Kanal24, Malang — Dunia perkuliahan kerap kali menjadi ruang transisi yang penuh tantangan, terutama dalam hal membangun hubungan sosial yang sehat. Di tengah kesibukan akademik, tuntutan organisasi, dan dinamika pergaulan, banyak mahasiswa yang belum menyadari pentingnya menetapkan batasan diri atau personal boundaries. Padahal, batasan ini menjadi fondasi penting bagi kesejahteraan mental dan relasi sosial yang berkualitas.
Menurut Nedra Glover Tawwab, terapis dan penulis buku Set Boundaries, Find Peace, batasan bukanlah tembok yang memisahkan, melainkan pagar sehat yang melindungi diri agar tidak terkuras secara emosional. Tanpa batasan yang jelas, seseorang mudah merasa terbebani, kewalahan, bahkan kehilangan arah identitas dirinya.
Mahasiswa dan Risiko Gangguan Mental Tanpa Batasan
Fenomena kelelahan emosional di kalangan mahasiswa bukan hal baru. Data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun 2022 mencatat bahwa lebih dari 23% mahasiswa mengalami gejala stres berat dan kecemasan. Salah satu penyebabnya adalah ketidakmampuan mengatakan “tidak” dan keterjebakan dalam relasi yang terlalu menuntut.
Studi dalam Journal of American College Health (2020) menunjukkan bahwa mahasiswa yang gagal menetapkan batas waktu dan sosial cenderung mengalami burnout akademik, isolasi sosial, dan penurunan performa belajar. Hal ini terutama terjadi pada mereka yang menjalankan peran ganda, seperti menjadi aktivis organisasi atau mahasiswa pekerja.
Jenis-Jenis Batasan yang Perlu Dimiliki Mahasiswa
Penting bagi mahasiswa untuk memahami bahwa batasan tidak hanya bersifat fisik. Terdapat berbagai bentuk batasan yang relevan dengan kehidupan kampus:
- Batasan Emosional: Menghindari keterlibatan dalam drama atau konflik pribadi orang lain.
- Batasan Waktu: Membedakan waktu fokus belajar, istirahat, dan bersosialisasi.
- Batasan Digital: Menentukan waktu untuk merespons pesan, terutama di luar jam kuliah atau kerja.
- Batasan Fisik: Menjaga ruang pribadi dalam pergaulan atau tempat tinggal bersama.
- Batasan Finansial: Tidak merasa wajib memenuhi ekspektasi gaya hidup sosial yang tidak sesuai kemampuan.
Menurut American Psychological Association (APA), batasan yang sehat berkontribusi pada regulasi emosi, peningkatan rasa aman, dan penurunan risiko konflik interpersonal.
Manfaat Batasan untuk Kesehatan Mental dan Relasi
Ketika mahasiswa mampu menetapkan batasan secara asertif, mereka tidak hanya melindungi kesejahteraan diri sendiri, tetapi juga menciptakan hubungan yang lebih jujur dan saling menghargai. Komunikasi yang jelas, terbuka, dan empatik memperkuat kepercayaan serta menghindari potensi perasaan dimanfaatkan.
Situs Verywell Mind menegaskan bahwa komunikasi penuh kesadaran (mindful communication), termasuk dalam menetapkan batasan, membantu individu menjaga kestabilan emosi dan menurunkan tingkat stres jangka panjang.
Tantangan dalam Menerapkan Batasan
Meski bermanfaat, menetapkan batasan bukanlah hal mudah. Banyak mahasiswa merasa takut dijauhi atau dicap “tidak asyik” jika menolak ajakan sosial. Tak jarang, tekanan untuk selalu available secara emosional membuat mahasiswa memendam stres hingga berdampak pada kesehatan mental.
Laporan Education Development Trust (EDT) menyebut bahwa masa awal kuliah adalah titik krusial dalam pengembangan batasan diri. Mahasiswa yang baru lepas dari lingkungan rumah sering kali kesulitan mengatur otonomi pribadi dan cenderung larut dalam tekanan sosial.
Langkah Praktis Menetapkan Batasan
Membangun batasan bukan berarti menarik diri, tetapi justru memperkuat koneksi yang sehat. Berikut beberapa cara praktis yang bisa diterapkan:
- Kenali Diri Sendiri: Amati kapan tubuh dan pikiran mulai merasa lelah, jenuh, atau terganggu.
- Latih Diri untuk Berkata “Tidak”: Mulailah dengan konteks sederhana, seperti ajakan nongkrong saat harus menyelesaikan tugas.
- Gunakan Bahasa Asertif dan Empatik: Komunikasikan dengan kalimat “Aku merasa…” alih-alih menyalahkan.
- Evaluasi Lingkaran Sosial: Jika suatu hubungan membuat Anda tidak nyaman secara konsisten, pertimbangkan untuk meninjau ulang.
Relevansi Batasan di Era Media Sosial
Di era digital, batasan juga perlu diterapkan di ruang virtual. Mahasiswa sering merasa tertekan oleh ekspektasi untuk selalu hadir dan merespons pesan secara instan. Digital boundary seperti mematikan notifikasi di malam hari atau menyisihkan waktu tanpa layar adalah cara menjaga keseimbangan mental.
Dalam Digital Wellness Institute Report 2023, disebutkan bahwa mahasiswa yang menerapkan digital detox minimal satu jam sehari cenderung lebih tenang, fokus, dan puas secara emosional.
Menetapkan batasan adalah keterampilan hidup yang penting, terutama bagi mahasiswa yang sedang membentuk jati diri dan jaringan sosialnya. Dengan batasan yang sehat, mereka tidak hanya menjaga keseimbangan mental, tetapi juga membangun relasi yang saling menghormati dan berkelanjutan.
Batasan bukanlah penghalang, melainkan bentuk penghargaan terhadap diri sendiri dan orang lain. Semakin dini dipahami, semakin kuat fondasi kehidupan sosial dan mental seorang mahasiswa dalam menghadapi tantangan masa depan.(Han)