi daerah tertinggal dan menjadi sumbangsih nyata bagi masyarakat Indonesia.
Sinopsis Film
Flo, gadis berusia 24 tahun, adalah anak tunggal dari Abdul Rahim, seorang aktivis lingkungan di Sula, dan Sinta Rahayu, seorang peneliti budaya. Ketika berusia 14 tahun, Flo kehilangan ayahnya yang wafat saat menjalankan tugas sebagai guru di Kepulauan Sula. Sejak itu, ibunya membawa Flo kembali ke Malang, meskipun hubungan dengan keluarga besar ibu mereka kurang harmonis karena pernikahan orang tua Flo yang tidak direstui.
Flo, yang kini menjadi mahasiswi Magister Ilmu Sosial di Universitas Brawijaya, berjuang mengatasi patah hati setelah berpisah dengan kekasihnya, Cakra Wangsa, seorang pengacara yang tidak mendukung rencananya untuk kembali ke Kepulauan Sula. Dengan semangat untuk membuktikan bahwa pernikahan kedua orang tuanya benar, Flo memutuskan untuk meriset dan menemukan akar keluarganya di Sula.
Namun, setibanya di Sula, Flo harus menelan kekecewaan karena banyak anggota keluarganya telah merantau, meninggalkan kakeknya dan Tante Asfi, yang merawat sang kakek. Di tengah kekecewaan ini, Flo bertemu kembali dengan Sula Sangaji, teman masa kecilnya yang kini menjadi aktivis lingkungan dan budaya. Persahabatan mereka yang tak bernama dulu kembali tumbuh, beriringan dengan cinta di hati Flo.
Sementara itu, Cakra yang menyadari kesalahannya, mencoba mengejar Flo ke Sula. Namun, pada akhirnya, Flo menyadari bahwa Sula adalah pendamping terbaik untuknya. Bersama, mereka berjuang memajukan Kepulauan Sula, mengenalkan potensi keindahan alam, konservasi lingkungan, serta budaya lokal yang belum banyak dikenal publik. (sil/nid)