Kanal24, Malang – Permasalahan hukum dalam penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) terus menjadi sorotan di tengah meningkatnya intensitas kontestasi politik tingkat desa. Menanggapi urgensi tersebut, Fakultas Hukum Universitas Brawijaya (FH UB) menggelar Ujian Terbuka Disertasi pada Selasa (15/07/2025) bertempat di Auditorium Gedung A lantai 6 FH UB, dengan menghadirkan Dr. Arif Zainudin, S.H., M.Hum., sebagai promovendus.
Dalam disertasinya yang berjudul “Rekonseptualisasi Model Penyelesaian Sengketa Hasil Pemilihan Kepala Desa Menuju Pemilihan yang Independen dan Berkeadilan,” Dr. Arif mengkritisi mekanisme penyelesaian sengketa hasil Pilkades yang selama ini masih ditangani oleh kepala daerah, yakni bupati atau walikota. Menurutnya, model ini tidak menjamin independensi dan keadilan karena penyelesaian dilakukan oleh pihak eksekutif yang secara politis bisa saja memiliki kepentingan terhadap hasil pemilihan tersebut.
Baca juga:
MMD UB Bangun Perpustakaan Tingkatkan Literasi Desa

“Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa memang menyebutkan bahwa sengketa hasil Pilkades diselesaikan oleh bupati atau walikota. Namun, ini menjadi masalah serius karena penyelesaian oleh eksekutif membuka ruang bias dan intervensi,” jelas Dr. Arif dalam presentasi akademiknya.
Ia menekankan bahwa sebagai negara hukum dan demokrasi, Indonesia seharusnya menjamin semua bentuk penyelesaian perselisihan, termasuk sengketa Pilkades, dilakukan oleh lembaga yang independen dan imparsial. Oleh sebab itu, dalam disertasinya, Dr. Arif menawarkan gagasan pembentukan lembaga peradilan khusus untuk menangani perkara sengketa hasil Pilkades, sehingga prosesnya bisa berlangsung lebih objektif, transparan, dan akuntabel.
Ko-Promotor II dalam ujian terbuka ini, Dr. Riana Susmayanti, S.H., M.H., turut menyampaikan bahwa topik yang diangkat oleh promovendus sangat relevan dengan kondisi sosial-politik terkini. Maraknya konflik Pilkades di berbagai daerah menuntut adanya terobosan hukum yang bersifat normatif, solutif dan aplikatif.
“Rekonseptualisasi ini membuka ruang baru dalam pengembangan hukum administrasi dan tata negara, khususnya di lingkup pemerintahan desa. Gagasan pembentukan lembaga peradilan khusus adalah lompatan berpikir yang layak dikaji lebih dalam dalam penelitian lanjutan,” terang Dr. Riana.
Lebih lanjut, Dr. Arif juga menyampaikan bahwa ketidakjelasan regulasi tentang siapa yang berwenang menyelesaikan sengketa Pilkades turut berkontribusi pada meningkatnya eskalasi konflik pasca pemilihan di sejumlah wilayah. Oleh karena itu, perlu adanya revisi kebijakan yang mengatur mekanisme teknis Pilkades dan juga sistem penyelesaiannya yang lebih menjamin prinsip keadilan.

Baca juga:
Disertasi FH UB Kaji Hak Upah Layak PRT Perempuan
“Selama ini kita terlalu fokus pada tata cara pemilihan dan melupakan bahwa hasil dari proses demokrasi itu harus bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Maka, pembentukan lembaga peradilan independen adalah kebutuhan mendesak, bukan sekadar pilihan,” tandas Dr. Arif.
Disertasi ini pun dinilai sebagai sumbangsih penting bagi dunia akademik maupun praktik hukum di Indonesia, khususnya dalam merespons dinamika hukum tata kelola pemerintahan desa yang terus berkembang.Dengan gagasan yang diusung oleh Dr. Arif, diharapkan ke depan ada keseriusan pemerintah maupun pemangku kebijakan untuk mempertimbangkan pembentukan mekanisme hukum baru yang dapat menjamin proses demokrasi di tingkat desa berlangsung secara adil, independen, dan bermartabat. (nid/dht)