Kanal24, Malang– Sebanyak 580 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI periode 2024-2029 resmi dilantik di ruang sidang paripurna, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta (1/10/2024). Pelantikan ini menjadi momen penting dalam sejarah politik Indonesia, dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan presiden terpilih Prabowo Subianto, serta sejumlah menteri kabinet. Acara ini menandai dimulainya tugas besar para wakil rakyat yang diharapkan membawa perubahan signifikan bagi kualitas kebijakan di masa mendatang.
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, memulai prosesi dengan membacakan keputusan presiden terkait peresmian keanggotaan DPR periode 2024-2029. Setelahnya, Ketua Mahkamah Agung (MA), Muhammad Syarifuddin, memandu pengucapan sumpah/janji dari 580 anggota DPR terpilih, yang secara resmi mengemban amanat rakyat untuk lima tahun ke depan.
Peta Politik yang Dinamis di DPR
Menurut Novy Setia Yunas, S.IP., M.IP., pengamat politik Universitas Brawijaya (UB), pelantikan ini bukan hanya sekadar seremonial. Ini merupakan awal dari pembentukan peta politik baru di DPR, yang diprediksi akan didominasi oleh partai-partai pendukung presiden terpilih, Prabowo Subianto, dan wakil presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka. Yunas mencatat bahwa hanya satu partai oposisi yang mungkin tersisa dalam konstelasi politik saat ini, meski dinamikanya bisa berubah sewaktu-waktu.
“Kita melihat ada isu-isu bahwa presiden terpilih Prabowo akan bertemu dengan ketua umum PDI. Jika ini benar terjadi, bisa saja PDI bergabung ke dalam koalisi pemerintahan, yang tentunya akan merubah peta politik di DPR,” ujar Yunas (1/10/2024).
Dengan dominasi partai-partai pendukung pemerintah di parlemen, Yunas memperkirakan bahwa pemerintahan Prabowo-Gibran akan lebih stabil dalam mengimplementasikan kebijakan-kebijakan yang telah direncanakan. Kebijakan fiskal, makro ekonomi, hingga janji kampanye seperti makan siang gratis bagi anak sekolah, semua ini memerlukan dukungan penuh dari DPR.
Membangun Kepercayaan Publik jadi Tantangan DPR ke Depan
Meski peta politik saat ini tampak stabil, tantangan besar menanti para anggota DPR baru. Salah satu isu utama yang harus dihadapi adalah menurunnya citra DPR di mata masyarakat. Survei-survei terbaru menunjukkan bahwa kepercayaan publik terhadap DPR masih sangat rendah. Menurut Yunas, hal ini disebabkan oleh persepsi bahwa DPR tidak sepenuhnya mewakili aspirasi masyarakat, dan lebih berpihak pada kepentingan elit politik.
“DPR perlu memperbaiki citranya dengan bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Mereka harus menjalankan fungsi representasi dengan lebih baik, serta menjawab tantangan terkait penyelesaian kebijakan yang tertunda,” kata Yunas.
Salah satu kebijakan yang mendesak untuk diselesaikan adalah Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. Yunas menilai bahwa proses legislasi ini memerlukan komitmen politik yang kuat dari anggota DPR, terutama dalam mengambil keputusan berani untuk mengakselerasi kebijakan yang selama ini tertunda.
Selain itu, upaya untuk memperbaiki citra DPR juga harus diiringi dengan komitmen kuat dalam melawan praktik korupsi. Banyaknya kasus korupsi yang melibatkan anggota DPR dalam beberapa periode terakhir semakin merusak kepercayaan publik.
“Para legislator harus memiliki komitmen tegas untuk tidak terjerumus ke dalam praktik penyelewengan kekuasaan,” tegas Yunas.
Representasi yang Masih Belum Berubah
Dari segi representasi, Yunas mencatat bahwa konfigurasi anggota DPR kali ini tidak jauh berbeda dengan periode sebelumnya. Masih didominasi oleh politisi dan beberapa selebritas, komposisi ini menimbulkan pertanyaan apakah anggota-anggota baru ini memiliki kompetensi yang cukup untuk menjawab tantangan-tantangan yang ada.
“Tentu saja ini menjadi tantangan besar bagi para legislator. Mereka harus membuktikan bahwa mereka bisa bekerja lebih baik dibandingkan periode sebelumnya, dengan fokus pada kebijakan-kebijakan yang benar-benar bermanfaat bagi masyarakat luas,” ujarnya.
Harapan Publik: Akselerasi Kebijakan
Ke depan, publik berharap agar DPR mampu mempercepat proses legislasi terhadap kebijakan-kebijakan penting yang masih tertunda. Selain Undang-Undang Perampasan Aset, ada banyak program legislasi lainnya yang memerlukan political will yang kuat dari para elit politik. Hal ini menjadi krusial mengingat tantangan yang semakin kompleks di masa mendatang.
“Publik juga berharap agar DPR benar-benar menjadi representasi dari masyarakat, bukan hanya sebagai perpanjangan tangan elit politik,” tambah Yunas.
Pada akhirnya, tugas besar menanti para anggota DPR yang baru dilantik. Mereka dituntut untuk bekerja secara maksimal, tidak hanya dalam fungsi legislasi dan budgeting, tetapi juga sebagai pengawas jalannya pemerintahan. Tanpa komitmen yang kuat, harapan publik akan perbaikan kualitas kebijakan bisa jadi hanya tinggal mimpi.(din)