Kanal24, Malang – Kebijakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah mengenai penerapan metode Deep Learning dalam kurikulum pendidikan nasional disambut positif oleh berbagai pihak, termasuk para pakar psikologi pendidikan. Salah satunya adalah Ulifa Rahma, S.Psi., M.Psi., Psikolog, yang menilai metode ini mampu mengubah paradigma belajar siswa menjadi lebih bermakna, kreatif, dan relevan dengan kebutuhan zaman.
“Metode Deep Learning sangat penting untuk peserta didik, baik anak-anak maupun dewasa, karena memberikan pembelajaran yang tidak hanya bersifat hafalan tetapi juga melibatkan analisis kritis, kreativitas, dan pemahaman mendalam,” ujar Ulifa dalam wawancaranya kepada Kanal24 pada Senin (25/11/2024).
Ulifa menjelaskan bahwa Deep Learning bertumpu pada tiga pilar utama yang harus diterapkan dalam proses belajar-mengajar.
Pertama, Joyful Learning, merupakan proses pembelajaran yang menyenangkan ini disesuaikan dengan tahapan perkembangan siswa. Contohnya, anak-anak bisa belajar melalui permainan, sementara siswa SMP dan SMA dapat menggunakan eksperimen, diskusi, atau media teknologi seperti video, grafik, dan simulasi. Bagi mahasiswa, metode seperti diskusi kelompok fokus (focus group discussion), atau praktik lapangan menjadi alternatif yang menarik. Tujuannya adalah menciptakan suasana belajar yang positif, sehingga siswa lebih antusias dan tidak terbebani.
Kedua, pembelajaran bermakna. Pembelajaran ini tidak hanya berorientasi pada hasil akhir, tetapi juga pada proses yang dilalui siswa. Misalnya, siswa yang mempelajari ekonomi tidak hanya memahami konsep pasar secara teori, tetapi juga langsung berinteraksi dengan pasar nyata. Materi yang diajarkan diperdalam hingga siswa benar-benar memahami konsep tersebut dalam konteks kehidupan sehari-hari.
Ketiga, Mindful Learning. Fokus menjadi tantangan utama bagi siswa di era digital yang penuh distraksi. Metode mindful learning membantu siswa belajar dengan konsentrasi penuh, sadar akan tujuan pembelajaran, dan mampu menggunakan teknologi untuk mendukung analisis kritis, bukan hanya untuk sekadar menyelesaikan tugas. Teknik relaksasi, pemanasan, atau metode focus enhancement diterapkan agar siswa tetap termotivasi selama proses belajar berlangsung.
Menurut Ulifa, keberhasilan implementasi metode Deep Learning sangat bergantung pada kesiapan guru.
“Guru harus kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan teknologi serta menciptakan suasana belajar yang mendukung,” ungkapnya.
Namun, hal ini membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, untuk memastikan guru memiliki kesejahteraan mental dan fisik yang baik.
Ulifa menekankan perlunya pelatihan berkala bagi para guru. Sosialisasi metode Deep Learning tidak boleh hanya menyasar sebagian kecil guru, tetapi harus dilakukan secara menyeluruh hingga ke daerah terpencil. Selain itu, diperlukan buku panduan yang jelas, sarana dan prasarana yang memadai, serta evaluasi berkala untuk menilai efektivitas kebijakan ini.
Metode Deep Learning menjadi langkah besar dalam menghadirkan pendidikan yang relevan di era modern. Dengan pembelajaran bermakna yang berbasis teknologi dan kreativitas, siswa diharapkan mampu berpikir kritis, memahami materi secara mendalam, dan mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupan nyata.
“Pada akhirnya, pendidikan tidak hanya menghasilkan siswa yang cerdas, tetapi juga individu yang bahagia, kreatif, dan fokus pada tujuan hidupnya,” pungkas Ulifa.
Kebijakan ini memberikan harapan baru bagi dunia pendidikan Indonesia untuk melahirkan generasi yang tidak hanya siap menghadapi tantangan zaman, tetapi juga mampu menjadi inovator masa depan. (nid/din)