Kanal24, Malang – Dalam seminar hukum nasional bertajuk “Kontemplasi Penegakan Demokrasi dalam Penyelenggaraan Pemilu untuk Menyongsong Pilkada 2024”, Haris Azhar, S.H., M.A., seorang aktivis yang dikenal vokal, menyoroti sejumlah masalah yang terus terjadi dalam penyelenggaraan Pilkada di Indonesia. Acara yang diselenggarakan oleh Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) Senin (23/9/2024) ini menghadirkan sejumlah pakar hukum serta akademisi untuk membahas berbagai persoalan terkait demokrasi dan pemilihan kepala daerah.
Kepada awak media Haris Azhar mengungkapkan kekhawatirannya bahwa persoalan lama dalam Pilkada masih belum terselesaikan. “Pemobilisasi identitas, pengerahan yang intimidatif, dan ketidakprofesionalan penyelenggara daerah yang berat sebelah dalam penegakan hukum masih akan terus terjadi. Bahkan, situasinya akan semakin parah di masa pemerintahan Jokowi karena dominasi negara dan keterlibatan simbolis maupun terang-terangan makin jelas,” ungkap Haris dengan tegas.
Haris juga menjelaskan bahwa calon-calon kepala daerah sering kali harus mencari dukungan di Jakarta, baik dalam bentuk politis maupun finansial. “Banyak calon kepala daerah yang harus ke Jakarta, kalau bahasa saya, untuk ‘beli tiket’. Ada yang menyebut harga, ada juga yang harus mencari dukungan politik dengan cara datang ke sana. Ini menunjukkan bahwa proses politik dalam Pilkada kita masih jauh dari independensi dan sangat mahal,” tambahnya.
Dalam pandangannya, Haris Azhar juga menilai bahwa Pilkada saat ini bukanlah untuk rakyat. “Menurut saya, Pilkada ini hanya proses yang dipaksakan. Pilkada ini bukan untuk rakyat, tapi untuk mencari orang yang nanti akan memaksa kita di daerah, menjadi kaki tangan praktek politik dan bisnis yang bersifat nasional,” ujarnya.
Haris menggarisbawahi bahwa netralitas dalam proses Pilkada belum sepenuhnya dapat ditegakkan. “Netralitas hanya ada di kantong sampeyan. Tidak ada itu di proses Pilkada,” katanya. Ia juga menyebut bahwa sejumlah lembaga negara seperti kejaksaan dan kepolisian sering kali digunakan sebagai alat untuk menyerang para calon, terutama calon inkumben, dengan menggunakan instrumen hukum.
Seminar hukum ini juga menghadirkan pembicara lain seperti Prof. Dr. Muchamad Ali Safa’at, S.H., M.H., guru besar Fakultas Hukum UB, Dr. Nuruddin Hady, S.H., M.H., dari APHTN HAN Malang, dan Dr. Jayus, S.H., M.Hum., dari Fakultas Hukum Universitas Jember. Mereka membahas berbagai isu penting terkait demokrasi dan penegakan hukum dalam Pilkada yang akan datang, serta memberikan pandangan kritis mengenai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam menyelenggarakan Pemilu yang jujur dan adil.
Acara ini dimoderatori oleh Dr. Dhia Al Uyun, S.H., M.H., dan dihadiri oleh mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Brawijaya, yang menunjukkan antusiasme besar terhadap isu-isu politik dan hukum yang berkembang menjelang Pilkada 2024. (din/shil)
Comments 1