KANAL24, Malang – Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (KemenkoPMK) bekerja sama dengan Universitas Brawijaya, Pemerintah Provinsi Jawa Timur, dan Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan (LPKP) yang mengimplementasikan Program Peduli menyelenggarakan Gerakan Nasional Revolusi Mental dalam Pembangunan Manusia Inklusif: Menuju Indonesia Inklusif Setara, Semartabat di Auditorium Widyaloka Universitas Brawijaya berpartisipasi dalam.
Direktur Lembaga Pengkajian Kemasyarakatan dan Pembangunan, Anwar Solihin mengatakan bahwa Kegiatan ini bertujuan memperkenalkan gerakan inklusi sosial dan praktik baik dan mengajak para peserta untuk berperilaku inklusif dan lebih peduli terhadap kelompok termarginalkan sekaligus menggali potensi untuk memperluas gerakan inklusi sosial bersama dengan civitas akademika.
Acara ini, diikuti oleh Lebih dari 200 mahasiswa dari berbagai jurusan. Dalam sambutannya,
Direktur Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Prof. Dr. Marjono selaku tuan rumah mewakili Rektor Universitas Brawijaya mengatakan bahwa kesempatan ini sangat membanggakan bagi Universitas Brawijaya dan menjadi bagian dari Aksi Nyata Gerakan Nasional Revolusi Mental.
“Hal ini sesuai dengan visi Universitas Brawijaya untuk menjadi universitas yang unggul, berstandar nasional dan berkontribusi pada pembangunan manusia. Brawijaya terbuka untuk memberikan pelayanan kepada semua kelompok tanpa diskriminasi serta melakukan riset terkait kelompok yang termarginalkan dan tereksklusi.” Ungkap Marjono.
Acara dibuka oleh Perwakilan Pemerintah Provinsi Jawa Timur, Kepala Badan Koordinasi Wilayah III, Drs. Benny Sampirwanto, M.Si. Dalam sambutannya, Benny mengatakan bahwa dalam rangka menindaklanjuti program Revolusi Mental yang sudah dicanangkan pemerintah pusat, Pemerintah Provinsi mencanangkan program Nawa Bakti Satya. Ada 9 program Jatim Sejahtera, termasuk salah satunya pengentasan kemiskinan melalui pelaksanaan Program Keluarga Harapan untuk seluruh masyarakat miskin dan Disabilitas, lansia telantar, perempuan kepala keluarga rentan.
Wali Kota Malang, Sutiaji juga turut hadir dan mengatakan bahwa visi Malang menuju Malang yang bermartabat, pemerintah harus hadir dalam mewujudkan itu.
“Sebagai contoh, anak-anak punk yang di kolong jembatan juga punya sisi kebaikan dan jangan memandang mereka jelek. Kita yang berjubah masih punya iri, dengki, dan menghasut dengan mengatakan mereka jelek. Pemerintah harus melihat kenapa mereka bisa sampai seperti itu agar SDM maju dan tidak ada diskualitas kebijakan. Tuhan tidak pernah mendiskreditkan hambanya,” jelas Sutiaji.
Pada kesempatan ini, Direktur Program Peduli The Asia Foundation (TAF), Abdi Suryaningati (Yeni) berharap bahwa kegiatan ini bisa menjadi penggerak utama anak-anak muda untuk bisa menjadi barisan gerakan inklusi sosial.
“Salah satu penggerak utama menurut saya di program Peduli itu adalah justru anak-anak muda. Mereka yang punya privilege untuk masuk perguruan tinnggi, mereka yang harus mengerti realitas di Indonesia. bangsa ini dibangun diatas kebhinekaan banyak stigma-stigma negatif yang dilekatkan pada kelompok minoritas yang menyebabkan tidak bisa menggali seluruh potensi diri yang ada di dalam mereka,”
Yeni melanjutkan, alangkah baiknya jika generasi masa depan yang memang tergerak untuk mendalami lebih jauh tentang kelompok-kelompok minoritas yang terstigma, kemudian juga mau terlibat dalam barisan ini, bisa menjadi dalam barisan yang disebut sebagai barisan Pintar (Pandu Inklusi Nusantara).(meg)