Kanal24., Malang – Meningkatkan kesadaran akan disabilitas di dunia kerja menjadi langkah penting untuk menciptakan lingkungan yang inklusif dan setara bagi semua pekerja. Untuk mendukung hal ini, Departemen Psikologi Universitas Brawijaya (UB) bersama Unit Layanan Disabilitas (ULD) Ketenagakerjaan Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang melaksanakan program pengabdian masyarakat bertema “Disability Awareness untuk Meningkatkan Penerimaan terhadap Pekerja Disabilitas”.
Kegiatan ini berlangsung di PT. Cakra Guna Cipta, sebuah perusahaan rokok di Kendalpayak, Kabupaten Malang, yang sejak 2020 telah mempekerjakan penyandang disabilitas. Berawal dari satu pekerja tuli, perusahaan kini memiliki 25 pekerja disabilitas, termasuk 24 pekerja tuli dan 1 pekerja daksa.
Ketua program, Selly Dian Widyasari, S.Psi., M.Psi., Psikolog, mengungkapkan bahwa meski PT. Cakra Guna Cipta telah membuka pintu bagi penyandang disabilitas, masih ada tantangan dalam membangun budaya kerja yang inklusif.
“Saya apresiasi permintaan pelatihan dari PT. Cakra. Ini menunjukkan perusahaan mulai menyadari pentingnya budaya inklusi di tempat kerja. Sama seperti pekerja lainnya, penyandang disabilitas juga ingin dilibatkan dalam interaksi sosial di tempat kerja. Selama ini, rekan kerja non-disabilitas sering merasa bingung bagaimana berkomunikasi dengan teman tuli,” jelas Selly dalam keterangan (9/12/2024).
Dari hasil observasi, ditemukan bahwa meski pekerjaan yang dilakukan pekerja tuli (seperti packing) tidak membutuhkan banyak komunikasi, kurangnya interaksi sosial berdampak pada kepuasan kerja mereka. Melalui pelatihan ini, diharapkan perusahaan dapat menciptakan budaya kerja yang lebih inklusif, di mana pekerja disabilitas dapat terintegrasi secara sosial dengan kolega mereka.
Dalam program ini, Departemen Psikologi UB bekerja sama dengan Gerkatin (Gerakan untuk Kesejahteraan Tunarungu Indonesia) Kota Malang. Gerkatin berperan sebagai pemateri untuk memberikan pelatihan bahasa isyarat kepada karyawan PT. Cakra Guna Cipta.
“Teman tuli adalah orang yang paling tepat untuk menjelaskan bagaimana berkomunikasi dengan tuli. Orang dengar tidak bisa menggambarkan dengan presisi apa yang dirasakan oleh teman tuli, termasuk apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan saat berinteraksi,” ujar Selly saat membuka sesi pelatihan.
Pelibatan penyandang disabilitas sebagai pemateri dalam pelatihan ini juga mencerminkan prinsip “Nothing About Us Without Us”, di mana setiap kebijakan atau kegiatan terkait disabilitas melibatkan penyandang disabilitas itu sendiri.
Program ini menjadi bagian dari upaya Departemen Psikologi UB melalui kelompok penelitian “Rekan Inklusi” untuk mendorong dunia kerja yang lebih ramah terhadap penyandang disabilitas. Selain melibatkan dosen, program ini juga mengikutsertakan mahasiswa sebagai bagian dari proses pembelajaran dan pengabdian masyarakat.
Ke depan, diharapkan kegiatan serupa dapat terus dilaksanakan di perusahaan lain untuk mendorong perubahan budaya kerja di Kabupaten Malang. Dengan edukasi yang tepat, perusahaan tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas kerja tetapi juga menciptakan lingkungan yang nyaman dan setara bagi semua pekerja, termasuk penyandang disabilitas.
“Kesadaran tentang pentingnya budaya inklusi ini harus terus dibangun. Mempekerjakan penyandang disabilitas bukan sekadar memenuhi kuota, tetapi juga memberikan ruang untuk mereka berkembang secara profesional dan sosial di tempat kerja,” pungkas Selly.
Melalui program ini, Universitas Brawijaya berkomitmen dalam mendukung transformasi dunia kerja yang inklusif, sekaligus menjadi pionir dalam meningkatkan penerimaan terhadap pekerja disabilitas di Indonesia.(Din)