Kanal24, Malang – Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, memperluas medan perang dagangnya dengan langkah mengejutkan yang menyasar industri perfilman global. Dalam pernyataan yang diunggah melalui media sosial pribadinya pada Minggu (4/5/2025), Trump menginstruksikan Departemen Perdagangan dan US Trade Representative (USTR) untuk menerapkan tarif sebesar 100% terhadap semua film yang diproduksi di luar negeri dan diimpor ke Amerika Serikat.
“Industri film di Amerika sedang mati dengan sangat cepat,” tulis Trump. “Negara-negara lain menawarkan segala macam insentif untuk menarik para pembuat film dan studio kami dari Amerika Serikat. Oleh karena itu, saya memberi wewenang kepada Departemen Perdagangan dan Perwakilan Dagang Amerika Serikat untuk segera memulai proses pemberlakuan tarif 100% pada setiap dan semua film yang masuk ke negara kami yang diproduksi di luar negeri. Kami ingin film-film dibuat di Amerika, lagi!”
Baca juga:
Sukses Bisnis Online 2025: Strategi Jitu, Aplikasi Wajib!
Ketidakjelasan Teknis dan Tantangan Hukum
Langkah ini menimbulkan tanda tanya besar di kalangan pelaku industri, mengingat film bukanlah barang melainkan bentuk kekayaan intelektual yang dikategorikan sebagai layanan. Saat ini, film tidak termasuk dalam produk yang bisa dikenakan tarif secara tradisional. Namun, USTR menilai bahwa layanan dapat dikenai hambatan perdagangan non-tarif seperti regulasi hingga insentif pajak dari negara lain.
Hal ini menyulitkan otoritas AS untuk menerapkan tarif secara langsung, mengingat banyak film Amerika sendiri diproduksi di luar negeri untuk alasan efisiensi biaya. Keringanan pajak dan upah tenaga kerja yang lebih rendah di negara seperti Kanada, Irlandia, dan Selandia Baru menjadikan lokasi-lokasi tersebut populer untuk produksi film dan acara televisi.
Gubernur California Gavin Newsom segera merespons pernyataan Trump dengan mengusulkan insentif pajak besar-besaran guna menarik kembali produksi ke kawasan Hollywood dan sekitarnya. “Hollywood dan banyak wilayah lain di AS sedang hancur,” tulis Trump dalam unggahan lanjutannya. “Ini adalah upaya bersama oleh negara-negara lain dan, oleh karena itu, merupakan ancaman keamanan nasional. Selain yang lainnya, ini adalah pesan dan propaganda!”
Box Office AS: Masih dalam Masa Pemulihan
Meski Trump menyebut industri film dalam negeri sedang “sekarat”, kenyataannya lebih kompleks. Pendapatan box office domestik AS memang menurun tajam sejak pandemi COVID-19. Dari angka hampir USD 12 miliar pada 2018, pendapatan merosot ke sekitar USD 2 miliar pada 2020. Bioskop-bioskop sempat tutup dan perilaku penonton berubah drastis, lebih memilih streaming dari rumah.
Hingga kini, meskipun jumlah penonton kembali meningkat, rilis film besar belum kembali ke level pra-pandemi. Pendapatan box office belum mampu menembus angka USD 9 miliar per tahun, dan jumlah judul yang diproduksi pun masih belum sepenuhnya pulih.
Persaingan Streaming dan Masalah Profitabilitas
Studio-studio besar Hollywood kini bertumpu pada layanan streaming sebagai ladang bisnis baru. Namun, profitabilitas masih menjadi masalah besar. Disney+ baru mencatatkan keuntungan untuk pertama kalinya tahun ini. Max (sebelumnya HBO Max) juga menunjukkan kinerja keuangan positif. Di sisi lain, banyak layanan streaming lainnya masih merugi dan terjebak dalam persaingan sengit.
Netflix, sebagai pionir dan pemain dominan, berhasil tetap unggul berkat operasi global dan produksi konten lintas negara. Namun jika tarif benar-benar diberlakukan terhadap semua film yang diproduksi di luar negeri, ini juga bisa berdampak pada distribusi global Netflix maupun platform sejenis yang berbasis di AS.
Tarif Trump: Upaya Perlindungan atau Boomerang?
Trump telah dikenal dengan kebijakan proteksionisnya yang agresif, terutama dalam bentuk tarif impor. Ia sebelumnya telah memberlakukan tarif universal 10% terhadap barang-barang impor serta tarif tinggi pada baja, aluminium, mobil, dan berbagai komoditas dari negara-negara seperti Kanada dan Meksiko. Bahkan tarif sebesar 145% dikenakan terhadap produk-produk tertentu dari Kanada.
Namun, tarif terhadap layanan—seperti film—belum pernah dilakukan. Jika kebijakan ini diterapkan secara formal dan legal, maka ini akan menjadi preseden baru dan membuka kemungkinan perlakuan serupa terhadap layanan lain di masa depan.
Sementara itu, industri film AS kemungkinan akan menghadapi dilema besar: apakah tetap memproduksi secara ekonomis di luar negeri dan menanggung tarif tinggi, atau kembali memusatkan seluruh kegiatan produksi di dalam negeri dengan biaya yang lebih tinggi.
Baca juga:
Sukses Bisnis Online 2025: Strategi Jitu, Aplikasi Wajib!
Film Jadi Alat Politik Baru
Kebijakan Trump ini tampaknya bukan hanya berlandaskan alasan ekonomi, tetapi juga bernuansa politik dan ideologis. Ia menyebut produksi film asing sebagai bentuk “propaganda” yang membahayakan narasi nasional Amerika. Pernyataan ini bisa menjadi penanda bahwa dalam kampanye pemilu berikutnya, Trump akan menjadikan budaya dan industri kreatif sebagai arena pertarungan politik baru.
Apakah tarif 100% ini akan sungguh-sungguh diterapkan dan bertahan secara hukum, atau justru menuai perlawanan dari industri dan kongres? Waktu yang akan menjawab. Yang pasti, Hollywood dan dunia perfilman global sedang menanti dampak nyata dari langkah provokatif ini. (nid)